Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mbak Ita Dari Yogya

Perpustakaan gratis untuk anak-anak kurang mampu didirikan oleh Ita, 21, dirumahnya, di Yogyakarta, dengan beberapa kegiatan lainnya, seperti menggambar, bermain dan menjahit dengan tangan. (pdk)

26 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMANG bukan baru sekali ini datang seruan betapa pentingnya sebuah perpustakaan. Dalam penutupan Kongres IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) IX di Hotel Sahid, 1 Mei lalu, Menteri P&K Daoed Joesoef bahkan mencanangkan gagasan baru: P&K merencanakan mengadakan mata pelajaran mengulas buku. Semua itu diusahakan guna menggalakkan minat baca para pelajar. Tapi di Yogyakarta ada seorang mahasiswa IKIP Negeri, yang bukan karena seruan para pejabat mengusahakan satu perpustakaan gratis untuk anak-anak kurang mampu Ita Fatia Nadia, 21 tahun, tergugah sejak duduk di kelas II SMA. "Kalau saya bisa membaca buku banyak dan tambah ilmu, kenapa anak-anak yang kurang mampu itu tidak," kata gadis manis ini kepada TEMPO. Baru September tahun lalu impian itu terlaksana. Sampai Januari tahun ini, ia menggunakan teras rumahnya sebagai ruang perpustakaan. Karena jumlah anggota meningkat sampai 50 anak, apa boleh buat, musti cari tempat. Pebruari ia mendapat tempat di sebuah gang sempit, di Ngadiwinatan. Ruang seluas 6 x 3 meter itu dikontraknya Rp 36 ribu setahun. Semua biaya keluar dari saku Ita sendiri -- maklum dia ini datang dari keluarga berkecukupan. Ada juga sedikit bantuan yang kadang-kadang diterimanya, dari Sudjoko -- dosen ITB dan kolumnis dan sering juga menulis di TEMPO. Itulah kenapa Perpustakaan Kawanku -- begitulah nama perpustakaan itu dan tak ada hubungan apa pun dengan majalah Kawanku -- sekarang agak kesulitan membeli buku-buku baru. Jika semula perpustakaan dibuka tiga hari dalam seminggu, kini hanya hari Minggu saja. Ini supaya 90 anak anggotanya tak cepat jemu. Pendidikan Murah Sebetulnya yang dilakukan mbak Ita -- begitu anak-anak memanggilnya -- tidak hanya perpustakaan saja. Tapi boleh dinilai sudah sebuah semi sekolah. Sebab tiap Selasa dia membuka acara menggambar Setiap Jum'at pagi khusus untuk anak-anak balita (di bawah lima tahun) dengan acara kegiatan bermain-main yang alat permainannya dibelinya dari pabrik mainan anak Karya Bakti. Jum'at sorenya untuk anak yang lebih dewasa, dengan acara menjahit dengan tangan. Tak jelas, kenapa Ita memilih acaranya begitu. Kesimpulan yang bisa ditarik, mungkin, ternyata minat baca anak-anak atau pelajar sebenarnya bukannya tak ada. Yang tak ada ialah tempat di mana mereka bisa memperoleh buku dengan gampang. Tak semua anak tentunya, berminat dan bisa beli buku. Perlu pancingan. Ini terbukti dari sebuah perpustakaan anak-anak di Pakanbaru, yang berdiri hampir bersamaan dengan perpustakaan Kawanku. Dibuka sejak 1 Oktober 1978, sampai dengan Maret 1979 perpustakaan tersebut mencatat pengunjung 1.650 anak. Komentar seorang guru SD di Pakanbaru yang mengikuti perkembangan perpustakaan tersebut: "Minat baca di kalangan anakanak sebenarnya sejak awal sudah ada. Tapi mereka lebih suka menyerbu taman bacaan yang menyewakan komik murahan. Dengan adanya perpustakaan ini, perhatian anak-anak bisa diarahkan." Dibuka tiga kali seminggu -- Sabtu, Minggu dan Rabu -- perpustakaan yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan Kanwil Dep. P&K Riau ini telah memiliki seribu lebih buku bacaan. Direncanakan tahun ini koleksi buku menjadi 3 ribu. Tentu saja Perpustakaan Kawanku di Yogya boleh iri Tapi jangkauan Ita agaknya -- tanpa dikehendakinya sendiri -- lebih meluas. Tidak saja anak-anak yang mendekati dia, tapi juga ibu-ibu, yang minta diajari ini-itu. Sayang teman-teman Ita rupanya tak cukup tertarik kepada usaha semacam ini Padahal timbulnya perpustakaan adalah awal sebuah pendidikan yang murah, yang intinya berarti belajar sendiri terus-menerus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus