Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Mengenal Cancel Culture dari Pakar UNAIR

Pakar komunikasi asal UNAIR Nisa Kurnia Illahiati berpendapat bahwa perilaku cancel culture dapat menjadi pola perilaku pada pengguna media sosial.

17 Februari 2022 | 20.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi bermain media sosial. (Unsplash/Leon Seibert)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Istilah cancel culture baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial. Bentuk ketidaksukaan ini umumnya diutarakan demi menghilangkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Namun semakin kesini, cancel culture tidak hanya digunakan untuk menghilangkan perilaku yang melawan norma, namun juga sebagai pelampiasan netizen dalam bermedia sosial. Pakar komunikasi asal Universitas Airlangga (UNAIR) Nisa Kurnia Illahiati berpendapat bahwa perilaku ini dapat menjadi pola perilaku pada pengguna media sosial di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Netizen memiliki kecenderungan untuk terburu-buru mengakses kekuasaan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak, tanpa terlebih dahulu mengecek kebenarannya seperti apa. Saya lihat makin kesini menjadi salah satu behavioral pattern dari netizen Indonesia,” katanya seperti dikutip di laman resmi UNAIR pada Kamis, 17 Februari 2022.

Dari sudut pandang komunikasi, Nisa mengatakan hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya literasi disertai oleh nafsu ingin menghakimi oleh warganet. Minimnya budaya literasi, kata dia, akhirnya menyebabkan seseorang menutup diri dari realitas yang sebenarnya bisa dicari dan langsung menghakimi seseorang.

Standar ganda terhadap diri sendiri, juga disebutkan Nisa sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi budaya ini. Perilaku yang ditunjukan public figure, kata dia, bila dilakukan oleh netizen akan menimbulkan perlakuan yang berbeda. "Misalnya dia tidak boleh, dan saya boleh,” jelas dia.

Ia melanjutkan, media sosial kerap digunakan sebagai media escapism yaitu pelarian dari dunia nyata yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Sehingga, dapat dipahami bila banyak orang menuangkan komentar kebencian di media sosial.

“Meski dapat dipahami, namun hate comment merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Karena saat kita melakukan cancel pada seseorang, ada perspektif dimana kita tidak memikirkan dampak yang mungkin terjadi pada orang tersebut,” katanya

Mengingat dampak yang ditimbulkan, Nisa menyarankan warganet untuk tetap bijak dalam menggunakan media sosial. “Sebelum kita melakukan cancel pada seseorang, kita harus mengonfirmasi dan memberikan hak jawab pada orang tersebut. Sebagai netizen, kita mungkin tidak memiliki hak untuk cancel dia, karena tidak benar-benar tahu apa yang terjadi,” kata dosen bidang keahlian Studi Media UNAIR tersebut.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus