Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Indikasi Terdapat Cancel Culture di Lingkungan Kerja

Cancel culture atau budaya membatalkan mulai merambat di lingkungan kerja dan hal tersebut mampu membuat beberapa orang terjebak. Lalu, bagaimana ciri-cirinya?

1 November 2023 | 14.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi bergosip. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena cancel culture atau penolakan terhadap seseorang bisa ditemukan di berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia kerja. Cancel culture biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang mempermalukan seseorang di depan umum, diikuti dengan penolakan untuk berinteraksi dengan orang tersebut dalam kapasitas apapun.

Dilansir dari halftheskyasia.com, cancel culture bisa juga terjadi secara kolektif tidak berbicara atau bekerja dengan seseorang karena mereka telah melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak dapat diterima. Terdapat penyebab cancel culture di lingkungan kerja, diantaranya, terungkapnya perilaku atau informasi yang tidak diinginkan, perselisihan dalam pandangan sosial, politik, atau sekadar perselisihan pribadi yang tidak dapat diatasi.

Adanya cancel culture sebenarnya untuk mengatasi dampak ketidakseimbangan kekuasaan di berbagai aspek masyarakat. Inilah sebabnya mengapa cancel culture dapat dilihat hampir di mana-mana. Di tempat kerja, misalnya, dinamika kekuasaan sangat mempengaruhi cara organisasi berfungsi. Karyawan dan pengusaha terkadang terjebak dalam permainan kekuasaan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman dan miskomunikasi yang dapat mengganggu alur proses organisasi.

Selain itu, cancel culture di tempat kerja dapat terjadi jika tidak ada upaya untuk mengatasi konflik antara pemberi kerja dan pekerja. Jika ada salah urus dalam suatu organisasi yang menyebabkan anggotanya menderita, karyawan dapat membawa masalah ini ke manajemen puncak. Namun, jika hal ini tidak diatasi, mereka dapat memilih untuk mengambil tindakan drastis di luar tempat kerja, misalnya dengan mengecam perusahaan di media sosial untuk mengungkap malpraktik yang dilakukan organisasi. 

1. Tidak adanya kebijakan dari perusahaan

Meskipun cancel culture merupakan cara untuk mengungkap kesalahan yang dilakukan perusahaan, tetapi hal ini tidak menjamin bahwa perusahaan akan menerapkan kebijakan yang dapat mengatasi keluhan karyawan. Masyarakat mungkin menyerukan pemboikotan terhadap perusahaan tersebut, meskipun tidak ada cara untuk mengetahui apakah hal ini akan berdampak jangka panjang bagi perusahaan, terutama jika perusahaan tersebut sudah cukup mapan di ranah publik.

Dilansir dari laman Half The Sky, adanya fenomena cancel culture juga dapat menjadi bumerang bagi karyawan yang menyampaikan keluhan mereka di tempat kerja ke media sosial. Meskipun tujuannya adalah untuk mengatasi permasalahan yang mendesak, terutama karena pimpinan perusahaan tampaknya tidak mendengarkan mereka. Hal ini tentu dapat menjadi penyebab pertentangan lebih lanjut. Skenario yang mungkin terjadi adalah perusahaan akan mengabaikan karyawannya dan melanjutkan cara lama mereka, meskipun telah “dibatalkan”.

2. Adanya main hakim sendiri di lingkungan kerja

Cancel culture di tempat kerja bukanlah hal yang normal. Hal tersebut harusnya dapat diatasi melalui mekanisme untuk menyelesaikan konflik. Ketika prosedur tersebut kurang atau tidak mencukupi, orang cenderung mengambil tindakan sendiri yang mengarah ke lingkungan kerja yang beracun dan konfrontatif.  Hal ini berdampak negatif terhadap dinamika kantor dan memberikan banyak tekanan pada karyawan.

Target pembatalan khususnya, karena mereka disadarkan secara brutal bahwa mereka tidak diterima. Pada gilirannya, kerja dan kolaborasi yang bermanfaat menjadi mustahil bagi individu yang terkena dampak dan mereka sering kali tidak mempunyai alternatif lain selain meninggalkan perusahaannya. 

3. Adanya dendam pribadi

Cancel culture yang marak terjadi di lingkungan kerja biasanya menyangkut konteks permainan kekuasaan atau dendam pribadi. Seseorang dapat nembuat tuduhan terhadap rekan kerja karena Anda tidak menyukainya dan kemudian membuat anggota tim lainnya menentangnya adalah cara yang umum untuk memperkuat status dan posisi Anda dalam organisasi.

Hal ini dapat mempunyai dampak jangka panjang terhadap target, khususnya ketika tuduhan tersebut dibesar-besarkan atau tidak adil. Targetnya mendapati diri mereka sendirian di lingkungan yang tidak bersahabat hanya karena kesalahan mereka sendiri dan hal ini dapat secara signifikan mempengaruhi kesehatan mental dan kinerja profesional mereka. 

Selain itu, tim dan perusahaan yang lebih luas kemungkinan hanya mendengarkan satu sisi cerita, sehingga sulit untuk menjelaskan apa yang terjadi kecuali penghasutnya meminta maaf secara terbuka atau situasinya diselesaikan melalui jalur yang sudah ada. 

Pilihan Editor: Mengenal Cancel Culture dalam Kehidupan Bersosial Media 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus