Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada Tepuk Tangan Tapi Masih ...

Faktor musim & hama wereng sangat menentukan produksi beras, tapi Mentan Sudarsono Hadisaputro optimis panen akan lebih baik. Sementara petani beralih ke tengkulak, karena persyaratan Bulog berat. (eb)

28 April 1979 | 00.00 WIB

Ada Tepuk Tangan Tapi Masih ...
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TEPUK tangan riuh sekali ketika peserta dari Jawa Timur memberikan laporn dalam rapat pengadaan pangan ke I 1979, pada 19 April lalu di Gubernuran Surabaya. Maklumlah, jurubicara itu, Moh. Amin Wakil Kadolog Ja-Tim mengusulkan agar Bulog mau menerima padi yang kadar pecah dan butir hijaunya 8%. Selama ini Bulog hanya menerima padi yang kadar pecah dan butir hijaunya 5%. Tapi dalam suatu rapat yang dipimpin sendiri oleh Menteri Pertanian Prof. ir. Sudarsono Hadisaputro, akhirnya disetujui Bulog bersedia menerima kadar pecah dan butir hijau 7%. "Tapi itu hanya berlaku untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah," kata Menteri. Jadi daerah lainnya tetap saja berlaku 5%. Menteri yang ahli pertanian itu rupanya tak beranggapan adalah penggunaan jenis VUTW yang oleh sementara pihak dipandang punya kelemahan memiliki kadar pecah dan butir hijau yang tinggi. "Tingginya butir hijau itu bisa diatasi kalau waktu panennya sudah cukup tua," katanya dalam konperensi pers seusai rapat. Dan tingginya kadar pecah 'bisa diatasi dengan teknik penggilingan yang lebih baik." Tapi sudahlah. Menteri Sudarsono tampak optimis bahwa panen tahun ini akan "sedikit lebih baik dari tahun lalu." Berapa lebihnya Menteri sendiri merasa baru bisa membuat ramalan setelah Mei nanti. Tapi dalam APBN 1979/1980 target produksi beras memang tercatat 17,5 juta ton. Pengalaman masa lampau menunjukkan bahwa musim dan hama wereng merupakan dua faktor utama yang menentukan berhasil tidaknya produksi. Musim hujan tahun ini nampaknya tak akan banyak berbeda dari musim hujan tahun lalu. Kalau saja musim berjalan baik seperti sekarang, itu agaknya berarti pertanda baik bagi produksi padi tahun ini. Bagaimana dengan wereng? Hama yang jahanam itu memang masih merajalela, menyedot butir-butir padi hingga banyak yang kopong. Untuk mengurangi risiko serangan wereng itu, pemakaian jenis varitas utama tahan wereng (VUTW) mulai meluas di kalangan petani. Di Kabupaten Magetan, Jawa Timur misalnya, 80% petani sudah memakai jenis VUTW itu, tapi toh 40% dari tanaman padi di sana ludes dihantam wereng. Apa sebabnya? "Itu karena pemakaiannya masih terbatas pada biotip I," begitu kata Bupati Bambang Kusbandono pada TEMPO. Rupanya ada juga VUTW yang sudah menjadi kedoyanan wereng. Maka mengutip hasil rapat tersebut, Menteri Pertanian menyatakan bahwa seluruh pulau Jawa-Bali dan Sumatera diproklamirkan sebagai daerah biotip II. Artinya, harus menanam padi jenis IR 32, 36, 38, karena IR 26, 28, 29, 30, jenis Asahan dan Citarum sudah tak lagi tahan wereng. Akibatnya banyak petani yang mengeluh, karena harga padinya kurang laku di pasaran. Atau mereka terpaksa menjualnya dengan harga rendah yang merugikan. Kalau saja para petani makin berkurang menanam jenis yang tahan wereng itu, tidak mustahil akan membahayakan produksi beras nasional. Sepele Sementara itu kini petani menghadapi masalah lain. Empat bulan sejak berlakunya harga pembelian baru gabah kering, banyak petani yang menjual gabahnya masih di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah sendiri. Sebenarnya yang diumumkan resmi oleh pemerintah adalah harga gabah kering giling (GKG), di mana petani yang menjual GKG kepada KUD akan dibeli dengan harga Rp 85 sekilo dengan syarat bahwa kadar air dan proporsi butir hampa sesuai dengan jumlah standar yang ditetapkan Bulog kadar airnya minimal 14%, kotoran dan hampa 3% dan rendemen 65%. Tentunya sulit bagi petani untuk memenuhi standar ini, hingga biasanya yang terjadi adalah harga yang dibayar KUD kepada petani bervariasi didasarkan atas besarnya kadar air, kotoran dan butir hampa. Yang lucu lagi, banyak KUD yang tak punya alat untuk mengukur kadar air dan kotoran ini, hingga penentuannya dilakukan secara kira-kira, dengan akibat harga yang dibayar kepada petani tidak didasarkan atas pengukuran yang pasti. Masalah ini sebenarnya sepele, sebab apa susahnya sih bagi KUD minta Dolog atau Bulog untuk membelikan alat pengukur kadar air dan kotoran ini? Kalau problim kecil ini belum bisa dipecahkan bagaimana KUD akan menghadapi masalah lain yang lebih berat? Mendekatkan dirinya ke tempat di mana petani dan sawahnya tinggal misalnya. KUD hanya ada sampai di kecamatan. Bagi petani ini berarti mereka harus memikul sendiri gabahnya berkilometer, atau kali punya uang bisa menggunakan ojek buat mengangkutnya ke kecamatan. Tapi sebagian besar petani tak bisa melakukan hal ini. Karena KUD tak mampu mencapai desa, maka kekosongan yang terjadi diisi oleh tengkulak. Alasanya petani hanya menerima harga 60 - Rp 65 sekilo dari tengkulak ini, jauh lebih rendah dari harga dasar pembelian yang ditetapkan KUD. Begitu panen datang, banyak kewalan yang mesti dipenuhi petani. Kredit Bimasnya harus dilunasi, begitu pula keperluan rumah tangganya. Mereka perlu uang cepat karena didesak keperluan. Adanya tengkulak yang sampai ke pelosok desa, memang memenuhi kebuhan petani. Dan tanpa disadari KUD, justru tengkulak inilah yang membantu mereka memenuhi sasaran pembelian beras dalam negeri. Selama ini pembelian beras dari petani lewat saluran non-KUD masih dominan, dan peranan mereka yang besar ini nampaknya akan terus berlangsung untuk beberapa waktu, karena kerja KUD yang lamban dan kurang lincah. Besarnya peranan tengkulak tampak dari pembelian beras dalam negeri sebanyak 800.000 ton tahun lalu. Sebanyak 5.000 ton atau lebih 70% berasal dari tangan tengkulak non KUD itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus