Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pernah dengar soal attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)? Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menggambarkan kondisi ini sebagai salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling umum. Hal ini ditandai dengan kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asosiasi Psikiater Amerika (APA) memperkirakan 8,4 persen anak dan 2,5 persen orang dewasa menderita ADHD. Namun, gejala ADHD bervariasi pada setiap orang. Dilansir dari Health Digest, ADHD dapat muncul pada orang-orang dari segala usia dan jenis kelamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADHD sulit dijabarkan karena sejumlah alasan, termasuk stigma, kurangnya informasi seputar topik tersebut, dan akses terbatas ke perawatan kesehatan. Tetapi, salah satu perjuangan terbesar terletak pada kenyataan gejalanya sangat berbeda, tergantung pada usia dan jenis kelamin.
Anak kecil dengan ADHD akan banyak melamun, mudah kehilangan fokus saat bermain atau mengerjakan tugas sekolah. Mereka sering terlihat menggeliat di kursi, gelisah, dan sering bangun untuk berlarian. Mereka berbicara berlebihan, menyela orang lain, dan kesulitan bergiliran dan bergaul dengan rekan-rekan.
Remaja memiliki gejala yang sama tetapi masalah baru muncul sebagai akibat dari tanggung jawab yang datang seiring bertambahnya usia. Ini dapat muncul sebagai masalah dengan organisasi dan manajemen waktu, berjuang untuk menyelesaikan tugas, sering kehilangan barang-barang pribadi, dan meningkatnya frustrasi dan kepekaan emosional yang dapat mempengaruhi hubungan di rumah dan sekolah.
Sementara kebanyakan orang menerima diagnosis pada masa remaja, tercatat beberapa orang memasuki usia dewasa tanpa mengalaminya. Orang dewasa dengan ADHD cenderung mengalami kesulitan naik kelas atau menyelesaikan pekerjaan, yang dapat menyebabkan masalah dengan harga diri. Penyalahgunaan narkoba umum terjadi pada orang dewasa dengan ADHD.
Sementara ADHD empat kali lebih mungkin terjadi pada pria dan anak laki-laki, wanita dan anak perempuan juga dapat mengalaminya. Namun, sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan di BMC Psychiatry menemukan wanita cenderung memiliki gejala yang lebih halus yang dapat mencakup campuran perilaku lalai dan hiperaktif.
Wanita dan anak perempuan dengan ADHD cenderung memiliki lebih banyak kesulitan dalam mengatur emosi, kemungkinan masalah sosial yang lebih tinggi, lebih berjuang dengan akademis dan harga diri, dan memiliki peningkatan risiko infeksi menular seksual dan kehamilan. Perubahan hormonal akibat menstruasi dan kehamilan juga dapat memperburuk gejala ADHD.
Penyebab dan pengobatan
Para ilmuwan telah bekerja keras mencari penyebab ADHD dan sementara belum ada jawaban pasti. CDC melaporkan keturunan bisa menjadi faktor. Penyebab lain termasuk cedera otak, kelahiran prematur, faktor lingkungan seperti paparan timbal, dan ibu merokok atau minum alkohol selama kehamilan.
Karena tidak ada tes laboratorium untuk mengkonfirmasi ADHD, diagnosis berasal dari pengumpulan informasi dari orang tua dan guru, dan evaluasi medis yang mencakup skrining pendengaran dan penglihatan untuk menyingkirkan kemungkinan masalah medis lain. Setelah diagnosis diperoleh, ADHD dapat diobati melalui pengobatan dan terapi perilaku.
Stimulan seperti metilfenidat dan amfetamin telah dianggap aman dan terbukti berhasil meredakan gejala ADHD. Tetapi, ada alternatif bagi yang tidak merespons stimulan dengan baik atau lebih memilih untuk menghindarinya.