Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Iseng-iseng sehat

James w. pennebaker membuktikan bahwa kebiasaan menuliskan pengalaman suka dan duka merupakan cara paling efektif untuk memelihara kesehatan jiwa & raga. membuktikan berfungsinya tingkat imunitas.

9 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG dan waktu kian menciut berkat kemajuan teknologi komunikasi dewasa ini. Lihat saja betapa nyamannya bicara dalam jarak puluhan ribu kilometer lewat telepon. Atau untuk lebih irit lagi, ribuan kata bisa mengalir hanya dalam hitungan menit melalui pesawat faksimili. Manusia zaman ini hidupnya seakan sudah serba bergegas, sehingga kebiasaan menulis (dengan tangan) menjadi terasa remeh. Apalagi untuk membuat catatan harian, yang sepintas lalu sering dikira hanya kerja iseng semata. Namun, penelitian para ahli psikologi di Amerika Serikat membuktikan, kebiasaan menuangkan pengalaman ke dalam bentuk catatan harian merupakan cara paling efektif untuk memelihara kesehatan jiwa dan raga. Misalnya, orang tidak hanya melihat dunia dengan kaca hitam, alias berpikiran positif. Inilah hasil riset Profesor James W. Pennebaker, seperti disiarkan dalam majalah American Health, edisi bulan ini. Ahli psikologi dari Universitas Southern Methodist, Dallas, AS itu memulai proyek tersebut sejak tahun 70-an. Di situ ditelitinya seberapa jauh kaitan kesehatan bagi seseorang dengan kebiasaan melampiaskan apa yang terkandung dalam kalbu, seperti merekam aneka pengalaman, suka, dan duka. Kelinci percobaannya tidak jauh, yakni sejumlah mahasiswa yang sukarela menjadi peserta. Mereka boleh memilih topik mengenai pengalaman traumatik. Dan satu lagi, pengalaman yang dangkal saja, atau diicak-icak (superficial). Mereka menulis seperempat jam sehari, selama empat hari. Yang memilih topik pengalaman traumatik menampilkan hasil tulisan itu ada yang mirip ventilasi bagi emosinya, ada yang berupa ungkapan fakta kering belaka. Atau kombinasi keduanya: fakta dan emosi. Seorang peserta pria bercerita betapa ketika berusia sembilan tahun ia sudah diajak ayahnya merundingkan suatu urusan yang belum tembus dalam benaknya. Namun, memorinya merekam ucapan ayahnya. "Nak, yang utama bagiku dan ibumu adalah untuk punya anak. Tapi setelah kau dan adikmu lahir, soalnya jadi lain," kata ayahnya. Itu dengan gamblang masih terngiang dalam ingatannya ketika sang ayah menceritakan alasannya harus bercerai dengan ibunya. Lain lagi penuturan seorang peserta cewek. Ia mengenang pengalamannya dicerobohi kakeknya sendiri ketika masih berusia 13 tahun. "Inilah konflik terburuk yang pernah saya alami," tulisnya. Di satu pihak diakuinya, ada nikmatnya ketika itu. Tapi di lain pihak ia menderita setelah menyadari apa yang dilakukannya adalah salah. Dan kakeknya sendiri kok berkhianat? Selain tema pencerobohan oleh sanak aliran darah, dalam proyek "Tulislah Kelemahan Dirimu" itu juga dicuatkan topik tentang kecanduan alkohol, pernah mencoba bunuh diri, dan pengalaman dihina di muka umum. Sebelum menjalani eksperimen, atau sesudahnya, kesehatan para peserta diamati. Ternyata, pengaruhnya sungguh di luar dugaan. Betapapun seseorang bertabiat terbuka, toh dalam dirinya itu tentu ada "kotak rahasia" yang tidak bakal disingkapnya -- sekalipun di hadapan kawan karib. Tapi kodrat manusia sebagai makhluk sosial perlu "meminjam kuping" orang lain, dengan siapa seseorang berbagi rasa atau beban pikiran. Tradisi mencurahkan isi hati atau pikiran kepada orang lain, dalam bentuk tulisan atau lisan itu, dikenal dalam berbagai kebudayaan umat manusia selama berabad-abad. Jauh sebelum Spanyol merayah Dunia Baru, orang Indian di utara dan selatan Amerika telah mempunyai tradisi keagamaan, jika ada anggota masyarakat yang melanggar hukum (berbuat dosa) mereka dapat saling menyingkapkannya kepada yang lain. Agama-agama di Timur dan Barat, seperti Budha dan Katolik, juga mengenal cara yang serupa itu. Kini di Amerika jutaan dolar mengalir ke kantung ahli terapi semacam ini. Dan inilah penemuan 90-an: hampir seribu saluran telepon langsung melayani mereka yang ingin mengakui dosa-dosanya, sementara identitas mereka tetap anonim atau tak ber- sedia dicatat namanya. Empat bulan setelah menjalani eksperimen itu, kentara sekali terjadinya perubahan suasana hati di kalangan peserta. Mereka yang menuliskan pengalaman terburuk dari lubuk hati paling dalam kini tampak lebih bersikap positif. Dan enam bulan kemudian, mereka makin jarang datang ke "puskesmas" (pusat kesehatan mahasiswa) di kampus. Padahal, sebulan sebelum mengikuti eksperimen itu mereka rata-rata langganan "puskesmas kampus". Setelah mengikuti eksperimen, paling banter cuma lima kali sebulan ke sana. Ini berarti 50% menurun dari kebiasaannya semula. Kemudian Pennebaker bekerja sama dengan Janice Kiecolt-Glaser, psikolog, dan suaminya Ronald Glaser, imunolog. Keduanya itu dari jurusan kedokteran Ohio State University di Columbus, AS. Eksperimen mereka masih dengan tema yang sama: mengenai manfaat catatan harian untuk kesehatan. Cuma bedanya, para mahasiswa diukur tekanan darahnya sehari sebelum dan sesudahnya, dan tes yang sama enam minggu kemudian. Hasilnya, mereka yang menuangkan pengalaman traumatiknya ke dalam bentuk tulisan membuktikan berfungsinya tingkat imunitas yang puncak, dibandingkan mereka yang menulis dengan tema yang dibuat-buat atau seadanya. Kondisi tersebut tetap berlangsung lewat seminggu, bahkan enam minggu setelah penulisan itu. Apa boleh buat, "puskesmas kampus" tadi kembali kehilangan pasiennya. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus