Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Diracik deregulasi obat

Munas ke-8 gabungan pengusaha farmasi terpilih hartono mangunsentana sebagai ketua umum.deregulasi 28 mei di bidang farmasi menyulitkan industri farmasi yg tdk efisien.pengusaha farmasi mengeluh.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBAGAI keluhan muncul dalam musyawarah nasional ke-8 Gabungan Pengusaha Farmasi. Munas tersebut berlangsung di Hotel Ambarrukmo, Yogya, Kamis pekan silam hingga awal pekan ini. Pangkal keluhan para pengusaha farmasi itu akibat deregulasi tata niaga obat yang ditetapkan 28 Mei lalu. Dasar pemikiran deregulasi adalah mengatasi tingginya harga obat. Ini gara-gara industri farmasi dan perdagangan obat tidak sehat. Sampai kini jalannya sebagian besar dari sekitar 300 industri farmasi tidak efesien. Produknya yang dipasarkan 1.200 distributor juga sama tidak efisien. Sedangkan penyalurannya ke seluruh Indonesia melalui 2.211 apotek. Keadaan tadi tentu tak terlepas dari peraturan tata niaga obat yang dibuat pemerintah di masa lalu. Proteksi industri farmasi dalam negeri yang dijalankan pemerintah bahkan membuat industri farmasi itu tak terkontrol. Termasuk ketentuan distribusi dan korupsi dalam perizinan tata niaga obat. Karena itu, sebelum menurunkan deregulasi 28 Mei, Departemen Kesehatan melakukan deregulasi perizinan di lingkungan sendiri. Sasarannya, menekan "biaya siluman" sehingga tak ditanggung perusahaan industri farmasi, di samping merangsang pertumbuhan apotek. Salah satu prinsip deregulasi 28 Mei memang mencegah dampak inefisiensi industri farmasi, yaitu menurunnya mutu obat. Untuk maksud itu, Depkes menetapkan standar CPOB (cara pembuatan obat yang baik). Sedangkan yang menetapkan standar mutu adalah WHO, Organisasi Kesehatan Sedunia. Selain itu, pemerintah mendukung produksi dan pemasaran obat generik supaya harganya terjangkau masyarakat. Dalam peta terakhir ini, pasar menunjukkan indikasi menaiknya kebutuhan obat generik. Dengan kata lain, memang mungkin obat jenis ini mendominasi pasaran obat. Paling tidak, produksinya bakal diserap oleh lembaga kesehatan pemerintah, yang diharuskan menggunakan obat generik. Di sektor ini diserap hampir 25% dari obat yang beredar. Mengantisipasi keadaan tadi, menurut Slamet Soesilo, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM), mulai September ini obat generik tidak lagi diproduksi hanya oleh badan usaha milik negara (BUMN). Sejumlah perusahaan swasta juga sudah dibolehkan memproduksinya. Maka, beralasan bila di munas tersebut muncul keluhan tentang deregulasi mengancam industri farmasi kecil. Mereka masih harus membenahi manajeman, sebab di masa lalu berjalan tidak efisien. Bersamaan dengan itu, untuk memburu standar CPOB, mereka harus menambah investasi. Namun, ketika peluang produksi obat generik dibuka, rupanya banyak industri farmasi kecil belum siap menyambutnya. Menurut Slamet Soesilo, keluhan muncul karena di lingkungan industri farmasi itu tidak sedikit pengusaha yang berlindung pada regulasi lama. Selain mendapat kemudahan akibat proteksi pemerintah, mereka juga biasa main pat-gulipat dalam perizinan. Sekarang, mereka diharuskan bekerja secara profesional. "Kalau mau maju, kita memang harus bekerja profesionalistis," kata Menteri Kesehatan Dr. Adhyatma seusai memberi pengarahan di munas. Ternyata, tidak semua orang bisa melakukannya. Yang tidak mampu, menurut Menteri, lebih baik pindah ke bidang lain. Kini industri farmasi menghadapi dilema. Sebabnya, pasar obat yang mengalir, lewat apotek sulit diduga. Pangsa pasarnya 49%, sedangkan tingkat konsumsi obat nasional relatif kecil. Survei Ditjen POM menunjukkan angkanya pada 1987 tak sampai dua dolar AS per kapita. Bahkan sampai kini naiknya sangat lambat. Di samping itu, walau proses perizinannya sudah dipersingkat Depkes, pertumbuhan apotek sebagai ujung tombak pemasaran obat menghadapi masalah, seperti masih kurangnya jumlah dan supply apoteker. Ini mencolok bedanya dibanding jumlah dokter. Karena berbagai masalah tersebut, tentu industri farmasi sulit memperhitungkan investasinya. "Padahal, mencari kredit investasi mudah, tapi sulit bagi kami mengembalikannya," kata R. Wahyudi, salah seorang manajer industri obat PT Tempo yang ikut dalam munas. Untuk menghadapi kesulitan itu, lalu peserta munas melontarkan berbagai usul. Misalnya, industri farmasi besar termasuk PMA dan BUMN mau menjadi bapak angkat industri farmasi kecil. Ada pula saran agar dilakukan tukar-menukar produk (cross toll manufacturing) di antara industri farmasi. Industri farmasi kecil cukup mempunyai satu jenis produk yang memenuhi persyaratan CPOB, misalnya tablet. Sebaliknya, kalau industri ini mau menjual obat jenis sirup, ia bisa memanfaatkan indus lain yang memiliki CPOB sirup. Menteri Adhyatma prinsipnya menyetujui semua usaha perbaikan industri farmasi. "Mereka memang harus pandai-pandai mencari jalan keluar, apakah dengan merger, spesialisasi, atau sistem bapak angkat," katanya. Agaknya, kesempatan masih terbuka bagi industri farmasi, mengingat petunjuk teknis deregulasi 28 Mei belum disusun. Lalu adakah industri farmasi yang rontok akibat deregulasi 28 Mei? "Belum ada," kata Slamet Soesilo. Apalagi syarat CPOB baru dilaksanakan 1994. Tapi, menurut Eddie Lembong, bekas wakil ketua umum GP Farmasi, dasar deregulasi 28 Mei melindungi konsumen, yang dampaknya terasa bagi sejumlah industri farmasi. "Dan kesulitan-kesulitan yang timbul menjadi tanggung jawab GP Farmasi," katanya. Untuk melincirkan berbagai masalah tersebut, kemudian munas menyusun pengurus baru. Terpilih Hartono Mangunsentana jadi ketua umum GP Farmasi, menggantikan Amir Basir. Sedangkan Anthony Charles Sunarjo menggantikan Eddie Lembong. Muka-muka lama yang diracik ini hanya berganti-ganti formasi. Jim Supangkat, R. Fadjri, M. Aji Surya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus