Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Harapan Padamu, Manggarai

Untuk mengatasi kenaikan harga obat akibat devaluasi rupiah, produksi pabrik obat manggarai milik Depkes ditingkatkan. Biaya promosi ditekan. Kemasan obat produksi PT Kimia Farma diminta disederhanakan.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDADAK kehadiran Pabrik obat Manggarai milik Departemen kesehatan diingatkan. Sudah agak lama diabaikan, kini kemampuannya akan ditingkatkan. Hikmah, "Kebijaksanaan 15 Nopember" terasa langsung di sini. Pabrik obat itu terletak di pinggir Kali Malang, Manggarai, Jakarta. Menpan Sumarlin dan Menkes Suwardjono Surjaningrat pekan lalu mengadakan peninjauan ke sana. Mereka melihat di pabrik ini mesin-mesin buatan tahun 1958 masih digunakan, di samping yang dari tahun 1970. Pabrik ini sekarang berkapasitas produksi 1 milyar tablet, 8 juta ampul dan 15 juta kapsul per tahun. Harga Wajar "Dengan ditingkatkannya pabrik ini, diharapkan harga obat-obatan essensiil yang dewasa ini dirasakan terlalu mahal akan bisa lebih murah," kata Sumarlin. Segera sesudah 15 Nopember dengan nilai rupiah jatuh 50% terhadap dollar, pasaran obat terkejut sekali. Harganya melonjak mengikuti devaluasi rupiah. Pangkopkamtib memerintahkan supaya harga dibekukan sementara dicari harga yang wajar. Toh sebagian jenis obat sudah bisa dibuat atau dirakit -- dengan isian impor -- di Indonesia. Obat-obatan essensiil, seperti obat influenza sudah terhitung mahal, walaupun sebelum 15 Nopember, disebabkan kemasan yang mewah dan biaya distribusi yang cukup tinggi. Belum lagi dihitung biaya iklan dan pemasaran. "Produksi Pabrik Manggarai ini tidak akan memerlukan biaya distribusi yang berlebihan, karena pasarannya telah pasti, yaitu rumah sakit umum dan puskesmas. Pembungkusnya juga tidak perlu mewah," katanya. Untuk menjaga kemantapan harga obat, Menteri Suwardjono sebelumnya juga mengemukakan penyederhanaan kemasan dan biaya iklan, sebagai salah satu jalan. Tapi soalnya siapa yang memelopori. Suwardjono mengemukakan PT Kimia Farma, milik pemerintah, bisa memainkan peranan. Bagaimana? Juru bicara Kimia Farma, Soekarsono, mengatakan biaya kemasan obat sekarang ini bisa ditekan 30 sampai 50% tanpa mempengaruhi mutu. "Memang produsen berlomba-lomba membikin kemasan yang bagus. Dan di pasaran kemasan yang bagus (dianggap sama dengan obat yang baik." ia memberi contoh pada bahan kemasan seperti blister, alumiiium foil dan strip yang banyak sekali digunakan secara tidak wajar, hanya sebagai penarik belaka. "Misalnya obat APC tak perlu dikemas dengan blister sebab dengan tabung plastik sudah cukup." Namun bila bersaing di pasaran bebas, produksi Kimia Farma dengan kemasan sederhana itu bisa laku? Inilah persoalannya. Biaya iklan yang selama ini mencapai 15 sampai 25% ingin ditekannya tinggal 10% saja. Soekarsono malah tidak setuju adanya iklan obat dalam media massa, karena "bisa merangsang penyalahgunaan obat. Orang cenderung mengobati diri sendiri, tanpa menyadari akibat samping dari obat yang sebenarnya racun."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus