Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hidup Bersama Anus Buatan

26 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NINING Kurniasari dengan santai menceritakan kisahnya menggunakan anus buatan di depan 30-an jurnalis di Bandung, Sabtu dua pekan lalu. Perempuan 38 tahun ini mantan pasien kanker usus besar atau kolon. Namun, setelah mendapat penanganan, dia bisa beraktivitas seperti biasa. ”Saya bisa mengurusi packing di Bandara Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok,” kata perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan kargo di Jakarta itu. Bahkan berenang, menyelam, dan berhubungan seks juga bisa dilakukan secara nyaman oleh pengguna anus buatan ini.

Nining sudah sejak Januari tiga tahun lalu menggunakan kantong untuk pelepasan makanan dari perutnya. Tujuh tahun silam, dia dinyatakan dokter terkena kanker kolon. Setelah menjalani serangkaian pengobatan, baik medis maupun alternatif, akhirnya perempuan itu memutuskan memotong usus besarnya (colostomy) dan membuat lubang (stoma) di perutnya untuk menggantikan anus. ”Awalnya risi, tapi setelah dapat bimbingan dan informasi yang tepat, kantong stoma jadi bagian dari hidup saya,” ujarnya.

Memang tak mudah bisa hidup nyaman dengan anus buatan. Menurut penelitian tim di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, terhadap hampir 100 orang pasien stoma usus, kualitas hidup sebagian besar penderita sangat rendah, terutama ketika mereka berhubungan seks. ”Banyak pasien muda memilih pasrah daripada harus hidup bersama kantong stoma,” kata Koordinator Program Asosiasi Ostonomi Indonesia dokter Adityawati Ganggaiswari.

Dokter dapat mengambil tindakan pelubangan pada perut bila kanker kolon sudah menyumbat usus sehingga tidak memungkin- kan pembuangan kotoran melalui anus. Tindakan ini disebut bedah kolostomi. Pembuatan lubang itu bisa bersifat sementara, bila kanker usus bisa disembuhkan; atau permanen jika kanker sudah ganas tapi belum menyebar ke organ lain. ”Tak mudah meyakinkan pasien untuk menggunakan kantong stoma,” kata Adityawati.

Untuk melatih si penderita agar terbiasa dengan anus buatan, Asosiasi Ostonomi menyediakan dan mendidik perawat khusus ostomate—istilah untuk pengguna kantong pembuangan. Sampai saat ini di seluruh Indonesia hanya ada 45 orang perawat khusus itu. Salah satunya Henny Hotwilda dari Rumah Sakit Santosa, Bandung. ”Kita harus punya kemampuan khusus dan perhatian lebih pada pasien,” ujar Henny.

Jika berada di tangan yang tepat, para ostomate tak perlu mengganti kantong terlalu sering. ”Bagi yang pintar dan cepat mengerti, satu kantong bisa untuk seminggu,” ujar Henny. Ini penting karena kantong stoma tak murah. Satu pak isi 10 kantong berharga Rp 500 ribu.

Kanker kolon atau karsinoma kolorektal adalah keganasan yang menimpa usus besar sampai dubur. Angka kejadian meningkat pada kelompok usia di atas 50 tahun. Menurut dokter ahli bedah Kiki Lukman di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, ditemukan pasien kanker kolon pada usia 11 tahun. ”Ini sungguh cepat dan penularannya melalui orang tua. Ini jarang terjadi,” ujarnya.

Menurut dokter ahli kanker Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Aru Wisaksono Sudoyo, yang kuat berpotensi memunculkan penyakit ganas itu adalah cara diet yang salah, terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein tapi rendah serat. Kegemukan, jarang berolahraga, sering menghirup udara polutif, makan makanan berpengawet, dan merokok juga turut menjadi pemicunya. Di Indonesia, jumlah penderita kanker usus besar menempati urutan ketiga, setelah kanker serviks dan payudara bagi perempuan serta kanker paru dan prostat pada pria.

AT, Anwar Siswadi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus