DISAKSIKAN Menteri Kesehatan Suwardjono Surjaningrat dan
Gubernur Tjokropranolo, dr Herman Soesilo dengan jari agak
gemetar membubuhkan tandatangannya pada naskah serah terima
jabatan. Jabatan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang ia
pikul selama 14 tahun beralih pada Letkol dr Sudarso.
Sejak 29 Nopember itu Herman Soesilo ditarik ke Depkes sebagai
Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan. Tadinya ia ditawarkan ke
WHO Regional Office di New Delhi. "Saya tak mau keluar. Saya
senang di sini, diperintah bangsa sendiri," katanya. Jabatan
yang disodorkan badan kesehatan dunia itu adalah sebagai
assistant director, sebenarnya bergengsi juga.
Suka Bergaya
Ia dikenal sebagai pejabat yang, berani mengambil keputusan,
tanpa menunggu perintah atasan. "Itulah kekuatan Herman
Soesilo," kata dr Bahrawi Wongsokusumo, Irjen Depkes. Umpamanya,
ia berani cepat mengeluarkan peraturan tentang keharusan apotik
memasang harga eceran obat tertinggi, supaya konsumen tidak
dirugikan. Reaksi masyarakat ramai ketika itu, sehingga
berakibat tercantum bukan harga eceran, melainkan harga pabrik.
Lewat layar TVRI ia menjadi amat terkenal. Banyak pirsawan yang
menarik faedah dari acara kesejahteraan keluarga yang dia
sutradarai sendiri. Tapi kalangan dokter mencemoohkannya,
terutama karena secara terang-terangan ia mempertontonkan adegan
suntik jarum. Namun Herman Soesilo jalan terus dengan acara
bulanan itu, meskipun kabarnya Ali Sadikin, gubernur ketika
itu, mempengaruhinya untuk menghentikan adegan tadi. "Adegan
yang menarik saya perlukan. Tanpa itu acara seperti orang jual
kecap saja. Orang tak mau nonton. Missi saya gagal," katanya.
Dokter ini suka bergaya. Ketika masih mahasiswa, ia dijuluki
teman-temannya sebagai bintang film Raden Mochtar. Ketika KB
gencar disebar-luaskan, ia membiarkan potret dirinya dipasang di
tepi jalan strategis di ibukota. Di situ ia kelihatan mengenakan
baju dokternya yang putih rapi dengan spiral tersungging di dada
kirinya.
Karena Tarif
Sebagai kepala dinas kesehatan ia mengkritik dokter yang
memasang tarif mahal. Ia merencanakan tarif: Dokter umum Rp 1000
dan dokter spesialis Rp 3000. Ini mendapat tantangan keras dari
sejawatnya sendiri -- para dokter. "Rencana itu bertentangan
dengan kode etik kedokteran. Dokter tak punya tarif seperti
pedagang. Tarif dokter mulai dari 0 sampai tak terhingga,"
kritik Bahder Djohan, dokter kawakan yang duduk dalam panitia
penyantun kode etik kedokteran Indonesia. Ketika itu ia
kelihatan terpepet. Tapi ia cukup besar hati untuk menyerah dan
kepada pers dimintanya supaya berita mengenai tarif dokter itu
jangan diperpanjang lagi.
Kepala Dinas Kesehatan DKI yang baru, dr Sudarso, tadinya
mengepalai Rumahsakit Pelni, di Petamburan. Herman Soesilo
mengatakan ia melepaskan jabatan lama dengan "satu tugas saya
yang masih tersisa, yaitu rumahsakit untuk orang miskin. Saya
kira dr Sudarso juga punya perhatian yang cukup untuk masalah
ini. Sebab Jakarta tidak hanya terdiri dari orang yang punya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini