Mempersoalkan Kembali Etika Seksual Sejumlah sekte Protestan di Amerika mengkaji kembali etika seksual. Di samping hasil pengkajian yang cenderung membolehkan hal-hal tabu, tetap ada uskup yang tradisionalis. INI kisah lain dari Negeri Paman Sam, negara yang selalu memuja kebebasan. Cerita itu bermula dari pertemuan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, belum lama ini. Pada waktu itu, para peserta Majelis Umum Gereja Presbyterian, salah satu sekte Kristen Protestan, menyerang salah satu usul yang paling radikal dari sekian banyak usul tentang seks. Pada hakikatnya Majelis Presbyterian, lewat laporan gereja yang dipersiapkan selama tiga tahun, ingin mengesahkan hubungan seks di luar pernikahan. Termasuk praktek homoseksual dan hidup bersama di luar nikah. Kalau usulan itu diterima, berarti menghancurkan tradisi Kristen yang sudah berjalan selama 19 abad. Untung saja, dari pemungutan suara yang berlangsung dalam pertemuan itu, mayoritas umat Presbyterian menolak usul yang kontroversial itu. Dengan kata lain, mereka tetap menjaga kesucian ikatan perkawinan, dan hubungan layaknya suami-istri di luar ikatan ini haram. Rupanya, gagasan menghalalkan yang selama ini diharamkan itu baru jadi pemikiran serius di kalangan Gereja Protestan di Amerika. Tidak hanya Gereja Presbyterian, tapi juga sejumlah sekte lain. Gereja Episcopal, misalnya, punya ide serupa meski tak sama. Pada Juli 1991 ini, dalam pertemuan nasionalnya, sekte beranggotakan dua juta orang itu akan memutuskan dua persoalan yang selama ini rupanya jadi bahan perdebatan para pendeta di sini. Yakni soal penghalalan homoseksual dan lesbianisme di kalangan pendeta. Dalam pandangan para ahli di Episcopalian, homoseksual adalah kondisi berasal "anugerah Tuhan", dan karena itu hubungan antarkaum homo adalah "suci, dan merupakan pemberian hidup." Konon, sejumlah uskup, menurut Uskup George Hunt yang mengetuai kelompok kerja yang mengkaji masalah ini, sudah melakukannya. Dan pada Juni lalu, Uskup Ronald Haines di Washington memberkati Pendeta Elizabeth Carl, 44 tahun, yang sejak beberapa waktu lalu hidup bersama dengan pasangannya yang lesbian. Hal-hal yang oleh para uskup Episcopalian diusahakan tak mengundang kontroversi itu tak urung mendapat kecaman pedas dari pengunjung gereja yang saleh. Kata Presiden George Bush, "Mungkin saya sedikit kolot. Tapi saya sama sekali tak siap dengan hal seperti itu." Bukan cuma Bush. Enam puluh uskup gereja sekte Episcopalian, dipimpin oleh William Frey, dekan sekolah Trinity Episcopal, akan mempersoalkan hasil pengkajian kelompok khusus itu. Uskup Frey dan kelompoknya tetap mempertahankan hukum yang memerintahkan semua pendeta di bawah kewajiban menjauhkan diri dari hubungan seksual di luar pernikahan. Kata Uskup Frey, banyak orang percaya bahwa revolusi seksual akan terus berjalan. "Bila itu benar, tentu saja akan menyebabkan ribuan perkawinan berantakan, anak-anak hamil muda, jutaan tindakan pengguguran kandungan, industri pornografi menghasilkan keuntungan jutaan dolar, dan berkembangnya wabah AIDS." Bagaimana bisa hal yang menimbulkan musibah dianggap benar, Frey melanjutkan. Pancingan Presbyterian dan Episcopalian ditanggapi sejumlah sekte lain. Gereja Kesatuan Methodist, yang beranggotakan sekitar 9 juta orang, pada diskusi khusus Agustus mendatang, akan mengumumkan bahwa praktek homoseksual melanggar ajaran Kristen. Sedangkan Gereja Evangelian Lutheran, yang beranggotakan sekitar 5 juta itu, berniat menginterpretasikan kembali bagian-bagian Bible yang berbicara tentang seks. Dalam pandangan kelompok yang pro-seks bebas, peraturan agama yang menetapkan bahwa seks yang sah yang dibatasi oleh ikatan perkawinan adalah warisan agama Yahudi. Warisan itu dianggap tak sesuai lagi bagi masyarakat Amerika zaman sekarang. Alasannya, antara lain, kaum muda Amerika terlalu cepat dewasa. Kemudian fakta banyaknya jumlah perceraian, banyaknya aktivitas seks di luar pernikahan, dan tumbuhnya kekuatan dari pergerakan kaum homo. Tapi Uskup Frey, pemimpin kelompok tradisionalis Episcopalian, dalam suratnya pada para wali gereja, mengingatkan bahwa "salah satu yang sangat menarik dari sejarah awal agama Kristen adalah keradikalannya dalam etika seksual dan komitmennya yang dalam terhadap nilai-nilai perkawinan." Dalam sebuah masyarakat yang masalah-masalah sosialnya terus bertambah, soal sah dan haram menyangkut seks memang mudah bergema. Tapi masalah dasarnya rupanya tak jauh-jauh dari pertanyaan ini: apakah perbuatan homoseksual atau perzinaan itu dikatakan buruk karena dinyatakan buruk oleh agama, atau karena benar-benar perbuatan itu dalam dirinya sendiri sudah mengandung nilai buruk. Julizar Kasiri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini