Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Belum Selesai, Dok ?

Dokter Herman Susilo menyerahkan jabatan kepala dinas kesehatan DKI kepada Dr. Sudarso. Tawaran WHO untuk assistant director ditolaknya. Cita-citanya mendirikan rumah sakit untuk orang miskin.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DISAKSIKAN Menteri Kesehatan Suwardjono Surjaningrat dan Gubernur Tjokropranolo, dr Herman Soesilo dengan jari agak gemetar membubuhkan tandatangannya pada naskah serah terima jabatan. Jabatan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang ia pikul selama 14 tahun beralih pada Letkol dr Sudarso. Sejak 29 Nopember itu Herman Soesilo ditarik ke Depkes sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan. Tadinya ia ditawarkan ke WHO Regional Office di New Delhi. "Saya tak mau keluar. Saya senang di sini, diperintah bangsa sendiri," katanya. Jabatan yang disodorkan badan kesehatan dunia itu adalah sebagai assistant director, sebenarnya bergengsi juga. Suka Bergaya Ia dikenal sebagai pejabat yang, berani mengambil keputusan, tanpa menunggu perintah atasan. "Itulah kekuatan Herman Soesilo," kata dr Bahrawi Wongsokusumo, Irjen Depkes. Umpamanya, ia berani cepat mengeluarkan peraturan tentang keharusan apotik memasang harga eceran obat tertinggi, supaya konsumen tidak dirugikan. Reaksi masyarakat ramai ketika itu, sehingga berakibat tercantum bukan harga eceran, melainkan harga pabrik. Lewat layar TVRI ia menjadi amat terkenal. Banyak pirsawan yang menarik faedah dari acara kesejahteraan keluarga yang dia sutradarai sendiri. Tapi kalangan dokter mencemoohkannya, terutama karena secara terang-terangan ia mempertontonkan adegan suntik jarum. Namun Herman Soesilo jalan terus dengan acara bulanan itu, meskipun kabarnya Ali Sadikin, gubernur ketika itu, mempengaruhinya untuk menghentikan adegan tadi. "Adegan yang menarik saya perlukan. Tanpa itu acara seperti orang jual kecap saja. Orang tak mau nonton. Missi saya gagal," katanya. Dokter ini suka bergaya. Ketika masih mahasiswa, ia dijuluki teman-temannya sebagai bintang film Raden Mochtar. Ketika KB gencar disebar-luaskan, ia membiarkan potret dirinya dipasang di tepi jalan strategis di ibukota. Di situ ia kelihatan mengenakan baju dokternya yang putih rapi dengan spiral tersungging di dada kirinya. Karena Tarif Sebagai kepala dinas kesehatan ia mengkritik dokter yang memasang tarif mahal. Ia merencanakan tarif: Dokter umum Rp 1000 dan dokter spesialis Rp 3000. Ini mendapat tantangan keras dari sejawatnya sendiri -- para dokter. "Rencana itu bertentangan dengan kode etik kedokteran. Dokter tak punya tarif seperti pedagang. Tarif dokter mulai dari 0 sampai tak terhingga," kritik Bahder Djohan, dokter kawakan yang duduk dalam panitia penyantun kode etik kedokteran Indonesia. Ketika itu ia kelihatan terpepet. Tapi ia cukup besar hati untuk menyerah dan kepada pers dimintanya supaya berita mengenai tarif dokter itu jangan diperpanjang lagi. Kepala Dinas Kesehatan DKI yang baru, dr Sudarso, tadinya mengepalai Rumahsakit Pelni, di Petamburan. Herman Soesilo mengatakan ia melepaskan jabatan lama dengan "satu tugas saya yang masih tersisa, yaitu rumahsakit untuk orang miskin. Saya kira dr Sudarso juga punya perhatian yang cukup untuk masalah ini. Sebab Jakarta tidak hanya terdiri dari orang yang punya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus