Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rita Sutanti kedatangan ”tamu” tetap setiap dua minggu sekali, yaitu sakit kepala. Kejadian itu rutin menyerangnya selama tiga bulan belakangan. Padahal perempuan 44 tahun itu tidak sedang mengurangi makan untuk berjuang menurunkan berat badan, atau terkena penyebab puyeng lainnya, seperti stres akibat tekanan hidup. ”Sakit kepala separuh, kadang sakitnya mulai pundak, leher, sampai ubun-ubun,” katanya. Kalau sudah tak tertahankan, obat instan sakit kepala yang dijual bebas di warung pun ditenggaknya, kadang bisa sampai tiga butir sekali minum.
Dua pekan lalu, ibu rumah tangga itu memeriksakan diri ke dokter. Sebab, dia merasakan ada kebas dari ujung lengan sampai pundaknya. Lalu dipin dailah kepalanya dengan CT scan. Ternyata beberapa pembuluh darah ke otaknya tersumbat. Ibu tiga putra itu hampir terserang stroke karena sumbatan tersebut.
Belajar dari pengalaman Rita, kita memang wajib lebih waspada terhadap sakit kepala. Meskipun sebagian besar pusing tidak merupakan pertanda kehadiran penyakit lain biasa disebut sakit kepala primer (primary headache) (lihat ”Bukan Selalu Gejala Stroke”), jangan pula anggap enteng sakit kepala. Jika tak awas, bisa menyebabkan kematian.
Inilah yang kini menjadi perhatian serius para ahli saraf dan pembuluh darah. Mereka lebih memperhatikan soal sakit kepala sekunder (secondary headache), yaitu pusing yang dipicu oleh gangguan kesehatan lain, seperti tekanan darah tinggi, kelainan pembuluh darah, tumor, bahkan stroke itu sendiri. Masalah ter sebut didiskusikan di Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang, Ban ten, akhir bulan lalu, bersama dua ahli bedah saraf dari University of California San Francisco Medical Center, Randall T. Higa shida dan Nerissa U. Ko.
Hasil pembahasannya bisa menjadi dasar penanganan rumah sakit yang bersangkutan agar lebih waspada terhadap pasien dengan keluhan sakit kepala sekunder. Sebab, bisa jadi sakit kepala itu merupakan stroke mini atau transient ischemic attack. Dan alang kah baiknya bila pasien dengan sakit kepala bisa terselamatkan dari stroke seperti Rita. Sebab, bila tidak, risiko yang jauh lebih serius niscaya menanti.
Kewaspadaan serupa juga dilakukan di Inggris sejak pekan lalu. Lembaga yang bertanggung jawab atas pelayan an bedah pembuluh darah (Vascular Surgical Society) melakukan audit pe nanganan pasien sakit kepala di rumah-rumah sakit. Lembaga tersebut ingin memastikan pasien seperti itu langsung memperoleh pelayanan cepat dan tepat. Sebab, penanganan yang paling baik antara 48 jam dan tidak boleh lebih dari 14 hari setelah gejala muncul.
Kebanyakan kasus stroke, menurut dokter spesialis radiologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Prijo Sidipratomo, berawal dari gejala ringan seperti sakit kepala, yang di sertai bingung, pandangan kabur, kesemutan, dan hilang keseimbangan. ”Sakit kepala memang gejala stroke yang minimal tapi tak bisa dianggap biasa. Karena itu, harus ada pemeriksaan lanjutan, mungkin ditemukan kelainan,” ujarnya.
Pemeriksaan lebih lanjut biasanya dilakukan bila sakit kepala sampai kronis, seperti yang terjadi pada Rita: berlangsung selama tiga bulan. Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia itu, jika terkena stroke, seseorang masih bisa diselamatkan jika langsung dibawa ke rumah sakit kurang dari tiga jam setelah kejadian.
Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Ahmad Rizal Ganiem, sakit kepala sekunder bisa juga disebabkan oleh stroke.Pembuluh darah di otak sudah pecah, yang biasanya karena tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak ditanggulangi secara tuntas.
Stroke secara umum disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak dan penyumbatan pembuluh darah otak. Stroke bisa datang kapan saja tanpa disadari. Orang biasanya baru sadar ketika sudah pingsan atau terjadi kelumpuhan di salah satu sisi tubuhnya. Kejadian stroke akibat perdarahan di kelompok pasien orang Eropa sebesar 15 persen. Adapun di Asia, kejadian perdarahan sebagai penyebab stroke lebih banyak dari itu. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin, lebih dari 40 persen kasus pasien stroke datang dengan keluhan pecahnya pembuluh darah.
Namun dokter Nerissa U. Ko, neurointensivist dari University of California San Francisco Medical Center, berpendapat kudu hati-hati dalam menangani setiap kasus stroke yang disebabkan oleh sakit kepala. ”Janganlah dilakukan tindakan agresif,” ujarnya. Maksudnya, jika ada seseorang yang mengalami stroke, segera lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya, apakah bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. ”Untuk masing-masing penyebab itu, akan diambil tindakan berbeda,” katanya. Kalau masih bisa ditangani dengan obat penghancur darah beku, tak perlu diambil tindakan operasi (bedah).
Ahmad Taufik, Anwar Siswadi (Bandung)
Mengapa Pusing Rasanya Sakit
1.Informasi tentang sentuhan, sakit, suhu, dan getaran di kepala serta leher dikirim ke otak oleh saraf trigeminal, yaitu satu dari 12 pasang saraf tengkorak (cranial) yang letaknya bermula dari dasar otak.
2.Saraf-saraf tersebut memiliki tiga cabang yang berfungsi menimbulkan sensasi dari batok kepala, pembuluh darah di dalam dan luar tengkorak, garis yang melingkari otak (meninges), serta wajah, mulut, leher, telinga, mata, dan tenggorokan.
Jaringan otak sebenarnya minim saraf sensitif rasa sakit alias tidak merasakan sakit. Sakit kepala terjadi bila ujung saraf sensitif rasa sakit (nociceptor) bereaksi terhadap pemicu pusing (seperti stres, makanan tertentu, bau menyengat, atau penggunaan obat) dan mengirimkan pesan melalui saraf trigeminal ke thalamus—bagian otak yang berfungsi ”memancarkan” sensasi sakit—lalu ke seluruh tubuh. Thalamus yang juga mengontrol sensitivitas tubuh terhadap cahaya dan suara mengirimkan pesan ke bagian otak yang mengatur rasa sakit dan emosi. Namun bagian otak lain bisa juga ikut berproses sehingga menimbulkan rasa kebingungan, mual, tidak dapat berkonsentrasi, dan gejala reaksi saraf lain.
Bukan Selalu Gejala Stroke
Sembilan puluh persen sakit kepala tergolong nyeri kepala primer. Dua di antara tiga orang dewasa pasti pernah mengalami sakit kepala jenis ini sepanjang hidup. Menurut dokter spesialis saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Ahmad Rizal Ganiem, secara umum sakit kepala primer terbagi atas nyeri kepala akibat ketegangan, migrain, dan kluster.
Migrain
Ketegangan (tensi)
Kluster
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo