Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Bila Salmonela Menyerang Balita

Tujuh bayi mati mendadak di Banyuwangi. Biang keladinya bakteri salmonela. Bagaimana sebetulnya mencegah mikroorganisme ini?

8 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARMILA menatap dinding rumah sakit dengan mata kosong. Lidahnya kelur seperti menelan biji duku. Di hadapan ibu berusia 30 tahun ini tergolek bayi lelaki yang belum genap berusia sepekan dalam keadaan tak bernyawa. Padahal, sewaktu pertama menghirup udara bumi ini, si bayi tampak sehat dan segar. "Saya sedih dan kecewa," ujar wanita yang selama ini tinggal di Nabire, Irianjaya itu. Karmila tak sendiri. Hanya dalam tempo sebulan, sepanjang Juli sampai awal Agustus ini, ada enam ibu lain yang bernasib sama. Mereka kehilangan bayinya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Semuanya diawali oleh tanda-tanda yang sama. Sebelum meninggal, menurut Direktur RSUD Blambangan, Solihin M.S., bayi-bayi itu menampakkan gejala yang sama: panas, menceret, dan muntah-muntah disertai keluarnya lendir darah. Semula, dokter mengira mereka menderita penyakit kulit karena di lipatan pahanya ada bercak merah. Setelah diperiksa, ternyata bercak merah itu merupakan sel darah merah (hemoglobin) yang pecah. Sel darah pecah karena keracunan salmonela. Akibat bakteri itu, jumlah hemoglobin bayi menurun, sehingga menyebabkan kematian. Kepastian bahwa penyebab kematian itu adalah bakteri salmonela didapat setelah pihak rumah sakit melakukan tes darah. Solihin mengakui bahwa bayi-bayi itu meninggal karena dokter dan paramedis terlambat turun tangan. Mungkin karena mereka baru pertama kali ini menghadapi jenis penyakit tersebut. Tapi mereka bukan tak berusaha. Ketika gejala pertama muncul, paramedis buru-buru memberikan infus dan menginjeksikan antibiotik Cloraminicol. Sayangnya, tak mempan. Bakteri telanjur menyebar dengan ganas. Solihin sendiri tak menyangka masa inkubasi bakteri begitu pendek, dari yang biasanya 14 hari menjadi satu sampai delapan hari. Ia memperkirakan bakteri yang menyebabkan kematian bayi-bayi di rumah sakitnya itu dibawa oleh lalat dari kotoran manusia. Tapi ia menolak tuduhan bahwa penyebab kematian bayi adalah kurangnya pelayanan dan fasilitas rumah sakit. Apa pun alasannya, menurut Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular, Departemen Kesehatan, dalam satu tahun (Juli 1998 hingga bulan ini), di seluruh Indonesia tercatat 43 bayi dari 90 kasus yang meninggal karena salmonela. Angka ini belum termasuk kasus yang tidak dilaporkan. Kasus yang terjadi di Banyuwangi tergolong luar biasa karena kematian bayi akibat bakteri salmonela biasanya berlangsung sporadis. Selain itu, hal itu terjadi pada waktu singkat, secara berturut-turut, dan di tempat yang sama pula. Salmonela sebenarnya bukan bakteri baru. Kalangan medis sudah lama mengenal mikroorganisme berbentuk panjang ini. Dewasa ini ada 2.000 jenis salmonela, tapi yang telah diketahui spesiesnya baru sekitar 200. Salah satu spesies yang terkenal adalah Salmonella typhi, yang menyebabkan demam tifus. Menurut literatur kedokteran, salmonela terdapat di mana-mana, di seluruh dunia, terutama di Asia. Ia biasa hidup di tempat-tempat yang kotor, misalnya feses (kotoran manusia) dan air yang tercemar. Bakteri ini juga terdapat pada telur dan daging hewan seperti ayam, kucing, anjing, sapi, dan iguana. Mikroorganisme nakal ini bisa menyerang siapa saja, tapi yang paling rentan adalah bayi dan anak kecil. Sebagai contoh, di Amerika terdapat 5 juta kasus salmonela tiap tahun. Bakteri ini menular terutama melalui minuman, makanan, dan kontak fisik langsung, misalnya sentuhan tangan dari orang yang sudah terinfeksi dengan orang yang sehat. Individu yang tertular biasanya hanya akan mengalami gejala sakit kepala, sakit perut, diare, muntah-muntah, juga demam. Kematian akibat salmonela tergolong jarang terjadi, kecuali pada bayi yang baru lahir dan orang lanjut usia. Sesungguhnya salmonela bukan tak bisa dilawan. Ada antiobiotik semacam Cotrimoxazole, Ciprofloxacim, Nalidix Acid, dan Azythromycine untuk melawannya. Tapi sebetulnya yang paling baik adalah mencegahnya agar tidak menular. Upaya mencegah agar bakteri ini tidak menular bisa dilakukan dengan pelbagai cara, yang paling utama adalah membiasakan hidup bersih. Khusus ibu-ibu yang baru melahirkan, hendaknya selalu mencuci tangan sebelum memegang bayi, kata Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular, Achmad Sujudi. Selain itu, masaklah air minum juga makanan yang berasal dari hewan (daging, susu, dan telur) sampai matang, karena salmonela mati pada temperatur tinggi. Jangan makan telur mentah atau setengah matang. Jadi, seandainya bayi atau seorang anak sudah telanjur tertular, pertolongan pertama yang bisa diberikan adalah memberinya air sebanyak mungkin untuk menjaga keseimbangan jumlah cairan di dalam tubuh. "Kemudian berikan oralit dan segera kunjungi dokter," saran Sujudi. Bila semua ikhtiar tersebut bisa dijalankan, moga-moga saja kisah sedih Karmila tak perlu terulang. Wicaksono, Yayi Ichram (Jakarta), Zed Abidien (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus