Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Formula antibersin pagi

Suami istri nancy & tse wen chang asal taiwan menemukan formula baru obat antialergi. pemasarannya butuh waktu tujuh tahun. beberapa perusahaan akan memasok dana ke tanox untuk mendukung penelitian tersebut.

9 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SHEILA ROSSAL, bekas penyanyi Inggris, menderita sindrom alergi total. Perkembangan gaya hidup abad ke-20 secara perlahan-lahan telah menyiksa dirinya. Rossal, boleh dibilang, alergi terhadap hampir semua barang modern, termasuk makanan. Tubuhnya membengkak bila terkena asap mobil. Begitu pula kalau ia tersentuh karpet dan perabotan lain yang dibuat dari bahan plastik. Jika berhadapan dengan makanan yang sudah diolah, dia juga muntah. Bahkan, karena menonton televisi membuat wajahnya sembab. Ini tak terkecuali setelah ia menerima telepon. Bisa dibayangkan penderitaan Rossal setiap harinya. Penyakit ini memang tak kenal kompromi. Sejak zaman Hipocrates alergi menjadi persoalan yang merepotkan manusia. Dua ribu tahun silam, Filsuf Lucretius malah mengatakan bahwa makanan yang enak bagi seseorang bisa menjadi racun bagi orang lain. Itu bisa diartikan: makanan yang aman bagi si Polan bisa membangkitkan reaksi alergi pada temannya. Karena dianggap pilih kasih, alergi pernah diasumsikan sebagai kutukan dewa yang berlaku turun-temurun. Padahal, kenyataannya alergi memang kelainan yang diturunkan, atau herediter. Baru pada 1966, ahli Amerika kelahiran Jepang, Dr Teruko Ishizaka bersama suaminya Kimishige, menemukan penyebab alergi, yakni sejenis protein darah yang disebut imunoglobulin E (Ig E). Meski penyebabnya sudah bisa diketahui, hingga kini para ilmuwan di negara-negara maju belum mampu menemukan cara efektif untuk mengatasi alergi. Karena itu, sekitar 22 juta orang Amerika masih harus bersin setiap pagi. Atau yang lebih serius, yaitu setiap tahun sekitar 4.000 lainnya tewas akibat asma. Asma dan bersin pada pagi hari merupakan contoh reaksi alergi. Namun, masalah pelik yang misterius itu kini mulai terungkap. Ilmuwan asal Taiwan, yaitu Nancy dan Tse Wen Chang, berhasil menemukan formula baru obat antialergi (lihat: Awalnya sebagai Penderita). Penemuan suami-istri itu membuat perusahaan farmasinya, Tanox Biosystem Inc., di Houston, AS, tampil selangkah lebih maju dibanding perusahaan sejenis yang telah memiliki nama besar, seperti Ciba Geigy dan Hoffmann La-Roche. Ini merupakan angin segar bagi ratusan juta penderita alergi di seluruh dunia. Konon, obat ini berkhasiat mencegah terjadi alergi sebelum alergi menyerang. Namun, dikhawatirkan, kehadiran obat baru ini bisa menghancurkan pasaran obat pencegah alergi yang telah beredar di Amerika. Nilainya diperkirakan mencapai 500 juta dolar. Chang dan istrinya berhasil mengembangkan formula monoclonal antibody, yang ditempatkan dalam sel yang berfungsi mengurai sel Ig E. Antibodi ini juga berfungsi melemahkan Ig E bebas. "Pendekatan kami sangat sederhana," kata Direktur Ilmiah Tanox itu. Sebenarnya, para ilmuwan berlomba untuk memperpendek reaksi alergi dengan cara menghilangkan Ig E, yang banyak terdapat pada mereka yang terserang alergi. Sebab, reaksi alergi adalah seri dari peristiwa biologi dan kimia, di mana Ig E sebagai pelaku utama. Antibodi Ig E akan diproduksi jika alergen (zat penyebab alergi) masuk ke dalam tubuh. Alergen akan merangsang Ig E menjadi aktif. Imunoglobulin ini kemudian merangsang sel Mast (yang banyak terdapat pada lapisan kulit) dan sel-sel Basofil -- salah satu jenis darah putih yang berfungsi sebagai sel penyangga -- dalam darah, untuk melepaskan senyawa kimia tubuh. Ini seperti histamin dan prostaglandin. Senyawa yang dilepaskan itu menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan mengerutnya otot polos. Akibatnya, muncul bintik-bintik merah di kulit yang disertai rasa gatal dan sesak napas. Setiap sel Mast akan dikerumuti lebih dari 500.000 Ig E. Banyaknya Ig E inilah yang menentukan berat tidaknya alergi yang terjadi, di samping banyaknya alergen yang merangsang pembentukan itu. Imunoglobulin E sendiri dihasilkan oleh sel lim- fosit B, satu dari jenis sel darah putih, yang merupakan satu di antara lima kelas globulin (IgA, IgD, IgM, IgG, dan IgE) dalam tubuh. Mereka yang tidak cenderung alergi mempunyai jumlah Ig E dalam jumlah kecil dalam darahnya. Namun, mereka yang berbakat alergi mempunyai Ig E cukup banyak atau puluhan, bahkan ratusan, kali dari yang normal. Sebenarnya, Ig E sangat penting dalam sistem pertahanan tubuh. Jika seseorang kekurangan Ig E, sistem pertahanan tubuhnya akan terganggu. Sebaliknya, jika Ig E jumlahnya berlebihan, reaksi alergi akan mudah menghinggapi seseorang. Sayangnya, penderita alergi harus sabar menunggu. Untuk pengujian obat ini pada manusia diperlukan waktu sekitar dua tahun, tutur Chang. Kalau Tanox masih terus berjalan, menurut Chang, itu dibutuhkan waktu selama tujuh tahun untuk memasarkan obat baru ini. Suatu penantian yang cukup lama bagi mereka yang menderita alergi. Namun, relatif sebentar kalau dibandingkan dengan dasawarsa atau diperlukan masa inkubasi bagi semua produk bioteknologi. Chang mengakui, masih ada hambatan teknis. Yaitu, karena antibodi monoklonal yang digunakan diperoleh dari tikus. Ia harus mengembangkannya sesuai dengan struktur dan unsur kimia pada tubuh manusia. "Agar bisa diterima oleh sistem kekebalan tubuh," ucap ilmuwan kelahiran Taiwan itu. Dan proses tersebut memang sangat sulit. Maka, tidak heran kalau Tanox beberapa kali menunda penelitian percobaan obat ini terhadap manusia. Perlu ditambahkan, obat baru ini nanti harus disuntikkan bukan diminum. Daya tahannya di dalam tubuh juga masih dipertanyakan. Konon, obat baru ini akan menjadi obat paling mahal. Namun, keberhasilan Nancy dan Wen Chang itu menambah semangat para peneliti di lapangan. "Penelitian Tanox sangat layak dan luar biasa, memberikan kemajuan terakhir dalam mengembangkan antibodi pada manusia," ujar Henry Metzger, Direktur Ilmiah di National Institute of Health and Musculoskeletal and Skin Disease (NIAMS) pada National Institute of Health. Metzger menyebut sejoli itu merupakan pelopor di bidangnya. "Mereka bisa dengan cepat mendahului di depan, dan mereka bisa melakukan tes secepatnya jika bisa bekerja," katanya. Tanox agaknya ibarat mewakili para pelari cepat, sementara perusahaan-perusahaan besar lainnya mewakili pelari jauh. Itu terlihat dalam waktu empat tahun, jumlah karyawannya bertambah dari empat menjadi 29 orang, termasuk 13 di antaranya profesor ahli ilmu pengetahuan. Sebab, di samping meneliti obat alergi, Tanox juga meneliti obat antibodi monoklonal untuk AIDS dan rematik radang persendian. Bermodalkan hasil penelitian tadi yang disertai pendekatan inkonvensional untuk menghasilkan obat baru antialergi, Tanox mempunyai daya tarik tersendiri dalam menyedot pemilik modal. Perusahaan-perusahaan yang potensial, seperti Ciba Geigy Ltd., konglomerat farmasi dari Swiss, mulai awal tahun ini, justru memutuskan untuk memasok dana jutaan dolar ke Tanox guna mendukung penelitian ini. "Ini merupakan kabar baik bagi penderita alergi karena obat alergi selama ini fungsinya hanya meredakan gejala yang timbul. Bukan mencegahnya," tutur Wakil Ketua IDI, Kartono Mohamad. Menurut Kartono, jika Tanox berhasil memasarkan produknya, tidak akan ada lagi orang yang pantang memakan sesuatu karena takut alergi. Mungkin alergi terhadap kritik yang tidak bisa dipecahkan oleh Tanox. Kritik barangkali memang salah satu alergen dalam tubuh kita yang belum jelas termasuk dalam globulin kelas apa. Rudy Novrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus