Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Von Recklinghausen van Sagaranten

Tangan gajah adalah penyakit keturunan yang menyerang saraf tepi, yang sampai kini belum ada obatnya. Menyerang seorang laki-laki di Sukabumi.

26 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULANYA hanyalah benjolan sebesar kelereng yang menempel di tangan kanan Samsu sejak dia dilahirkan, 32 tahun silam. Kini ”kelereng” itu membesar hingga 20 kilogram. Warga sekampung Samsu di Kampung Bojong Sawah, Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, menyebut penyakitnya sebagai tangan gajah. Secara medis, ”gajah” itu dikenal sebagai penyakit keturunan yang menyerang saraf tepi.

Samsu dan orang tuanya tinggal sekitar 100 kilometer ke arah selatan dari Kota Sukabumi. Setelah lulus sekolah dasar, Samsu hanya bisa berdiam di rumah, tak banyak aktivitas yang bisa dia lakukan karena tangan kanannya makin besar. Karena miskin, keluarga tak mampu membawa Samsu berobat ke dokter. Beberapa kali pergi ke dukun, karena diduga kena tenung, Samsu tetap tidak sembuh. Asri, ayahnya, mengaku keluarganya tidak mempunyai keturunan penyakit aneh seperti yang diderita anaknya. Namun, pada wajah dan leher lelaki itu tampak banyak benjolan sebesar kelereng.

Atas desakan Kepala Desa dan pusat kesehatan masyarakat setempat, Rabu dua pekan lalu, Samsu dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Sekarwangi, Kabupaten Sukabumi. Hanya seminggu dirawat, Samsu kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. ”Samsu didiagnosis terkena neurofibromatosis, bentuk flexiform, karena dagingnya menggelayut,” kata Kepala Subbagian Bedah Plastik RS Hasan Sadikin, dokter Hardi Siswo Soedjana.

Neurofibromatosis ditemukan oleh ahli penyakit (patologis) Jerman, Friedrich Daniel von Recklinghausen, pada 1882, sehingga sering disebut penyakit von Recklinghausen. Penyakit ini ditularkan secara genetik, muncul pada kulit dan bagian tubuh lainnya. Penyakit yang diturunkan melalui autosom—kromosom di luar kromosom jenis kelamin X dan Y—dominan dan lebih sering terjadi pada laki-laki.

Neurofibroma sering digolongkan ke dalam dumbbell tumor—istilah yang sering digunakan untuk tumor yang sebagian terletak di luar dan sebagian di bawah permukaan kulit yang saling berhubungan dengan saraf lainnya. Benjolan seperti daging yang lembut itu berasal dari berbagai bagian sel yang mengelilingi dan menyokong saraf-saraf tepi, yaitu jaringan saraf yang berada di luar otak dan tulang belakang (medulla spinalis). Pertumbuhan tumor biasa mulai muncul setelah masa pubertas dan bisa dirasakan di bawah kulit sebagai benjolan kecil.

Menurut Samino, dokter spesialis saraf Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta, neurofibromatosis bukanlah penyakit saraf. ”Barangnya muncul dari saraf, mekanismenya tumor,” katanya kepada Harun Mahbub dari Tempo. Penyakit itu masuk kelompok tumor jinak, tapi terlihat ganas karena menyerang jaringan saraf secara menyeluruh, terutama saraf tepi.

Dengan model serangan menyeluruh seperti itu, penanganannya pun relatif sulit. ”Tidak mungkin dikuliti semua,” kata Samino. Penanganan tumor memang dilakukan dengan proses pengangkatan. Jika posisi tumor di bagian tangan, masih mungkin diangkat, tapi ada kemungkinan tumbuh lagi di bagian lain. ”Kalau sudah di seluruh tubuh, paling diangkat yang besar-besar,” ujar bekas Ketua Kolegium Neurologi Indonesia ini.

Selain dengan teknik pengangkatan, kini terus dijajaki metode lain, semisal dengan sistem sel punca (steam cell), dan kemungkinan lain seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran. ”Sejauh ini belum ada yang memuaskan,” kata Samino. Benjolan biasanya juga diperkecil dengan terapi penyinaran. Jika tumbuh mendekati saraf, sarafnya juga harus diangkat.

Karena neurofibromatosis merupakan penyakit keturunan, penderita yang merencanakan memiliki keturunan dianjurkan melakukan konsultasi genetik. Sayangnya, pengetahuan tentang penyakit tangan gajah ini tidak akan menjangkau penduduk miskin, seperti keluarga Samsu. ”Uang buat pergi ke Bandung melihat Samsu saja tidak ada,” kata Asri, yang berharap anaknya sembuh dan hanya bisa menunggu di rumahnya.

Ahmad Taufik, Angga Sukma Wijaya (Sukabumi), Anwar Siswadi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus