Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah Siti Nurbaya sudah lama tertimbun zaman. Pernikahan dengan jodoh yang dicarikan orang tua jarang ditemui lagi. Kaum muda lebih suka menemukan pasangannya sendiri. Ini pun sekarang dengan cara yang kian maju. Bukan lagi lewat mak comblang atau mencari jodoh lewat teman, kini semakin banyak orang memburu jodoh lewat Internet.
Tak percaya? Simak saja kisah Denny Chasmala, seorang produser rekaman di Jakarta. Pada Maret lalu, iseng-iseng ia masuk ke situs Friendster di dunia maya, yang memfasilitasi orang yang ingin mencari teman atau pasangan. Kebetulan, pemilik sebuah studio mu-sik ini sudah terbiasa chatting dengan orang-orang di luar negeri untuk bertukar pikiran soal tren musik. Ternyata kegiatan itu mengasyikkan. Lewat Friendster, lelaki 31 tahun itu bisa berkenalan dengan gadis dari banyak negara, mulai dari Jepang sampai Australia. Hanya, setelah berkenalan lebih dalam, tak satu pun yang melekat di hatinya.
Kendati begitu, Denny tak putus asa. Upaya mencari teman lewat Internet tetap dilakukan. Sampailah pada suatu hari awal Juni lalu, hatinya tiba-tiba menjadi berbunga-bunga. Seorang gadis mengirim e-mail kepadanya. Dia pun buru-buru membalasnya. Setelah saling bertukar foto, Denny semakin tertarik untuk berkenalan lebih jauh.
Ternyata gadis yang bernama Octriasari Maharani itu dulu sudah pernah bertemu dengan Denny. Dia pernah menjadi tetangga Denny saat masih tinggal di Jakarta. Tapi, pada 1997, keluarganya kemudian pindah ke Yogyakarta. Jika dirunut-runut, Maharani masih terbilang sepupu dengan Eros dari grup musik Sheila on 7. ?Saya langsung ingat wajahnya waktu kecil setelah mengirim fotonya,? tutur Denny.
Singkat kata, keduanya merasa cocok. Setelah beberapa bulan berpacaran, akhirnya pada 28 Agustus lalu mereka menikah. Denny tidak peduli disebut menemukan pasangan lewat chatting. ?Bagi saya, chatting hanya sebagai pintu masuk karena kami akhirnya juga perlu untuk bertemu langsung,? ujarnya.
Tak terbatasnya jangkauan Internet juga memungkinkan orang mendapat pasangan dari mana saja, tidak dibatasi oleh kampung, kota, dan negara. Ini pula yang dialami Sri Raharti Hadiningrum atau biasa disapa Nining. Pada 2000, di usianya yang lebih dari 34 tahun, gadis asal Cirebon, Jawa Tengah, itu masih melajang. Pekerjaannya sebagai wartawan membuatnya lupa mencari pasangan hidup.
Suatu hari, ada temannya yang menyarankan agar ia mencari jodoh lewat Internet. Saran ini dituruti. Dia pun mulai mengintip beberapa portal seperti Matchmaker.com, Friendfinder.com, dan sebagainya. ?Ya, saya coba mencari teman saja dulu, sekalian meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris,? kata alumni Universitas Padjadjaran ini.
Mula-mula Nining kagok. Dia menghadapi ribuan orang dengan berbagai karakter dan motivasi. Kebanyakan dari mereka suka membicarakan seks dan hanya sedikit yang berbicara sopan. ?Kalau begini, mustahil mendapatkan lelaki yang sopan di Internet,? keluhnya saat itu.
Barulah setelah masuk ke situs Iwantu.com, ia mendapat kenyamanan. Anggotanya terutama orang-orang di atas 30 tahun. Di situ ada seorang lelaki asal Inggris bernama Jacob Andrew Purches, bekerja sebagai fotografer. Jake, begitulah ia biasa disapa, tengah mencari pasangan hidup. Dia memakai nama samaran Jelita. Karena tertarik nama samaran ini, Nining pun mengirim e-mail untuknya. Supaya tak kecewa, dia tidak mau terlalu berharap suratnya dibalas. Soalnya, lelaki asal Inggris itu sebetulnya mencari wanita Rusia.
Tak disangka, keesokan harinya Jake membalas e-mail-nya. Mereka lalu saling tukar informasi tentang diri mereka masing-masing dan mendiskusikan berbagai hal lewat chatting. ?Karena tidak sabaran untuk saling mengenal, kami berdua lalu berkomunikasi lewat e-mail,? tutur Nining.
Melalui e-mail, Jake bercerita bahwa dia baru bercerai karena istrinya menyeleweng. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai satu anak lelaki. Rupanya, Nining semakin tertarik. Semula dia ragu-ragu karena berbeda agama. Nining seorang muslim, dan Jake penganut Kristen Anglikan. Tapi keraguan-raguan itu sirna setelah Jake bersedia pindah agama. Hanya, ?Saya tidak akan pindah agama jika kamu tidak mengizinkan saya menikahimu,? kata Jake ketika itu.
Mendengar keseriusannya, Nining akhirnya meminta Jake datang ke Indonesia untuk bertemu dengan keluarganya. Setelah beberapa kali pertemuan, dan Jake telah masuk Islam, mereka pun menikah di Worthing, sebuah kota kecil di Inggris selatan, pada 29 Mei 2001.
Agar pernikahan mereka juga diakui oleh hukum di Indonesia, Nining dan Purches menikah lagi lima bulan kemudian di Masjid Al-Bina, Senayan, Jakarta. Tiga hari berselang, Jake langsung memboyongnya ke Inggris. Sampai sekarang Nining dan Jake menjadi pasangan yang bahagia. Mereka telah dikaruniai seorang putri, dan kini Nining tengah hamil lagi tiga bulan.
Berbagai portal jodoh memang membuka kesempatan lebar-lebar bagi si-apa pun yang ingin mencari teman atau pasangan hidup. Hal itu diakui Indriati D.F., Sekretaris Bisnis Kompas Cyber Media (KCM), yang juga mengelola kontak jodoh. Menurut dia, kontak jodoh di portal ini tidak jauh beda dengan biro jodoh yang konvensional. Perbedaannya, kini komunikasi dilakukan bukan dengan surat biasa, melainkan lewat chatting dan e-mail.
Agar tidak digunakan oleh orang-orang yang iseng, kotak jodoh di KCM menerapkan sistem keanggotaan sejak dua tahun lalu. Setiap anggota dipungut iuran Rp 33 ribu per tiga bulan. Jika orang ingin menjadi anggota selama satu semester, dikenai biaya Rp 60 ribu.
Setelah menjadi anggota, mereka mendapat fasilitas chatting, kotak pesan, alamat e-mail, dan kebebasan untuk saling berhubungan satu dengan yang lain. Tingkat keberhasilannya cukup signifikan. ?Dalam sebulan, ada dua pasangan yang melaporkan akan menikah,? kata Indriati yang didampingi Tommy Anugroho dari bagian pemasaran, saat ditemui Tempo di kantornya baru-baru ini.
Menurut Tommy, usia anggota kon-tak jodoh ini rata-rata 25-40 tahun dengan pendidikan mulai dari SMU sampai S3. Mereka kebanyakan sudah bekerja. Karena kesibukannya, mereka tidak memiliki waktu banyak untuk bergaul atau berinteraksi dengan orang-orang yang mungkin akan menjadi jodohnya.
Hal itu pula yang dulu dialami Lucia Cahyaningtias. Setelah meneruskan sekolahnya di New York, Amerika Serikat, pada 2001, praktis ia tidak bisa lagi berinteraksi dengan teman-temannya di Indonesia secara langsung. Dia akhirnya bertemu dengan jodohnya, seorang laki-laki Prancis, lewat Internet.
Mula-mula, secara tak sengaja, Lucia berkenalan dengan lelaki tersebut lewat situs sms.ac, yang saat itu memberikan pelayanan SMS gratis ke seluruh penjuru dunia. Setelah dua sampai tiga pekan saling berkomunikasi lewat pesan pendek, akhirnya mereka berkenalan lebih dalam lewat e-mail dan telepon.
Suatu hari pada April 2002, mereka pun sepakat untuk bertemu di Kota Manhattan. Rupanya, mereka saling jatuh cinta. Sesudah dua tahun berpacaran, Lucia menikahi lelaki itu pada akhir Juli lalu di New York. Rencananya, mereka juga akan melakukan pernikahan ulang di Jakarta pada Februari tahun depan.
Zaman sudah berubah. Peran mak comblang kini mulai digantikan oleh situs jodoh. Kendati begitu, berbagai situs di dunia maya hanyalah sarana. ?Internet hanyalah jembatan,? kata Lucia. Setelah mendapat kenalan dari sana, selanjutnya memang terserah Anda.
Eni Saeni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo