Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktris Taiwan Barbie Hsu meninggal dunia akibat penyakit pneumonia yang dideritanya. Kabar Barbie tersebut sempat mengejutkan publik, pasalnya sebelum kepergian Barbie Hsu tidak ada tanda-tanda bahwa ia menderita penyakit serius. Namun, belakangan diketahui bahwa pneumonia yang diderita oleh Barbie Hsu berawal dari influenza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya pemeran Shan Cai dalam Serial Meteor Garden tersebut diketahui melakukan kunjungan ke Jepang bersama keluarganya dalam rangka merayakan Imlek. Di tengah perjalanan ia tertular flu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di saat yang sama ketika Barbie Hsu dan keluarganya berlibur di Jepang sedang merebak wabah influenza. Wabah influenza tersebut tidak seperti kasus biasa yang sering terjadi. Wabah influenza yang menyerang Jepang pada akhir Desember 2024 tersebut disebut sebagai wabah terbesar sejak 25 tahun terakhir. Data dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang dalam waktu seminggu tepatnya pada 23-29 Desember terdapat 317.812 orang yang terjangkit flu. Angka tersebut lebih besar dari kasus influenza yang terjadi pada 2023 lalu dengan 104.612 kasus.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tjandra Yoga Aditama menjelaskan bahwa virus influenza dapat berkembang menjadi pneumonia. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh keseimbangan antara virulensi virus dan juga daya tahan tubuh orang yang terpapar. Ia juga menjelaskan bahwa ada banyak jenis virus influenza. Penamaannya merupakan kombinasi dari Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Setidaknya ada 18 jenis H sampai H16) dan 11 jenis N (N1 sampai N9).
Virus influenza yang menyerang Jepang merupakan subtype A (H1N1), A (H3N2), dan tipe B.
Menurut laman European Centre for Disease Prevention and Control peredaran jenis ketiga virus flu tersebt secara bersamaan juga sering kali terjadi di negara-negara lain, seperti Spanyol dan Australia.
Dilansir dari laman Centers for Disease Control and Prevention virus influenza H1NI1 dan H3N2 telah berkembang sejak berabad-abad lalu. Di Amerika virus Influenza A HIN1 tercatat sebagi virus influenza paling mematikan dengan lebih dari 500.000 korban meninggal dunia. Diperkirakan juga 50 juta orang di seluruh dunia meninggal dunia akibat serangan virus influenza yang saat itu disebut dengan flu Spanyol. Selain itu, pada 1968 virus influenza subtype H3N2 juga telah menewaskan satu juta orang.
Di abad ke-21 H1N1 kembali menyerang masyarakat. Virus H1N1 yang pada saat itu merebak berasal dari babi. Virus tersebut pada awalnya ditularkan oleh orang-orang meksiko, kemudian mulai berkembang ke Amerika Serikat dan lama-kelamaan meluas ke seluruh dunia dengan menginfeksi 200 negara. Virus tersebut kemudian baru berakhir setelah lebih dari satu tahun menjangkit, yakni pada 10 Agustus 2010.
Penanganan Terhadap Virus Influenza
Flu H1N1 sensitif terhadap dua obat, yaitu Tamiflu® (oseltamivir) dan Relenza® (zanamivir). Obat tersebut bekerja menghambat protein neuramindase esensial. Penggunaan dua obat tersebut secara tepat dapat melawan virus flu dengan memperpendek durasi dan mengurangi keparahan penyakit serta mengurangi kemungkinan penyebaran penyakit.
Terlebih obat-obatan tersebut juga dapat mengurangi risiko pneumonia yang menjadi penyebab utama kematian akibat influenza. Agar dapat bekerja secara efektif obat tersebut akan lebih baik jika dikonsumsi secepatnya saat timbul gejala.
Selain dengan konsumsi obat pencegahan virus influenza dapat dilakukan dengan vaksinisasi. Meskipun banyak pihak yang mengkhawatirkan keamanan vaksin H1N1, namun vaksin flu memiliki riwayat keamanan yang sangat baik. Dengan vaksinisasi virus akan tumbuh jauh lebih lambat.
Nia Nur Fadillah turut berkontribusi dalam pembuatan artikel ini