SUDAH 10 tahun ia disiksa aambeien atau wasir. Tubuhnya kurus.
Kalau ia ke belakang, kotorannya bercampur darah.
R. Memed, bekas pamong di Depok yang pensiunan itu akhirnya
setahun lalu menemui dr Y.M. Sugiarta, 35 tahun, yang
sehari-harinya bertugas di Rumah Sakit Jiwa Bogor dan sore hari
buka praktek pribadi. Borraginol dan Essaven (keduanya obat
wasir) diberikan dokter itu kepadanya. Namun penyakitnya
membandel.
Sugiarta kemudian mengirimnya ke Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia, Bogor. Di situ operasi yang direncanakan untuk
mengenyahkan wasirnya tak bisa dilaksanakan karena keadaan
tubuhnya yang sangat lemah. Ia kembali ke rumah.
"Saya tak bisa tidur memikirkan Pak Memed," kisah dr Sugiarta,
yang akhirnya teringat pada daun handeuleum (Praptophyllum L.
Griff) sebagai obat wasir tradisionil yang populer di
Temanggung, Jawa Tengah. Dokter lulusan Universitas Gajah Mada
itu berangkat ke sana mencari daun itu yang panjangnya rata-rata
15 dan lebar 7 cm.
Daun itu harus direbus 7 lembar dan dicampur gula aren. Air
rebusan sebanyak 3 gelas dibiarkan mendidih terus hingga tinggal
hanya 1 gelas. Inilah yang harus diminum tiap hari.
Pasien Memed mencobanya tiga hari berturut-turut, dan
pendarahannya ternyata berhenti. Tiap dua hari sekali (selama
sebulan) Sugiarta meneliti pasiennya. Ambeinnya mengecil dan
baik. Sugiarta bercerita pada Bachrun Suwatdi dan TEMPO bahwa
dalam setahun ini sudah 16 penderita wasir yang datang berobat
kepadanya. Sepuluh di antara mereka penderita kelas berat
(sudah mencapai stadium 3). Semua tertolong. "Ternyata rebusan
handeuleum tidak membawa efek samping," ulas dokter itu.
Untuk Penghijauan
Sugiarta masih ingin mengetahui apa yang dikandung daun tersebut
dan bagaimana cara kerjanya, hingga bisa menciutkan wasir yang
sudah parah. Ia menghimbau para peneliti supaya memberikan
perhatian. "Kalau nanti memang ternyata ampuh untuk wasir, saya
berniat mengusulkan kepada pemerintah daerah Bogor agar
mengadakan penghijauan dengan pohon ini," katanya. Maksudnya,
supaya daun itu gampang diperoleh.
Menurut Herbarium Bogor, tumbuhan itu banyak terdapat di daerah
Jawa Barat, khususnya Sukabumi Selatan. Daunnya yang muda sering
juga digunakan penduduk sebagai bahan makanan. Pada upacara
menuai padi. handeuleum ini digunakan pula sebagai pelindung
sajen di sawah.
Sugiarta mulai mengenal khasiat daun ini di perkebunan tembakau
di Temanggung, bekas milik orang Perancis. Rupanya orang
Perancis itu menitipkan pohon handeuleum yang bibitnya dibawa
dari luar negeri.
Wasir pada tingkat gawat biasanya ditolong dengan operasi,
demikian dr Ibrahim Ahmadsyah, ahli bedah di RS Cipto
Mangunkusumo. Ia tidak spontan menyambut pengobatan dengan daun
handeuleum. "Pernah juga ada yang memperkenalkan obat wasir yang
dibuat dari tinja semut. Setelah dicoba pada 60 pasien, ternyata
hanya mampu melancarkan buang air besar. Sedang wasirnya
tidak," katanya.
Sibuk Comfrey
Drs B. Dzulkarnain, staf ahli penelitian dan pengembangan
Depkes, dosen luar biasa di jurusan farmasi FIPIA-UI dan Ketua
Himpunan Peneliti Bahan Obat Alam, menyambut gembira penemuan
dokter di Bogor itu. Namun ia sendiri belum sempat langsung
turun ke laboratorium untuk memeriksa daun handeuleum. Banyak
waktunya masih terpakai untuk meneliti daun comfrey yang ramai
sampai sekarang. Tapi diketahuinya handeuleum "tidak mengandung
racun." Comfrey yang diduga bisa menyembuhkan kanker masih
diperdebatkan para ahli.
Kalau memang benar berkhasiat, handuleum bermanfaat ganda.
Pertama harganya murah. Kedua, biaya operasi wasir -- mencapai
Rp 100.000 -- bisa dihematkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini