Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Suara Pembaruan dari Cawang

Harian sore yang baru bernama "suara pembaruan" dalam waktu dekat akan diterbitkan oleh pt media interaksi utama. tokoh-tokoh dari pt sinar kasih tampil dalam manajemen puncak. (md)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK lama lagi Harian Terbit akan punya teman. Terbit menjadi satu-satunya tumpuan informasi penduduk Jakarta sepulang kantor, sejak Sinar Harapan dilarang terbit awal Oktober tahun silam. Ditutupnya harian sore tertua itu, yang pertama kali terjadi sesudah SIUPP menggantikan SIT (Surat Izin Terbit) 1984, karena dinilai pemerintah telah menyiarkan berita yang tak hanya spekulatif, tetapi juga dapat menggelisahkan masyarakat. Misalnya lewat penerbitan 8 Oktober 1986, SH menurunkan berita utama: Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor. Tanda-tanda hadirnya sebuah media sore baru menjadi jelas ketika awal tahun ini Menteri Penerangan Harmoko memberikan keterangan pers sehabis diterima Presiden Soeharto di Bina Graha. Departemen Penerangan, demikian Menteri, menyetujui diterbitkannya sebuah koran sore baru. "Insya Allah dalam bulan Januari ini," ujar Harmoko, yang menegaskan bahwa surat kabar baru tadi bukanlah pengganti Sinar Harapan. Kabarnya, hari-hari pekan ini SIUPP koran baru - yang kabarnya bernama Suara Pembaruan itu akan dikeluarkan Departemen Penerangan. Agaknya, segala persyaratan untuk memenuhi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) telah komplet dipenuhi. PT Media Interaksi Utama (MIU) merupakan badan hukum yang menerbitkan media sore itu. Didirikan di hadapan notaris terkenal Kartini Muljadi, Jumat pekan lalu, MIU menampilkan H. G. Rorimpandey sebagai presiden komisaris. Sedangkan J.C.T. Simorangkir dan Komang Makkes, masing-masing sebagai komisaris PT yang baru dibentuk tadi. Soedarjo dan Albert Hasibuan menduduki jabatan presiden direktur dan direktur. Nama-nama yang agaknya dipandang "netral" memang tampil dalam manajemen puncak harian baru itu. Misalnya nama Soedarjo yang menduduki jabatan presiden direktur itu. Pria kelahiran Yogya ini dikenal sebagai pengusaha bertangan dingin. Teman dekat Menteri Keuangan Radius Prawiro - semasih duduk di bangku sekolah di Yogya, dulu - mulai tahun 1973 masuk dalam keluarga PT Sinar Kasih sebagai Presiden Direktur PT Sinar Agape Press, percetakan yang dulu mencetak SH. Sebagai seorang Kristiani yang saleh, ia tercatat aktif sebagai jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Soedarjo, yang dikenal sebagai perantara dalam bisnis ekspor komoditi terutama kopi, lada, dan teh, belakangan juga bergerak dalam bisnis real estate. Seorang pengacara, yang juga anggota DPR dari FKP, akan menjadi pimpinan umum media yang akan terbit itu. Albert Hasibuan, 48, penasihat hukum PT Sinar Kasih, semula menolak ketika ditawari jabatan sebagai pemimpin umum koran baru itu. Maklum, dia merasa tak punya pengalaman di bidang penerbitan pers. Pengacara yang ikut mencari penyelesalan sengketa warisan Haji Thahir dengan Kartika Sari di Pengadilan Tinggi Singapura beberapa tahun silam ini rupanya merupakan figur yang bisa diterima banyak pihak, termasuk orang-orang dalam eks Sinar Harapan. Maka, Ketua Bidang Cendekiawan DPP Golkar itu pun akhirnya tak bisa mundur lagi, dan menerima tawaran menjadi orang No. 1 di Suara Pembaruan. Siapakah pemimpin redaksi? Inilah yang kabarnya paling sulit dicari. Tapi akhirnya ditemukan juga, dan masih tergolong "orang dalam". Dialah Setiadi Tryman, 50 -- orang lama Sinar Harapan, yang terakhir dikenal sebagai penjaga gawang rubrik kocak "Surat-Surat Nyasar", dan redaktur film Sinar Harapan. Laki-laki kelahiran Semarang yang bernama lengkap Setiadi Tryman Mashursyah ini memang akrab dengan dunia film sampai sekarang. Selain pernah menjadi wartawan koran Berita Indonesia pada tahun 1960-an, dia dikenal sebagai penulis skenario yang sering mendampingi sutradara dalam beberapa film, seperti Inem Nyonya Besar (1977) dan Sopirku Sayang (1978). Tadinya, nama Dr. Sutarno yang santer disebut-sebut akan duduk sebagai pemimpin redaksi koran baru itu. Sutarno, bekas Rektor Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, seperti halnya Albert, tak mempunyai pengalaman di bidang jurnalistik. Sekalipun semasa mahasiswanya dia pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Lulusan STT Jakarta dan Vrij Universiteit di Negeri Belanda tersebut tahun lalu duduk sebagai Ketua Komisi Studi hari ulang tahun ke-25 Sinar Harapan. Mungkin soal pengalaman jurnalistik itulah yang antara lain membuat para perumus koran baru itu menoleh kepada Setiadi. Tapi yang agaknya paling membesarkan hati bagi banyak karyawan pers di eks Sinar Harapan adalah ini: markas besar mereka di Cawang, yang selama ini terasa lengang, akan ramai kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus