Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Orang-orang Eropa tak begitu suka rasa pedas yang kuat, bukan rahasia lagi. Salah satu kisah bagaimana orang-orang Eropa tak menyukai rasa pedas pada cabai pada hidangan Korea, ditulis oleh petualang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu orang Barat pertama yang menulis tentang Korea adalah petualang era Victoria, Isabella Bird pada tahun 1890-an. Ia menggambarkan gochujang dengan perasaan ngeri. Lalu ia mengatakan pasta cabai itu sebagai "saus yang berbau tajam dan tidak menyenangkan, yang sebagian besar adalah capsicum dan kacang busuk yang difermentasi!".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi selera memang bisa berubah. Seiring globalisasi yang menyatukan negara-negara dunia menjadi sebuah global village, gochujang adalah barang populer di Inggris dan AS. Makin banyak turis ke Korea makin populer pula gochujang.
Dinukil dari BBC, gochujang mudah ditemui di grosir makanan Bidfood hingga National Restaurant Association. Sering disebut sebagai "sriracha baru". Lalu bagaimana "sambal" Korea ini bisa mendunia?
Ini bukan tiba-tiba. Perusahaan Gochujang telah menghabiskan satu dekade terakhir untuk mengembangkan strategi ekspor mereka. Di Korea Selatan, gochujang dijual dalam bentuk mentah, bahan dasar untuk saus, bumbu perendam, dan semur. Tetapi pasta yang kental dan lengket ini dirancang ulang sebagai bumbu botol untuk pasar Barat.
Agar makin mudah diterima dengan selera Barat, sering kali dikombinasikan dengan saus lain seperti mayones. Pedasnya juga berkurang. Produsen Gochujang bahkan bekerja sama dengan Institut Penelitian Makanan Korea untuk membuat ukuran kepedasan yang disebut GHU (Unit Rasa Panas Gochujang). Ini berhasil. Pada 2018, ekspor gochujang Korea Selatan bernilai US$ 36,81 juta - naik 15 persen dari tahun sebelumnya - dengan sebagian besar masuk ke Inggris dan AS.
Namun daya tarik sebenarnya bukanlah pedas atau panas, tetapi kompleksitas. Gochujang memiliki beberapa rasa sekaligus: pedas tetapi juga manis dan asin dengan sentuhan umami alias gurih -- disebut gamchilmat dalam bahasa Korea. Rasanya tak tergantikan. Mungkin itu sebabnya 21 persen orang Korea Selatan mengemas gochujang saat bepergian ke luar negeri, menurut Kantor Berita Yonhap.
Gochujang menjadi makanan pelengkap wajib dan seringkali jadi pusat "semesta" dalam menu Korea Selatan. Foto: @yumeeeun
Meskipun gochujang khas Korea, cabai tidak. Mereka tiba di akhir tahun 1500-an, setelah menempuh perjalanan jauh dari Amerika, yang dibawa para penjelajah Eropa. Secara ilmiah mereka berasal dari spesies Capsicum annuum L., yang merupakan bagian terbesar dari lima spesies cabai budidaya, termasuk jalapenos.
Catatan tertulis pertama tentang gochujang dicatat oleh tabib kerajaan Si-pil Yi pada tahun 1720-an dalam ringkasan menu yang dimakan di istana. Ini adalah resep Sunchang gochjang, merujuk pada daerah yang masih terkenal dengan sambal terasi hingga saat ini.
Sekitar 230 km selatan Seoul, Sunchang merayakan warisan kulinernya dengan festival tahunan di Desa Gochujang. Ada juga Museum Pasta Tradisional Sunchang, yang terletak di 43 Jangnyu-ro, yang diterjemahkan sebagai "Jalan Pasta Fermentasi". Di sana, pemandu wisata budaya, Won-jun Yang, memaparkan alasan gochujang dinobatkan menjadi makanan raja.
“Ada tiga alasan mengapa gochujang Sunchang begitu bagus,” jelas Yang, yang juga menulis tentang gochujang untuk situs web Kabupaten Sunchang. “Pertama, sebagian besar daerah membuat gochujang di musim semi, tetapi gochujang Sunchang dibuat selama bulan ke-8 dan ke-9 dan berfermentasi selama musim dingin. Kedua, air di wilayah ini enak. Ketiga, Sunchang memiliki lebih dari 77 hari berkabut setiap tahun - udaranya menahan air seperti spons yang baik untuk bakteri dan fermentasi."
Dan bakteri itu baik untuk pencernaan manusia. Sejak awal gochujang digunakan sebagai bahan pangan obat, terutama untuk masalah pencernaan. Itu bahkan dikreditkan dengan menyelamatkan nyawa Raja Yeongjo pada tahun 1748 - mungkin sedikit berlebihan, tetapi para dokter kuno itu berada di jalur yang benar.
Saat ini, dunia kedokteran telah menemukan makanan fermentasi alami sangat bagus untuk usus. Dan kacang Korea berbahan kedelai, dikaitkan dengan berbagai manfaat dari menurunkan kolesterol hingga melawan kanker.
Tapi gochujang lebih cepat dikenal sebagai hidangan yang lezat. Sepanjang abad ke-18, itu muncul dalam catatan kekaisaran, buku manajemen rumah, dan bahkan puisi. Pada akhir abad ke-19, gochujang sudah menjadi makanan pokok yang disajikan untuk segala usia.
Cara Pembuatan Gochujang
Orang Korea umumnya tinggal di apartemen dan membeli gochujang dalam wadah plastik, yang dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lemari es.
Pendiri Moolmaru, Jeong-seon Bu, yang memegang tiga hak paten untuk proses pembuatan gochujang, memberi resep sederhana. Langkah pertama untuk membuat gochujang adalah menumbuk kedelai rebus, bahan dasar semua gochujang Korea.
Dia bersikeras agar para muridnya, menumbuk kedelai dengan cara kuno, dan anak-anak dengan senang hati menginjak kacang hingga menjadi bubur. Lalu dicetak menjadi batu bata bundar yang disebut meju dan diletakkan di atas alas jerami padi.
Meju membutuhkan waktu 40 hari untuk memfermentasi dan mengering, menyerap jamur dan bakteri baik.
Kemudian meju ditumbuk dan dipadukan dengan gochugaru, bubuk cabai yang terbuat dari paprika merah yang dijemur. Bahan lain yang ada dalam resep Bu adalah kaldu sayur, garam, bubuk barley untuk pemanis, sedikit enzim buah untuk membantu fermentasi, dan pati. Bu menggunakan ssal (nasi), jadi miliknya adalah ssal gochujang.
Kemudian pasta dimasukkan ke dalam onggi untuk difermentasi. “Ongi masih hidup. Mereka bernafas, ”kata Bu, merujuk pada tanah liat berpori yang memungkinkan aliran udara. “Ini adalah lingkungan yang sempurna untuk mikroorganisme yang baik.” Gochujang siap dimakan setelah satu tahun.
Gochujang selain pedas, asin, manis, juga memiliki rasa umami. Dan yang terpenting mengandung bakteri yang baik untuk pencernaan. Foto: @kimchimari
Meskipun fanatik dengan cara pembuatan dan cita rasa klasik, Bu mendukung gochujang lembut dengan campuran mayonais pedas yang sedang tren di Barat. Meskipun rasa-rasa itu, jauh dari gochujang yang asli. Bahkan, Dia bahkan telah mengembangkan beberapa campuran fusion sendiri, seperti olesan gochujang-kecap yang cocok untuk daging babi hitam lokal.