BUKAN diskriminasi jika selama ini wanita jadi tumpuan program keluarga berencana (KB). Alasannya, semata-mata teknis: alat kontrasepsi bagi pria relatif sedikit. Kondom, misalnya, kurang disukai karena dianggap mengurangi kenikmatan hubungan seksual. Dari semua peserta KB di Indonesia, pria yang ber-KB tak lebih dari 5%. Hasil sensus penduduk 1990 yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan wanita lebih banyak dibanding pria. Persisnya, 89.873.406 wanita dan 89.448.235 pria, atau total 179.321.641 orang. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk pada tahun 1980-1990 rata-rata 1,97%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1970-1980, yaitu 2,32% per tahun. Meskipun jumlah wanita yang ikut KB lebih besar, bukan berarti upaya meningkatkan peran pria dalam ber-KB nihil karena secara biologis pria lebih sukar dibikin mandul. Kecuali dengan kondom dan vasektomi, hingga saat ini belum ditemukan obat kontrasepsi yang cocok bagi pria. Sedangkan bagi kaum Hawa -- sejak ditemukan alat kontrasepsi, 30 tahun silam -- banyak pilihan. Mereka bisa memakai pil, spiral, susuk, suntik, atau tubektomi. Itu sebabnya partisipasi pria dalam program KB masih dinilai rendah. Memang, lebih mudah memandulkan wanita dibanding pria. Sebab, setiap bulan wanita hanya melepas sebuah sel telur saja. Jadi, untuk mencegah pembuahan, sel yang cuma satu itu bisa dinonaktifkan. Sedangkan pria tak bisa sesederhana itu karena pria bisa melepas jutaan sel sperma hanya dalam satu hari saja. Atas dasar itu, lalu Nukman Helwi Moeloek, 46 tahun, meneliti selama dua tahun untuk mengetahui cara menurunkan kesuburan pada pria. Hasil penelitian itu dituangkannya dalam disertasi berjudul Penurunan Kesuburan Pria Pada Penyuntikan Testosteron Enantat (TE) + DMPA dan 19 Nortestosteron Heksiloksifenilpropionat (19 NT) + DMPA. Sabtu, dua pekan silam, ayah dua anak dan pengajar di bagian Biologi FK Universitas Indonesia ini lulus dengan predikat sangat memuaskan dalam meraih gelar doktor. Menurut Nukman, secara garis besar ada dua cara yang mungkin dilakukan untuk menurunkan kesuburan pria. Yaitu mengganggu pematangan sel sperma, dan mengganggu penyalurannya. Untuk itu, ia menggunakan obat yang pernah diteliti. Ternyata, itu efektif dan aman untuk menekan produksi sperma: kombinasi androgen dan progestin. Atau, kombinasi antara hormon pria dan wanita. Sebelumnya, pemakaian kombinasi tersebut pernah diteliti. Ini gunanya untuk menghilangkan sel sperma. Hasilnya adalah sekitar 70% pria yang bisa mencapai azospermia, yaitu air maninya tak mengandung sperma, dan sisanya masih mempunyai sperma. Selama masih ada sel sperma diperkirakan kemungkinan membuahi masih ada. Namun, untuk memperoleh obat kontrasepsi apa perlu sampai azospermia? "Padahal, sperma tak subur sudah cukup untuk mencegah pembuahan," kata Nukman. Dalam penelitiannya, Nukman memilih empat puluh pria berusia 21-45 tahun sebagai sampel. Di samping kesehatan umum serta riwayat seksualnya baik, mereka semuanya sudah memiliki anak. Pada mereka disuntikkan formula yang dipakai untuk kontrasepsi. Selama enam minggu mereka disuntik 200 mg TE atau 19 NT sekali seminggu. Setelah itu penyuntikan dilakukan setiap tiga minggu sekali, sampai 24 minggu. Sedangkan DMPA (Depo Medroksiprogesteron Asetat) disuntikkan setiap enam minggu dengan dosis sama. Setelah minggu ke-18 penyuntikan DMPA dihentikan. Jangka waktu itu ditentukan dengan pertimbangan bahwa untuk proses pematangan sperma manusia dibutuhkan waktu sekitar 11 minggu. Untuk mengetahui pengaruh obat tadi, Nukman melakukan beberapa pengujian. Misalnya, bagaimana penetrasi sperma ke dalam getah serviks, pergerakannya, bentuk dan keutuhan membran selnya. Untuk menguji penetrasinya, ia menggunakan getah serviks sapi secara in vitro. Getah serviks sapi dipakai karena sifatnya mirip dengan getah leher rahim manusia. Baik struktur maupun karakteristiknya ternyata identik. Ternyata, hasilnya cukup menggembirakan. Sperma yang diuji tak mampu melakukan penetrasi untuk menembus getah serviks yang dimasukkan dalam pipa kapiler. Dalam waktu dua jam, sperma tak mampu bergerak sejauh 3 cm. Padahal, menurut standar pengujian yang sudah dibakukan Badan Kesehatan Dunia (WHO), sperma masih bisa dikatakan bagus daya tembusnya kalau dalam tempo dua jam dapat melampaui 3 cm. "Sebab, dalam keadaan normal, dalam beberapa menit saja sperma sudah bisa melanglang lebih jauh," ujarnya lagi. Sebenarnya, penelitian serupa juga pernah dilakukan di Bali, Semarang, Palembang, dan Surabaya. Penelitian ini merupakan proyek dari WHO untuk mencari alternatif obat kontrasepsi bagi pria. "Indonesia mendapat kepercayaan dari WHO untuk meneliti masalah ini," kata F.X. Arif Adimoelya, ahli andrologi dari FK Universitas Airlangga, Surabaya. Menurut Adimoelya, kontrasepsi hormon ini mampu menurunkan tingkat kesuburan pria sampai 100%. Hampir semua sampel yang dipakai sel spermanya mencapai titik nol. "Kalaupun tidak mencapai titik nol, jumlah spermanya tak mencukupi dan mutunya jelek," tambah Adimoelya. Untuk penelitian ini, ia menggunakan 100 orang sebagai sampel. Kaum pria sebenarnya tidak perlu takut akan mandul selamanya. Sebab, kemandulan akibat suntikan ini hanya sementara. "Dalam waktu tiga bulan setelah suntikan dihentikan, mereka akan subur kembali," ujar Adimoelya kepada Kelik M. Nugroho dari TEMPO. Tapi, penelitian ini perlu diuji lebih lanjut. Menurut Nukman, banyak yang belum terjawab. Misalnya, bagaimana mempertahankan ketidaksuburan pada pria, disuntik terus-menerus atau tidak. Di samping itu, perlu dibuktikan lagi bahwa dengan pengobatan ini kehamilan memang tidak terjadi. Rudy Novrianto dan Sugrahetty Dyan K. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini