Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Dampak Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Penderita, Kualitas Hidup Turun

Dokter mengingatkan penyakit paru obstruktif kronis dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderita.

29 Mei 2023 | 21.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit pada paru-paru yang terjadi dalam jangka panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru sehingga akan mengalami keluhan sesak napas. Triya Damayanti dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengingatkan PPOK dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Yang penting itu adalah kualitas hidupnya. Kualitas hidupnya jadi sangat terganggu. Dia tergantung pada orang, akhirnya, atau tergantung pada penggunaan oksigen kalau yang sudah semakin berat," kata anggota Kelompok Kerja Asma dan PPOK PDPI itu di Jakarta, Senin, 29 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbeda dengan asma, Triya mengatakan gejala sesak napas pada PPOK bersifat terus-menerus. Ia mencontohkan penderita PPOK biasanya tidak mampu menyelesaikan pekerjaan fisik yang butuh tenaga atau gerak otot seperti pada orang normal. Hal ini akan memperburuk dan mengganggu aktivitas kehidupannya sehari-hari.

"Kalau pada PPOK itu sesak napasnya semakin lama semakin berat, gradual, dan progresif. Yang tadinya bisa jalan, katakanlah 1 kilometer, terus semakin lama 100 meter saja sudah enggak kuat. Sesak, berjalannya lebih lambat sehingga dalam melakukan aktivitas sehari-hari menjadi terganggu," ujarnya.

Menurut penelitian Global Burden Disease pada 2022, PPOK di Indonesia menduduki peringkat kesembilan untuk estimasi nilai years of life lost (YLL) atau jumlah tahun yang hilang akibat PPOK dari total usia harapan hidup. PPOK kerap ditemukan pada orang berusia di atas 40 tahun dengan faktor risiko utama merokok dan pajanan polusi udara dari lingkungan sekitar. 

Yang disayangkan, usia penderita PPOK rata-rata masih dapat dikatakan produktif. Sebelum mendapatkan diagnosis, Triya mengatakan penderita biasanya belum menyadari kemunculan gejala seperti batuk, sesak napas, dan produksi dahak sebetulnya terkait PPOK. Oleh sebab itu, dia mengingatkan pentingnya untuk tidak abai terhadap gejala tersebut dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan primer.

"Pasien mungkin meremehkan gejala keparahannya, seringkali menganggap, 'Oh, ini mungkin karena hubungannya dengan usia.' Dan juga tidak meminta pertolongan medis secara langsung," papar Triya.

Cegah keparahan
Dengan pengobatan yang dilakukan lebih awal, diharapkan eksaserbasi atau perburukan pada penderita dapat dicegah. Apabila orang sudah didiagnosis menderita PPOK dan mengalami eksaserbasi maka fungsi paru-paru tidak akan sama lagi seperti sedia kala.

Pada beberapa kasus, penderita PPOK masih mengalami gejala sesak napas walaupun sudah diresepkan obat. Kondisi ini dapat berisiko memperburuk penderita yang sudah mengalami eksaserbasi sebelumnya. Hal tersebut masih menjadi salah satu tantangan dalam penatalaksanaan bagi para dokter. Meski demikian, Triya tetap menekankan pentingnya pasien mematuhi pengobatan atau terapi yang diberikan dokter.

"Inilah yang harus kita lakukan, bagaimana pencegahan jangan sampai pasien PPOK mengalami eksaserbasi," tegas Triya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus