SESUDAH memberi keringanan pajak perseroan sebulan lalu, maka
mulai April 1979 kemarin, pemerintah memberi keringanan lagi
yang nampaknya tidak saja akan dinikmati oleh produsen tapi juga
oleh konsumen. Tarip pajak penjualan (PPn) untuk jenis barang
dan jasa yang jumlahnya sekitar 1000 mulai minggu kemarin
diturunkan. Menteri Keuangan Ali Wardhana mengatakan, maksud
kebijaksanaan baru ini adalah untuk menciptakan "iklim yang
melegakan para pengusaha dan di lain pihak menumbuhkan pemenuhan
kewajiban pajak yang lebih baik."
Barang dan jasa yang tadinya dikenakan pajak penjualan 5 dan
10%, kini taripnya turun menjadi 1%, 2,5% dan 5%. Pengaruh yang
segera dirasakan produsen dengan penurunan pajak penjualan ini
adalah harga jual bisa diturunkan, tanpa mengurangi hasil
penjualan bersih produsen, karena yang berkurang adalah uang
dari konsumen yang masuk kas negara. Apabila produsen bisa
menurunkan harga jual produksinya, efeknya jelas barang yang
terjual juga bisa bertambah, hingga bisa membantu perkembangan
industri dalam negeri.
Untuk industri barang jadi yang menggunakan bahan baku dalam
negeri penurunan tarip ini memberi efek berganda: harga bahan
baku yang dibelinya lebih murah, karena PPn turun yang berarti
biaya produksinya juga bisa turun. Dari sini saja kelihatan,
sekiranya tarip pajak penjualan barang jadinya tidak diturunkan,
mereka bisa menurunkan harga jual tanpa mengalami penurunan
labanya.
Beberapa waktu yang lalu terdengar keluhan para pengusaha
tentang adanya beban berganda yang timbul dari adanya beberapa
kali pungutan pajak penjualan sejak barang masuk pelabuhan
sebagai barang impor, sampai barang itu diproses sebagai barang
jadi. Dengan adanya kebijaksanaan baru tersebut, beban berganda
yang sejak lama dipersoalkan bisa dikurangi.
Akibat Kenop-15, banyak industri yang terpaksa pasang harga
lebih tinggi untuk mempertahankan hidupnya, dengan akibat,
barangnya kurang laku dan pasaran menyempit. Penurunan pajak
penjualan ini dengan sendirinya merupakan hal yang akan
mengurangi beban dari Kenop-15. Sebaliknya, untuk barang impor
yang menyaingi hasil industri dalam negeri, bebannya kini
ditambah lagi, karena sekitar 400 jenis barang impor yang
meliputi 221 tarip pos praktis dibebani lagi dengan pungutan
yang lebih besar. Sebelumnya, dengan devaluasi rupiah,
barang-barang ini sudah terpukul, karena harganya menjadi lebih
mahal.
Tindakan pemerintah ini akan mempengaruhi pos penerimaan pajak
penjualan dalam APBN. Selama ini penerimaan dari pajak
penjualan merupakan 20% dari penerimaan pajak tidak langsung,
dan merupakan penerimaan kedua terbesar dari pajak tidak
langsung sesudah bea masuk. Dalam APBN 1979/1980 sekarang ini,
pemerintah mengharapkan penerimaan Rp 277 milyar dari pajak
penjualan.
Harian setengah resmi Singapura The Straits Times menilai
keputusan pemerintah itu sebagai "langkah mundur". Diakuinya,
peraturan tersebut akan mempengaruhi ekspor Singapura ke
Indonesia, termasuk turisme. Mereka juga beranggapan, selain
berakibat buruk untuk perjanjian perdagangan preferensial, itu
bisa meramaikan lagi penyelundupan. Apa betul bakal demikian,
banyak yang menyangsikannya. Tapi orangpun mafhum itu suara
Singapura.
Kanyak pengusaha yang kabarnya senang, sebab itulah memang
peraturan yang lama ditunggu. Tapi ada juga yang memberi
catatan, seperti Sjamsir Rahman, Dir-Ut PT Sira, produsen dan
eksportir karet bongkah. Dia mengakui keringanan itu juga
dinikmati karet remilling, getah perca, getah para dan latex,
yang tadinya dikenakan 5% tapi kini turun menjadi 1% saja. Tapi
menurut pengusaha itu, "kebijaksanaan tersebut belum sampai
menghapus ketidak-adilan selama ini."
Apa lagi? Sjamsir menunjuk pada petani karet yang dibebani PPn
ditambah MPO 2%. Sedang bagi perkebunan besar mereka dibebaskan
dari segala pungutan itu. "Padahal 79% dari ekspornya berasal
dari karet rakyat," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini