Proses membuat pelepasan atau anus bayi pygopagus. Operasi molor lima jam, tetapi berhasil. IKA Pristiawati tak mampu menahan tangis. "Hati saya plong," ujarnya, di sela isak bahagia. Ibu itu baru menerima berita gembira dari tim di Rumah Sakit dr. Sutomo, Surabaya. Tim yang terdiri dari 27 dokter ahli itu berhasil memisahkan bayi kembar Ayu Novia Prisnata dan Ajeng Novia Prisnata pada 11 Juli lalu. Ketika lahir, kedua anak pasangan Ika-Noto itu masing-masing beratnya sekitar 2,8 kg. Keduanya punya vagina sendiri, tetapi lubang kencingnya berdekatan. Sejak lahir, 29 November 1990, bayi kembar pygopagus itu -- dempet di selangkang (sacrum) -- tersiksa buang air besar. Pelepasan (anus) Ayu-Ajeng satu, dan ukurannya tak normal. Bila buang air, mereka menangis dan sering kejang. Kelainan lain: di saluran pencernaan timbul pembuntuan atau obstruksi. Lalu, bayi yang lahir di RS Bayangkara, Kediri, lewat operasi caesar ini dikirim ke RS dr. Sutomo. Di sini, selama dua hari diinfus dan perkembangannya dimonitor, perut mereka mengembung. Usai dipotret, ternyata dalam usus besar mereka itu banyak gas. Untuk mengetahui anatomi saluran pencernaan kemudian dilakukan fistolografi, memasukkan cairan kontras lewat lubang anus. Dari sini diketahui: anus kembar siam ini menyatu sepanjang 1,5 cm. Namun, rectum (ujung usus besar) dan usus besar terpisah. Maka, dokter melebarkan lubang anus tadi, sehingga kotoran lancar keluar. Dan kembung juga berkurang. Dua pekan setelah di rumah sakit, Ayu-Ajeng dibolehkan pulang. "Tapi untuk memisahkan satu sama lain, diputuskan keduanya dioperasi setelah usianya dianggap cukup," kata Dr. Erwin Sarwono, ketua tim. Kepala Seksi Neonatologi di RS dr. Sutomo itu mengumumkan operasi tersebut kepada pers Rabu pekan lalu. Sebelumnya, rencana ini dirahasiakan, antara lain mengelakkan ketegangan anggota tim. Ini keempat kali dilakukan operasi bayi kembar siam di rumah sakit itu. Pada kali ketiga, 1990, bayi yang dipisahkan meninggal. Sesudah Ayu-Ajeng berumur enam bulan empat hari, tim dokter seperti anestesiolog, ahli bedah plastik, bedah saraf, dan bedah pencernaan, mulai bekerja. Operasinya dua tahap. Pertama, dilakukan colostomi, yaitu masing-masing dibuat duburnya. Tujuannya membersihkan anusnya, sehingga tak menimbulkan infeksi. Seminggu setelah itu dilakukan operasi pemisahan. Pukul 06.00 diperiksa ulang, dan bayi dimasukkan ke ruang operasi. Setelah monitor dipasang, dilakukan pembiusan total. Pukul 09.30 irisan pertama dilakukan. Tim tersebut melakukan sayatan dari dua sisi, seluas 14 cm, di bagian yang menyatu itu. Operasi sempat terhenti. Dr. Umar Kassan dan ahli bedah saraf lainnya melihat kedua tungkai saraf bayi menyatu. Kemungkinan ditemukan itu sudah diperkirakan sejak awal. Mereka langsung menguraikan satu per satu saraf Ayu dan Ajeng. Kerja ini membuat operasi yang direncanakan tujuh jam jadi molor lima jam lagi. Tibalah giliran Dr. Johanzah Marzuki dan anggotanya melakukan bedah rekonstruksi. Luka di pantat ditutup dengan kulit dari perut bayi. Tak ada kesulitan berarti. Tapi, setelah dipisahkan, justru yang menegangkan menunggu reaksi kedua bayi. Begitu kaki Ayu dan Ajeng bergerak-gerak, sekonyong serentak disambut teriakan girang tim yang bekerja sukarela itu. Kini, meski Ayu dan Ajeng plong buang air, mereka perlu operasi lagi. Anus mereka akan dibuat yang normal. Sehabis itu, dokter memasang "helm", sebagai ganti tulang punggung yang sebelumnya tak mereka punyai. Dokter juga menjanjikan bahwa Ayu dan Ajeng akan tumbuh wajar. Termasuk, kelak, keduanya diharapkan menjadi ibu nan ayu. Rustam F. Mandayun dan Kelik M. Nugroho (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini