Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah penikmat otomotif kembali melirik sepeda motor bermesin 2 tak dalam beberapa tahun terakhir.
Mesin responsif nan galak menjadi daya tarik sepeda motor peminum oli samping tersebut.
Sedikitnya ketersediaan barang bekas dan tingginya permintaan membuat harga sepeda motor 2 tak naik tinggi.
JAKARTA — Suara nyaring "treng-teng-teng" dan kepulan asap putih dari moncong knalpot merupakan ciri khas sepeda motor dengan mesin dua langkah. Sepeda motor 2 tak sempat menguasai jalanan Indonesia sejak 1970 hingga awal 2000-an, sebelum beralih ke 4 tak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbedaan sepeda motor 2 tak dan 4 tak terdapat pada cara kerjanya. Sesuai dengan namanya, sepeda motor 2 tak adalah sepeda motor dengan mesin dua langkah kerja dalam satu siklus pembakaran. Sedangkan mesin 4 tak bekerja dengan siklus pembakaran, yakni isap, kompresi, usaha, dan buang.
Pembeda lainnya, sepeda motor dua langkah membutuhkan oli samping khusus untuk melumaskan bagian mesin saat bekerja. Oli yang ikut terbakar itulah yang memunculkan asap putih dari knalpot.
Singkatnya, siklus pembakaran membuat akselerasi sepeda motor 2 tak cenderung lebih responsif dibanding saudara mudanya. Faktor tarikan itulah yang membuat Muhammad Rizki, 31 tahun, kepincut oleh sepeda motor 2 tak. "Rasanya badan seperti ditarik sepeda motor saat gas digeber," kata dia kepada Tempo, dua hari lalu.
Rizki punya dua sepeda motor 2 tak, yakni Yamaha F1Z-R keluaran 2002 dan Yamaha RZ-R generasi 1990-an. Yamaha F1Z-R menjadi mainan kesayangannya. Rizki membelinya pada 2019 dari bengkel langganan seharga Rp 5,8 juta. "Dalam kondisi pajak mati dan harus turun mesin," kata karyawan dapur salah satu hotel di Jakarta itu.
Rizki lalu merogoh kocek hingga Rp 3,5 juta untuk mengurus pajak kendaraan dan peremajaan dapur pacu. Kini, sepeda motor bebek berkelir hitam berpadu perak itu cantik dan jago ngebut.
Digunakan sebagai tunggangan harian, Rizki mengatakan banyak orang mencibir sepeda motor 2 tak tersebut. Sebab, knalpotnya bising. "Ya, sudah, kalau lewat jalan ramai saya berperilaku sopan saja, tidak banyak memainkan gas," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komunitas F1Z-R Pasar Minggu. Dok. F1Z-R Pasar Minggu
Penikmat sepeda motor 2 tak kini semakin banyak. Indikasinya, Rizki melanjutkan, dia mendapat semakin banyak teman sesama penunggang F1Z-R. Rizki dan kawan-kawan kemudian membentuk komunitas F1Z-R Pasar Minggu. Dari semula hanya lima orang, kini anggotanya lebih dari seratus. "Belum lagi, semakin banyak komunitas sepeda motor 2 tak yang kami jumpai di jalan," katanya. Dia menduga banyak penghobi memanfaatkan momen bekerja di rumah selama masa pandemi Covid-19 untuk menghidupkan kembali sepeda motor 2 tak yang mati suri.
Bermain barang tua bukan perkara mudah. Rizki kerap kesusahan mencari suku cadang Yamaha F1Z-R-nya. Jika tak ketemu di bengkel, dia harus rajin blusukan di pasar online. Onderdil bekas pun dia sambar.
Sulitnya perawatan, ditambah minimnya pasokan, membuat harga sepeda motor 2 tak membubung. F1Z-R milik Rizki ditawar seharga belasan juta rupiah. Namun ia menolak. "Susah lo, bangun sepeda motor yang sudah tua. Butuh waktu, usaha, dan dana," ujarnya.
Demam sepeda motor 2 tak juga dirasakan Muhammad Dani. Hari-hari pria berusia 34 tahun asal Solo itu dihabiskan dengan menunggangi atau mengutak-atik Suzuki Satria 120 R keluaran 2003. Sepeda motor berkelir biru itu dia gunakan saban hari untuk pergi bekerja hingga belanja.
Satria Lumba-lumba—julukan Satria 120 R—teronggok di garasi rumah Dani sejak 2010. Sang pemilik lebih suka wara-wiri memakai skuter matik dengan alasan kepraktisan.
Suzuki Satria 120 R. Shutterstock
Godaan baru muncul pada dua tahun lalu. Dani mendapati banyak sepeda motor 2 tak berseliweran di Instagram. "Jadi, kepengin naik sepeda motor 2 tak lagi," kata dia. Tanpa pikir panjang, Dani membawa lumba-lumba birunyaitu ke bengkel milik kawan lamanya. Dengan modal Rp 3-4 juta, Suzuki Satria itu bisa kembali berlari di aspal. Bagi Dani, menunggangi sepeda motor lawas itu menghidupkan kembali kenangan semasa SMA.
Gairah bersepeda motor 2 tak juga berkobar di benak Afif Fauzi. Pria berusia 45 tahun itu masih setia pada Kawasaki KRR ZX-150. Sepeda motor sport tersebut ia beli pada 2005. Namun, sejak beberapa tahun lalu, Afif lebih sering menunggangi skuter matik. "Si Buaya keluar kandang Sabtu dan Ahad saja," kata dia. Buaya merupakan julukan yang disematkan Afif kepada sepeda motor hijau tersebut.
Pedagang pakaian asal Salatiga itu sengaja mengurangi jam terbang si Buaya. Alasannya sederhana, takut sepeda motor itu kena apes di jalan. "Sudah enggak dijual lagi, suku cadang juga sulit dan mahal," kata Afif.
Keluhan Afif juga dirasakan oleh banyak warganet pencinta otomotif. Mereka berharap pabrikan sepeda motor di Indonesia kembali meluncurkan produk bermesin 2 tak.
embed1
Line Head Sales Promotion PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI), Sucipto Wiyoni, mengatakan Kawasaki menghentikan produksi sepeda motor 2 tak sejak 2015. Penyebabnya adalah regulasi tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor setara dengan standar Euro 3. "Semua produksi 2 tak tidak boleh," kata Sucipto ketika dihubungi, kemarin.
Kawasaki menjadi produsen yang paling akhir menyetop produksi sepeda motor 2 tak di Indonesia. Pabrikan lain sudah lebih dulu menyuntik mati sepeda motor 2 tak pada medio 2000-an menyusul Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 pada 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor setara dengan standar Euro 2.
embed2
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo