DI pintu masuk ruangan seorang dokter ahli di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, tertulis: Praktek Senin-Kamis jam 10.00.
Dokter yang pegawai negeri itu melakukan praktek swasta pada jam
dinas di rumah sakit pemerintah. Bolehkah itu?
Pokoknya, belum terdengar adanya pasien yang menjadi korban
karena tiadanya dokter di rumahsakit itu. Biasanya mereka yang
menghilang dari jam kerja adalah para dokter senior, yang sudah
mengatur dokter muda sebagai pengganti mereka di klinik. Sedang
mereka pada jam dinas itu mungkin masih berada di rumah
menghadapi pasien pribadi, atau di klinik spesialis, atau di
rumah sakit swasta. Yang jelas mereka melanggar peraturan jam
kerja sebagai pegawai negeri. Dan ini mau ditertibkan oleh
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr I.G.M. Brata Ranuh
MPH, dengan instruksinya 12 Pebruari atas nama Menkes. "Praktek
dokter di rumahsakit swasta atau tempat praktek pribadi selama
jam kerja pemerintah bertentangan dengan peraturan kepegawaian
maupun syarat memperoleh izin praktek swasta," kata Brata Ranuh.
Sekalipun hanya segelintir dokter yang terkena karena instruksi
itu, seluruh korps nampaknya seperti kena getahnya juga. "Tugas
seorang dokter sebenarnya tidak bisa dibatasi oleh jam dinas
pegawai pemerintah. Kalau dibatasi bisa celaka," kata Ketua Umum
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, dr Samsudin MSc.
Dari Yogyakarta, dekan FK-UGM Prof.Dr. Teuku Jacob seperti
dikutip harian Kompas mengingatkan supaya penertiban jam kerja
tidak hanya bagi dokter, tetapi harus mencakup pula pegawai
negeri lain. Ia menunjukkan praktek swasta pada jam kerja banyak
pula dilakukan para sarjana teknik dan ekonomi. Diakuinya bahwa
pegawai negeri, termasuk dokter, tidak boleh kerja sambilan pada
waktu dinas.
Dari Medan, ahli penyakit kebidanan dan kandungan Prof. dr. HM
Jusuf Hanafiah bisa menerima instruksi itu. Tapi, katanya,
pelaksanaan instruksi itu haruslah bijaksana, jangan sampai
memancing sikap keras dari para dokter. Dikuatirkannya tentang
kemungkinan seorang dokter menolak memberikan pertolongan di
luar rumahsakit pada jam kerja. Para dokter prihatin sekali
sesudah adanya instruksi tersebut. Isinya tidak secara tuntas
menjelaskan praktek pribadi bagaimana yang dilarang. Namun
persoalannya makin dijelaskan oleh Menkes dr Suwardjono
Surjaningrat pekan lalu. "Yang mau diatur adalah dokter yang
praktek di rumah sampai jam 11 pagi, setelah itu baru ke rumah
sakit. Bukan yang bekerja di rumahsakit swasta," katanya kepada
para wartawan.
Para dokter yang bekerja di rumahsakit swasta, menurut
Suwardjono, selama ini sudah diatur agar tidak mengganggu
pelayanan bagi masyarakat di rumahsakit pemerintah. "Untuk
Jakarta, misalnya, dengan Rumahsakit Carolus dan Cikini telah
diatur mengenai dokter pemerintah yang diperbantukan ke sana,"
tukas Menkes. "Dokter yang diperbantukan pada rumahsakit swasta
tidak terkena langsung instruksi Dirjen Yankes itu. Telah diatur
agar pelayanan kepada masyarakat di luar rumahsakit pemerintah
tetap berlangsung."
Namun Menkes masih perlu juga membenahi pelaksanaannya. Selama
ini penyaluran tenaga dokter spesialis dari rumahsakit
pemerintah tidak ditangani langsung oleh direktur rumahsakit
itu. Menkes mengakui sistim ini memungkinkan timbulnya "mafia
dokter ahli" yang mengatur penempatan dokter di tempat yang
tambun dan kurus.
Hanya Jakarta?
Kerja-sambilan di kalangan dokter pemerintah terutama menonjol
di Jakarta. Di kota lain -- seperti Bandung, Surabaya dan Medan
--nampaknya belum begitu menyolok. Dan kalaupun ada dokter yang
praktek di luar rumahsakit, menurut Prof Rachmat Santoso, dekan
FK Universitas Airlangga, Surabaya, mereka sudah mendapat izin.
Buat Jakarta sendiri nampaknya praktek dokter pegawai negeri di
klinik-klinik spesialis paling mendesak untuh ditertibkan.
Klinik tersebut dibuka mulai jam 08.00. "Pelaksanaan istruksi
itu di Jakarta ini harus dengan persuasi, sebab saya menghadapi
kaum intelek. Tak bisa tergesa-gesa. Harus bertahap. Sekarang
ini saya berunding dengan perhimpunan keahlian dari IDI untuk
mencari jalan terbaik untuk mengisi tenaga dokter di klinik
spesialis itu," urai dr. Sudarso, kepala dinas kesehatan DKI,
Jakarta.
Klinik spesialis yang membikin tarif tinggi untuk golongan mampu
nampaknya tidak mungkin diciutkan. "Tapi kalau klinik spesialis
mau dibenahi, mengapa harus menampar para dokter dulu. Atur
sajalah misalnya supaya klinik hanya boleh buka setelah jam
kerja," cetus dr Sri Bekti Subakir dari bagian faal FK-UI,
Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini