Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jogja Fashion Trend menjadi ruang eksplorasi batik, lurik, tenun, jumputan, hingga songket.
Lurik etnik cukup menyita perhatian dengan karya-karya yang mengesankan.
JFT 2023 diikuti 131 UMKM dan desainer fashion dari berbagai daerah di Indonesia.
Selasar Pakuwon Mall, Yogyakarta, menjelma panggung fashion nan megah. Landasan model dan sorotan lampu terang warna-warni melengkapi pesta busana bertajuk Jogja Fashion Trend atau JFT 2023 pada 13-16 Juli lalu tersebut. Perhelatan itu menjadi ruang pameran bergerak wastra Nusantara, seperti batik, lurik, tenun, jumputan, dan songket.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walau batik masih tetap menjadi primadona, ada kain lurik yang mencuri perhatian dalam pergelaran JFT 2023. Lurik yang terasa berat kini bisa dipadupadankan untuk busana siap pakai. Terdapat beberapa jenama lokal yang menjadikan kain lurik signature karya mereka agar menjadi pakaian yang bisa dipakai dalam berbagai kesempatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa karya jenama lokal yang mengusung kain lurik adalah KaLu atau akronim Katun Lurik asal Yogyakarta. Direktur Kreatif KaLu, Dyah Yesnita Narendra Dewi, memadukan kain lurik dengan material katun tanpa menghilangkan motif luriknya. Ada delapan look dalam tema “Mamba” yang ia tampilkan dengan beragam gaya yang didominasi nuansa monokrom dan bisa dikenakan untuk aktivitas formal.
Gaya KaLu terdiri atas rompi, outer, dan obi yang menambah elemen manis dalam beberapa look-nya. KaLu juga menyiapkan hand bag sebagai aksesori yang menegaskan gaya smart casual. “Jadi, malam ini aku berfokus di look baju kerja yang terinspirasi oleh perempuan kuat dan mandiri. Bisa dilihat dari warna gelap yang dipilih, seperti hitam, abu-abu, navy, dan merah marun,” ucap Narren sesaat sebelum tampil dalam Jogja Fashion Trend, Kamis, 14 Juli lalu.
Selain KaLu, ada jenama eSAJe Sikop—akronim dari nama anak-anak perempuan Anitasari, dan kata “sikop”—yang dalam bahasa Lampung berarti cantik. Anita menampilkan kain lurik dengan salur besar dalam parade kids' wear. Menyesuaikan gaya anak-anak yang ceria, desainer yang memfokuskan pada rancangan busana anak-anak ini menyajikan warna terang dan berani, yakni hijau dan kuning.
Koleksi Nau Lanthika dan Bajuku Klambi. Dok Indonesian Fashion Chamber
Hijau emerald kembali menjadi pilihan para jenama yang tampil dalam JFT 2023, misalnya dari Nau Lanthika dan Bajuku Klambi. Delapan model cilik melenggok seraya menampilkan kain lurik dengan look yang chic dan feminin. Nau Lanthika memadukan kain lurik dengan bahan satin berkilau, membuat anak-anak yang memperagakannya seperti hendak pergi ke pesta.
Bukan hanya wanita, koleksi lurik pria pun ada. Jenama Lemari Lila membawanya dalam tajuk “Lumaku Mlangkah” dengan delapan streetwear look yang chic dan penuh gaya. Menurut Lila Imelda Sari, pemilik sekaligus desainer merek itu, koleksi kali ini adalah visinya dua tahun lalu yang terwujud di panggung JFT 2023.
“Tahun 2021 kami sukses melibatkan penenun, perajin, dan penjahit dengan menciptakan dan menawarkan garis baru dalam dunia tenun,” ucapnya sebelum show pada Minggu, 16 Juli lalu. “Tahun ini, kenapa tidak dilanjutkan dalam garis yang sama, tapi dengan susunan dan warna yang berbeda, serta misi dan filosofi yang lebih jauh. Bersama berjalan berdampingan untuk terus maju.”
Parade lurik dipungkasi oleh desainer legendaris Yogyakarta yang telah 15 tahun berkarya di dunia fashion, Phillip Iswardono. Karya dan nama anggota Indonesia Fashion Chamber (IFC) ini seakan-akan memberi napas baru dalam pemberdayaan kain lurik menjadi busana berjiwa muda, urban, dan kekinian. Pilihan Phillip untuk menekuni wastra Nusantara telah menorehkan catatan panjang dalam proses kreatif penciptaannya.
Melalui tema Maha Karya yang ia tampilkan sebagai exclusive show, Phillip secara tersirat ingin menyampaikan sebuah mahakarya busana lurik yang mampu menghipnotis pencinta mode. Lurik tidak lagi dikenakan pada momen tertentu, tapi bisa menyatu dan melebur harmonis dengan ragam outfit lainnya.
Koleksi Phillip Iswardono. Indonesian Fashion Chamber
Koleksi Maha Raya terdiri atas 36 look, yang terbagi menjadi 20 look baju wanita dan 16 look baju pria dengan beragam kain tenun Nusantara, dari tenun Flores, tenun Lombok, dan tenun Jepara, kombinasi tekstil dengan material linen dan katun. Panggung runway pun menjelma warna-warni kain tenun Nusantara, dari abu-abu, terakota, putih, biru navy, cokelat, khaki, dan hitam.
JFT 2023 mengusung tema besar “Unity in Diversity”. Phillip Iswardono, Direktur Kreatif JFT 2023, mengatakan tema itu bermakna Yogyakarta sebagai the gate of ethnic fashion Indonesia. Inspirasi budaya dan tradisi bisa berasal dari Jawa, Bali, Papua, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. JFT 2023 diikuti oleh 131 UMKM dan desainer fashion dari berbagai daerah di Indonesia, yang terbagi dalam 13 sesi fashion show. Koreografernya adalah Nyudi Dwijo dari Yogyakarta dan Cicko Bachtiar dari Jakarta.
Ragam Ekplorasi Batik
Selain mengekplorasi lurik, para desainer terus berkarya dengan batik. Beberapa jenama lokal yang mewarnai panggung JFT dengan koleksi batik adalah Elgan oleh desainer Nyudi Dwijo. Ia menampilkan koleksi busana batik pria motif banji dan grimis dengan bahan katun. Menurut Nyudi, tema ini terinspirasi oleh perjalanan hidup penuh liku, suka dan duka, susah-senang, kegagalan, keberhasilan, hingga akhirnya menuju keteraturan.
“Menggunakan material utama batik cap motif banji yang menggambarkan keteraturan dan kemakmuran. Perjalanan hidup manusia memiliki jalan yang berliku untuk mencapai kemakmuran. Ada jalan gelap dan terang yang menjadi pilihan,” ucap Nyudi, yang juga menjadi koreografer JFT 2023.
Koleksi Nyudi. Dok Indonesian Fashion Chamber
Koleksi pria lain yang tak kalah playful dihadirkan oleh Tari Made dengan jenamanya Sakamade Boutique. Tari mengaku, delapan koleksinya kali ini terinspirasi oleh keindahan burung merak yang warna-warnanya ia aplikasikan dalam motif batik, dari hijau, biru, hitam, dan merah. Bukan hanya corak batik, terdapat pula aksen motif totem khas suku Dayak yang mencuri perhatian.
Selain koleksi untuk pria dewasa, ada aksen batik yang dikemas dalam busana siap pakai untuk anak-anak, seperti yang dihadirkan desainer Boy Barja. Di tangan Boy Barja, bahan katun berupa kemeja dan bawahan celana bisa tampil playful dengan beberapa detail batik yang selaras dengan garis rancang kasualnya.
Perpaduan batik dengan item wastra lain datang dari Hastamy Batik dengan warna-warna bold, seperti biru elektrik, toska, hitam, dan dark grey. Melalui delapan look yang terdiri atas dres, blus, jaket, dan blazer, Hastamy menampilkan fashion batik modern dengan desain simpel yang dipadupadankan dengan rok tenun. Namun busana ini tetap memperhatikan keindahan batik yang menjadi signature.
Parade batik dipuncaki oleh show eksklusif karya Afif Syakur pada hari terakhir JFT 2023. Karya seniman batik generasi keempat ini memanjakan mata dengan kurang-lebih 30 batik siap pakai dengan rupa penuh gaya. Mengusung tema “Jawa Dwipa”, Afif konsisten menghadirkan batik Nitik yang berasal dari Desa Wonokromo, Yogyakarta.
Menurut Afif, batik sebagai wastra yang kaya akan makna mampu mengikuti perkembangan zaman apabila dihadirkan dengan garis rancang menawan yang menarik banyak orang. Batik Nitik melambangkan keanekaragaman, seperti daun, sulur, dan bunga, serta digambarkan membentuk pola geometris. Batik Nitik dibuat dengan teknik dobel ikat yang dikenal dengan patola atau cinde.
Koleksi Afif Syakur. Indonesian Fashion Chamber
Nitik dalam bahasa Jawa berarti titik, yang dimaknai selayaknya titik pada tanda baca. Sesuai dengan namanya, kain tradisional ini memiliki pola titik-titik yang memenuhi permukaan kain. Namun ribuan titik tersebut hanyalah salah satu elemen ornamen dalam motif batik tulis ini. Sementara itu, elemen lain pada motif ini di antaranya berupa ragam hias ceplokan yang tersusun rapi pada pola geometris.
Koleksi busana Afif mengangkat wastra batik asli Yogyakarta dengan pengembangan batik Nitik yang dibuat dengan komposisi baru memadupadankan warna klasik dan modern. Motif batik lainnya adalah tambal nitik sogan. Siluet busana ready-to-wear dengan dominasi rok dan outer menambah tampilan batik kekinian dan modern.
Afif, yang juga Project Director JFT 2021, mengatakan, “Saya pakai basic warna sogan atau cokelat dengan motif yang disederhanakan dengan komposisi kekinian, lalu dipadupadankan dengan batik Nitik yang sudah mendapatkan sertifikat indikasi geografis batik asli Yogyakarta dengan canting khusus yang dibelah sehingga membentuk titik-titik segi empat.”
ECKA PRAMITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo