SEJAK dulu sudah tersohor keadaan asrama ABRI rawan.
Penghuninya menyedihkan. Jenderal Yusuf pun turun tanah, melihat
dengan mata kepala sendiri, bagaimana sebenarnya keadaan
keluarga para prajuritnya. Orang bilang setelah itu timbul
perbaikan. Di hari-hari peringatan Hari Angkatan Bersenjata RI
sekarang (5 Oktober), bagaimana keadaan asrama-asrama itu?
Tiga ribu penghuni Asrama Polisi di Lingkungan Mamajang Luar
(Ujungpandang), lama hidup tanpa listrik. Lima tahun lamanya
mereka memelihara lampu stromking atau lentera, karena listrik
terputus. Begitu Menhankam Jenderal TNI M. Yusuf mampir di tahun
1978 Kodak XVIII Sulselra turun tangan membayar rekemng,
sehingga asrama itu bercahaya lagi. Meski pun belakangan Ketua
Asrama, seorang Peltu berkata: "Saya dengar tak lama kemudian
tiap penghuni kamar asrama dipersilakan membayar rekening
masing-masing langsung ke PLN."
Bukan hanya berkah listrik yang dibawa Menhankam ke Mamajang
Luar. Juga dua bak air minum yang berkapasitas 10 kubik ikut
terisi kembali. Juga 2 buah WC umum yang lama menganggur segera
diaktifkan. Suasana lingkungan pun tidak pengap lagi. Hanya
kamar-kamar reyot yang masih belum kena sentuh. Di dalamnya
tinggal penghuni-penghuni yang masih bujangan. Banyak di
antaranya yang sudah punya pesawat televisi. "Kami ini
sebenarnya sisa-sisa peluru. Sekarang sudah agak lumayan karena
sudah tidak di front lagi, meskipun masih sering dipusingi kalau
menguber penjahat," kata Max F. Selanno, sang ketua asrama.
Asrama tentara di Ganting, Padang, juga kini tampak parlente.
Bangunan peninggalan serdadu Belanda yang terletak di sebelah
RST Reksodiwiryo itu : 1 km dari jantung kota, tadinya sudah
ompong. Tembok luarnya banyak mengelupas, sehingga kelihatan
dinding bata yang berlumut. Kurang lebih 2 tahun silam puluhan
keluarga TNI-AD masih berteduh di perut bangunan itu secara
menyedihkan. Belum lagi sekitarnya yang semrawut. Air tergenang
bekas hujan tanpa ada got penyalur. Jemuran bergelantungan tidak
keruan.
Nyonya Jufri isteri seorang sersan tinggal di situ menempati
ruangan 7 x 4 meter. Ada 4 orang anaknya yang maih di SD. Dulu,
apabila hujan turun hatinya sudah ketar-ketir. Takut loteng
hangunan ambruk.
Takut anak sakit karena bocoran air dari atas atap. Belum lagi
rebutan mandi dan buang air. "Pokoknya sangat jijik, tapi apa
boleh buat," katanya kepada TEMPO. Ia sendiri sudah
merencanakan untuk menyewa rumah di luar. Tapi mengingat gaji
suami hanya sekitar Rp 40 ribu, itu tidak mungkin. Kalau ada
tamu, persoalan bertambah sulit. "Masak tamu disuruh berebut
mandi," katanya.
Kini asrama Ganting sudah ganteng. Panglima-lah yang
memerintahkan perbaikan. Dua tiga fase bangunan sudah selesai.
Tiap fase dihuni oleh 16 KK. Umumnya para penghuni sudah menarik
nafas lega. Nyonya Jufri sendiri amat bangga sebab ruangan yang
meniadi haknya sekarang jadi 5 x 13 meter. Ada 2 kamar tidur,
ruang tamu, kamar tamll serta kamar mandi sendiri. Padahal dulu
anak-anaknya pakai tempat tidur susun dan ruangan hanya dipisah
gorden. "Alhamdulillah, kami bersyukur," kata isteri TNI-AD itu.
Di Banda Aceh ada asrama yang dinamakan "Asrama Dipo" milik
Kodam I. Letaknya di Jalan Sriratusafiatuddin, mnghadap ke
Markas Kodam. Sejak puluhan tahun bangunan itu menjadi
bulan-bulanan banjir. Bukan hanya waktu hujan gede, gerimis pun
air sudah mulai merayap ke dekatnya. Untung bangunan itu tinggi.
Hanya bila penghuninya mau menyeberang jalan, sepatu harus
dijinjing dan celana dilipat. "Itu pengalaman rutin. Tapi ada
asrama yang lebih parah lagi," kata Kapten Adam yang sudah
belasan tahun berkubang di situ.
"Ketika pak Yusuf datang beliau banyak bertanya sekitar
kesulitan yang kami hadapi," kata Ati, 34 tahun, juga salah
seorang penghuni. Ia memberi penjelasan kepada Menhankam bahwa
air minum juga sulit. Hanya ada sebuah sumur tua yang dirubung
pagi dan sore. Bansan yang antri cukup panjang. Situasi WC pun
gawat, nyaris roboh, sebagian gentengnya sudah sirna. Baunya pun
tidak ketulungan. Atap bangunan di barak tengah sudah banyak
yang jebol.
Sanusi, 48 tahun, yang tinggal di sana harus menggeser
perabotannya setiap kali hujan. "Bukan air yang di bawah saja
merepotkan kami, air dari langit juga membikin sibuk," kata
perwira pertama yang mendekati masa pensiunnya itu. Sebagai
penghuni asrama ia mengaku modalnya harus sabar. Mau memperbaiki
sendiri--jelas tak sanggup karena gaji kerdil. Seringkali kalau
bertugas jauh, hati jadi tidak enak, pulang balik khayalan ke
dalam asrama. "Sebagai seorang tentara itu cobaan ringan," ujar
ayah dari 4 anak itu.
Atas perintah Jenderal Yusuf asrama Dipo yang hampir bangkrut
itu segera akan dipindahkan. "Kami akan dapat hangunan baru di
kawasan Lambaro Skeep," kata Sanusi. Letnan ini menilai tindakan
tersebut tepat. "Cukup lama karni harus menderita dengan
berbagai kekurangan di sini," katanya lebih lanjut. Apalagi di
samping perintah itu, asrama juga mendapat sebuah pesawat
televisi ukuran 24 inci yang dipajang di halaman depan asrama.
Ini sangat menggembirakan, terutama anak-anak.
Asrama Polisi di Punge--arah Jalan Ulee Lhueue -- masih di Banda
Aceh juga sudah pulih dari sakit. Semula bangunan yang
berdinding papan itu di luar persyaratan kesehatan. M. Din (36
tahun) Serda Polisi yang bertugas di Kores 101/Banda Aceh sudah
khawatir. Ia tak betah. "Anak saya sering sakit karena
lingkungan di sini menyedihkan," katanya. Penghuninya pernah
berhasrat mengadakan perbaikan secara gotong-royong. Tapi
penghasilan mereka kecil, dana dari Kores atau Kodak tak ada.
Tak Mengambang
Sejak dikunjungi Menhankam, Maret yang lalu, asrama di Punge
jadi mendingan. Barak-barak sudah rapih. Sumur dan WC diganti.
Listrik menerangi setiap sudut kamar. Tak lama lagi akan
menjulur pipa air bersih. "Kami senang apa yang dijanjikan pak
Yusuf. Soalnya tak mengambang seperti janji pejabat-pejabat
lain," kata seorang penghuni yang segan disebut namanya. "Tempat
tinggal dulu yang semrawut dan bocor bisa mendatangkan godaan
dalam menjalankan tugas. Sekarang kita tidak risau lagi tentang
anak-anak," kata M. Din menambahkan.
Di Riau keadaan asrama ABRI dari dulu agak lumayan. Tampaknya
terawat, sehingga cukup layak untuk ditempati. Tetapi penghuni
asrama TNI-AL di Sungai Jang -- 3 km dari pusat kota.
Tanjungpinang --juga mengalami kesulitan dalam soal air dan
listrik. Ada sumur, tapi karena digali ala kadarnya, seminggu
saja musim kemarau air sudah Sat (kering). Setelah kunjungan
Menhankam, asrama-asrama TNI-AL kebagian biaya perbaikan sekitar
Rp 20 juta untuk 3 kompleks. "Sesudah Lebaran lalu sumurnya
siap," kata pembantu letnan satu yang kebetulan bernama Yusuf
juga.
Hanya listrik yang sampai sekarang helum dinikmati oleh Peltu
itu. Sudah beberapa kali diusulkan, tapi jaringannya memang
belum sampai "Biaya untuk kabelnya yang sekitar 2.000 meter
belum ada," kata Yusuf yang juga jadi ketua tangsi. Ia sendiri
kebetulan ada rezeki, lalu beli sebuah mesin Honda kecil untuk
menerangi sekitarnya.
Marinor Sllaiman, 38 tahun, di kompleks tangsi TNI-AL di
Tanjung Unggat (Riau) juga sudah mulai senang. Ia menunjuk ke
seng baru yang menyelip di antara seng-seng tua asrama.
"Meskipun sedikit, tapi bukti sudah nampak," kata lelaki
kelahiran Bogor itu. Tapi karena tempat tinggalnya hanya 5 meter
dari gudang tempat penampungan pengungsi Vietnam, ia tetap punya
keluhan. "Mereka itu (para pengungsi) jorok, sekarang
parit-parit tumpat, bau di mana-mana. Lalat dan nyamuk yang dulu
tak seberapa, sekarang sudah bukan main banyak," keluhnya.
Isterinya cepat menambahkan, "setengah jam saja terlambat ke
kedai, sayur pun habis!"
Itulah semua berita baik buat asrama ABRI. Berita yang belum
baik ada juga Iho. Di asrama Polisi Kramat Jati, Jakarta
misalnya. Asrama ini padahal sudah dikunjungi oleh Menhankam.
"Tetapi sampai saat ini ternyata janji untuk memperbaikinya
belum ada kenyataan," kata seorang penghuni yang sudah
mendiaminya lebih dari seperempat abad. Asrama ini sudah berusia
27 tahun. Atapnya bocor dan air sering mampet. "Yah lebih banyak
dukanya," katanya.
Dulu kesibukan dapur dan tamu jadi satu. Maklum hanya 3 x 4
meter. Kini ada 390 KK dengan anggota total sebanyak 1900 orang.
Setiap ganti kesatuan, penghuni tadi pindah dari satu barak ke
barak yang lain. Maksudnya agar setiap kesatuan bisa
dikomandokan denan mudah oleh Komandan.
Terutama sekali yang ingin dikeluhkan penghuni yang minta agar
namanya tak ditulis itu, adalah soal air. Dempet-dempetan dengan
tetangga yang memungkinkan percekcokan dibenarkannya juga. "Tapi
bisa selalu diatasi tanpa menimbulkan konflik. Biasa kan hidup
di asrama," katanya.
Sementara itu asrama-asrama ABRI yang ada di wilayah Yogya,
belum sempat dikunjungi oleh Menhankam. Keadaannya sangat rawan.
Terutama asrama Polri Pingit. Bahkan sudah membahayakan. Dinding
gedek sudah rusak, kerangkanya sudah rapuh. Apalagi letaknya
lebih rendah dari jalan raya. "Kalau hujan air masuk ke dalam
rumah," kata Lettu Pol. Suradiman (54 tahun) yang jadi kepala
asrama. Asrama di kompleks Polri ini dibangun tahun 1951, secara
darurat. Semula hanya diperkirakan akan dipergunakan selama 4
tahun. Nyatanya sampai besok pagi.
6 WC
Asrama Pingit tidak memiliki ruang pertemuan. Tidak ada tempat
untuk olahraga. Untuk 301 jiwa hanya punya 6 buah WC dan 4 bak
mandi. "Ya terpaksa antri, tapi untung tidak pernah terjadi
perselisihan karena sadar akan keadaan, " kata Suradiman.
Untunglah air dan penerangan lumayan, meskipun sinar matahari
tidak bisa masuk rumah. Seluruh penghuni asrama sudah lama
merindukan dijenguk Menhankam. "Saya senang punya bapak seperti
pak Yusuf yang mau mengunjungi anak buahnya di pelosok-pelosok,
tahu bagaimana keluh kesahnya, " kata Sudariman yang sudah MPP
itu.
Harapan penghuni asrama itu tampaknya tertumpu pada pak Yusuf.
Padahal tidak semua asrama ABRI dibangun oleh Pemerintah atau
Hankam. Di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah, masyarakat membangun sendiri asrama ABRI. Mereka merasa
perlu didampingi tentara untuk menjamin keamanan wilayahnya.
Camat Bungku Tengah A.H. Pandaleke BA tengah mengerahkan rakyat
untuk membuat asrama untuk para anggota Koramil. Bahkan jauh
lebih baik dari rumah penduduk yang mengerjakannya. "Akan
menelan biaya Rp 3.106.000 dengan besar bangunan 147 mÿFD," kata
Pandeleke. Semua ini dimaksudkan agar para anggota ABRI betah.
"Malu kalau ABRl di sini tak punya asrama. Padahal kejaksaan
yang menaruh kantor pembantu di sini dibuatkan rumah dengan
proyek nasional," kata Pandeleke lebih lanjut. Setelah asrama
Koramil 1307-09 Bungku itu selesai nanti boleh dicatat, asrama
buat warga Polri akan segera dibangun. Tanpa bantuan Pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini