Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ancaman yang Sulit Dilenyapkan

Penyakit antraks telah menyebabkan enam orang tewas di Bogor. Inilah cara mencegah dan melokalisirnya.

1 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESTA keluarga. Inilah yang segera meletik di kepala Ayub Anshori begitu melihat seekor kambingnya tampak sakit. Kakek berusia 65 tahun ini ingin berbagi kegembiraan dengan anak dan cucu-cucunya. Maka ia meminta seorang menantunya, Mustofa, untuk menyembelih kambing yang malang. ?Daripada mati begitu saja, lebih baik kambing itu dipotong dan dagingnya dimakan ramai-ramai,? begitu pikir Ayub ketika itu.

Daging dan jeroan kambing itu lalu dibagi-bagikan kepada 28 anak dan cucunya. Mereka tinggal berdekatan di Kampung Citaringgul RT 01/04, Kecamatan Baba-kan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemberian Ayub pun disambut dengan suka cita. Setelah daging kambing itu dimasak, mereka menyantapnya dengan lahap.

Ayub sama sekali tak menyangka, pesta kecil itu berubah jadi bencana. Sepuluh hari kemudian, tepatnya pada 19 Oktober lalu, seorang cucu-nya bernama Yatim (12 tahun) meninggal dunia. Sebelumnya ia mengalami sakit dengan gejala aneh: perut kembung, badan panas dan sesak napas. Esok harinya, cucunya yang lain, Ipah (12 tahun), dan anak perempuannya, Nyonya Eka (30 tahun), juga menyusul tewas. Gejala yang mereka alami sama.

Petaka tidak berhenti di situ. Beberapa hari kemudian, seorang cucunya, Mega (11 tahun), juga menjadi korban. Begitu pula seorang anak dan seorang cucu Ayub lainnya, Nyonya Kokom (37 tahun) dan Nurul (2 tahun). Jadi totalnya ada enam anggota keluarga Ayub yang meninggal.

Gemparlah masyarakat Bogor. Diduga mereka tewas karena memakan daging kambing pemberian sang kakek. Dinas Kesehatan Bogor lalu meminta Balai Penelitian Veteriner untuk mengambil contoh darah 17 dari 28 orang yang telah mengkonsumsi jeroan dan daging kambing itu. Hasilnya? ?Semuanya positif terkena antraks,? kata Kepala Balai Veteriner Bogor, Abdul Azis.

Khalayak Bogor tidak terlalu asing terhadap penyakit itu. Tiga tahun lalu, antraks sudah pernah muncul di sana, tetapnya di Desa Kadumangu dan Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Ma-dang, dan Desa Hambalang, Citeureup. Malah, di Hambalang, saat itu antraks menyebabkan dua orang meninggal. Menurut catatan Balai Vete-riner Bogor, di desa ini pula antraks muncul pertama kali pada 1965.

Bakteri antraks yang bernama bacillus anthraxis memang bisa bertahan lama. Mereka biasa menyerang hewan berdarah panas seperti ayam, kalkun, domba, kambing, sapi, burung unta, dan sebagainya. Hebatnya, bakteri ini tak bisa mati begitu saja, meski tubuh hewan yang mereka hinggapi sudah mati dan dikubur di dalam tanah. Bakteri antraks sanggup ber-tahan puluhan tahun di dalam tanah.

Mereka kembali berbahaya jika tanah terbuka lantaran digali atau karena proses alami semisal tererosi oleh air hujan. Bakteri antraks segera bercampur udara dan menjadi spora. Spora inilah yang menempel di rumput atau pakan ternak lain. Dan hewan yang memakannya akan terkena antraks.

Penularannya ke manusia bisa melalui daging binatang yang terkena penyakit ini. Repotnya, bakteri antraks tidak bisa mati kendati da-ging itu telah dimasak dengan suhu 100 derajat Celsius.

Itulah yang membuat warga di Kampung Citaringgul sekarang gelisah. Soalnya, mereka umumnya menjadi peternak kambing dan domba. Menjelang Idul Fitri, biasanya mereka mendapat banyak duit dengan menjual kambing. Munculnya penyakit ini membuat kambing mereka diawasi ketat oleh pemerintah. Kini, ?Bagaimana saya bisa menjual kambing, kalau ke-adaannya begini,? kata Halili, 40 tahun, seorang warga kampung ini.

Serangan antraks bisa berlangsung dengan cepat. Satu sampai tiga hari setelah infeksi, ternak akan mengalami kejang dan perdarahan hebat, lantas mati. Begitu pula pada manusia. Terbukti, Yatim dan korban lainnya meninggal hanya sekitar sepuluh hari setelah memakan daging kambing pemberian kakeknya.

Sesudah dua cucu dan seorang anaknya menjadi korban, sebenarnya Ayub sudah bertindak cepat. Dia buru-buru membawa anak-cucunya yang lain ke puskesmas Babakan Madang, yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari Desa Citaringgul. Namun pihak puskesmas angkat tangan. Mereka tak sanggup mengobatinya. Mereka lantas menyarankan agar belasan orang yang sakit itu berobat ke Ru-mah Sakit Daerah Cibinong. Meski telah dibawa ke RSD Cibinong, satu anak dan dua cucunya yang lain tetap tak tertolong.

Untungnya, sembilan orang lainnya bisa diselamatkan. Mocthar Utay (35 tahun), Puspa (19 tahun), Nana (23 tahun), dan Dewi Anggraeni (8 tahun), diperbolehkan pulang ke rumah pada 23 Oktober lalu. Lima pasien lain, yakni Apendi (25 tahun), Linda (15 tahun), Agus (30 tahun), dan dua pasien anak-anak, yakni Deni (4 tahun), dan Pupah (3,5 tahun), pun selamat kendati masih harus dirawat intensif.

Antraks amat mematikan karena penyakit ini langsung mengincar bagian penting dalam tubuh. ?Bagian yang diserang adalah jaringan darah dan limfa,? kata Mangku Sitepoe, dokter manusia yang sekaligus dokter hewan. Karena menyerang darah, hewan yang terinfeksi antraks sama sekali tak boleh di-potong. ?Sebab, darah hewan yang sudah tercemar antraks, jika terkena luka seseorang, bisa langsung menulari orang itu,? kata Mangku.

Menurut I Wayan A. Wiba-wan, Wakil Dekan Fakultas Peternakan IPB, antraks juga menular ke manusia lewat sayuran dan buah-buahan. Orang yang memakan buah atau sayur yang mengandung spora antraks otomatis akan tertular penyakit ini. Apalagi jika sayur atau buah itu lang-sung dimakan, tanpa dicuci terlebih dahulu.

Sejauh ini penularan yang sering terjadi baru lewat daging kambing. Itu sebabnya, agar korban penyakit ini tidak meluas, kambing yang terkena antraks mesti segera dibunuh lalu dibakar. Buat pencegahan, kambing di wilayah Bogor, khususnya kam-pung Citaringgul, pun perlu segera dikarantina. Inilah yang diperintahkan oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono, yang datang berkunjung ke Kampung Citaringgul, Ahad pekan silam. Dia meminta segera mengisolasi daerah ini dari lalu lintas ternak, selama tiga bulan.

Memang, ancaman antraks tak bisa dianggap enteng. Tindakan pencegahan harus dilakukan semaksimal mungkin. Menurut Mangku Sitepoe, sebetulnya ada satu lagi cara ampuh untuk mencegah antraks. ?Dengan vaksinasi rutin dan memelihara lingkungan yang sehat,? katanya.

Rian Suryalibrata, Deffan Purnama (Bogor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus