PARA wanita, waspadalah terhadap ~kondisi jantung Anda. Angka ke~matian wanita ketika operasi pembuluh jantung mencapai 4,6~% dari seluruh kasus. Angka kematian pada pasien pria hanya 2,6~%. Itulah evaluasi yang dilakukan belum lama ini di Cedars-Sinai Medical Center, Los Angeles, Amerika Serikat. Menurut Dr. Steven Khan, ahli jantung yan~g melakukan evaluasi tadi, seba~gian besar kematian tersebut akibat dokter. "Umumnya wanita itu terlambat mereka tangani," katanya. Dalam majalah American Health terbitan terakhir, Khan mengutarakan bahwa biasanya dokter cepat mendiagnosa jantung pasien pria, walau ia sering masih sehat. Sementara itu, pada wanita diagnosanya baru ditegakkan ketika kondisi jantungnya sudah gawat. Data pasien menunjukkan, 75% pasien jantung wanita sudah dalam kondisi gawat saat didiagnosa. Tapi pada pria, hanya 45% yang menjadi korban karena terlambat didiagnosa. Dalam sebuah survei lain, ternyata cuma 4% dari wanita yang mengalami sakit dada hebat diminta oleh dokter untuk melakukan pemeriksaan jantung secara intensif. Sementara itu, 40% pria yang mengalami gejala sama segera mendapat pemeriksaan intensif. "Dengan sendirinya keterlambatan itu mengakibatkan risiko operasi by pass menjadi lebih tinggi," kata Khan. Ia juga menemukan 42% pasien wanita sudah terancam kegagalan jantung ketika menjalani operasi. Pada pria, hanya 33% yang mengalami gejala sama ketika akan dioperasi. Selain itu, Khan yakin, sekarang penyakit jantung mengancam wanita. Khususnya di kalangan mereka yang berusia di atas 60 tahun. Walau belum ada data cukup kuat untuk mendukung pendapat tadi, banyak hal tentang penyakit jantung pada wanita memang belum terungkap seluk-beluknya. Sampai sekarang, entah mengapa, tidak banyak dokter meneliti simtom dan perkembangan jantung pada wanita. Ahli jantung RS Harapan Kita di Jakarta, dr. Lili Rilantono, membenarkan pendapat Steven Khan. "Memang, wanita di atas 60 tahun lebih mudah terancam penyakit jantung," katanya. Menurut Lili, ancaman itu juga ada hubungannya dengan menopause. Jumlah penderitanya pada wanita yang sudah menopause, dua sampai tiga kali dibandingkan pada wanita yang masih mengalami menstruasi. Tubuh wanita yang menopause, tambah Lili, tak lagi memproduksi hormon estrogen. Hormon ini ada hubungannya dengan sakit jantung. Namun, Lili belum mengetahui persis bagaimana kaitan keduanya. "Saya sedang tertarik untuk menelitinya," katanya. Dan ia membenarkan, sampai sekarang hubungan penyakit jantung dengan wanita relatif masih diabaikan. Ini karena penderitanya rata-rata lebih kecil dari jumlah penderita pria. Di RS Harapan Kita, misalnya, hanya 39% dari penderita gangguan jantung itu wanita. Dari semua pasien di klinik jantung yang menjalani rawat jalan tercatat 35% wanita. Di antara pasien jantung yang dirawat di rumah sakit, jumlah pasien wanita sekitar 13%. Dari data bedah jantung, penderita wanita yang menjalani operasi itu kurang dari 10%. Di samping itu, menurut pengalaman Lili dalam menangani pasien, banyak penderita jantung wanita yang sakitnya tidak serius dibanding pria. Pada pria, perkembangan penyakit ini biasanya cepat dan menggemparkan. Tahu-tahu, ia sudah mendapat serangan. Namun, Lili setuju bahwa semua gejala itu tidak bisa membuat kita menyimpulkan bahwa kaum wanita lebih terlindung disambar penyakit jantung. "Soal itu kita belum tahu," katanya. Dan siapa tahu kalau kecilnya persentase pada wanita karena mereka yang mengunjungi rumah sakit umumnya juga kecil. Menurut Lili, ada sebuah survei yang menunjukkan indikasi besarnya persentase gejala jantung pada wanita. Survei di tiga kecamatan di Jakarta Selatan ini tidak didasarkan pemeriksaan intensif. Yang dilakukan hanya mencatat indikasinya, khususnya sakit dada. Hasilnya mengejutkan. Dari semua responden yang mengalami gang~guan jantung~ itu terny~at~a adalah wanita. Prof. Nanette Wenger, ahli jantung dari Atlanta University, menemukan bahwa para dokter umumnya menganggap sakit dada hebat (angina pektoris) tidak serius pada wanita. Soalnya, katanya, ada sakit dada pada wanita yang bukan angina pektoris. Namun, ahli jantung ini mengatakan, bila wanita benar-benar terkena angina pektoris, gejalanya bisa sangat gawat. Dalam sebuah studi perbandingan, Wenger menemukan bahwa responden wanita 50% mempunyai kondisi pembuluh jantung yang potensial bagi timbulnya angina pektoris. Sedangkan pada responden pria ditemukannya hanya 17%. Jadi, "Segera minta pemeriksaan intensif bila merasakan gejala penyakit jantung." kata Wenger. Tak ada satu pun penyebab penyakit jantung menunjukkan terutama menyerang pria saja. Memang, sebelumnya rata-rata dokter meyakini penyakit jantung sebagai penyakit pria, dibandingkan mengancam wanita. Pendapat ini tidak mempunyai dasar pembuktian adanya kelainan patologis. Tapi data statistik menunjukkan gejala itu: senantiasa jumlah penderitanya pada pria lebih besar dibandingkan wanita. Pandangan yang bersandar pada kebenaran statistik itu ternyata mempengaruhi sikap para dokter. Akibatnya, mereka lebih serius menghadapi pasien jantung pria daripada wanita. Kemudian sikap ini dikritik, karena memang bisa fatal. "Faktor risikonya pada pria maupun wanita sama saja," kata dr. Lili Rilantono. Bisa karena hipertensi, stres, kegemukan, kurang gerak. kolesterol tinggi, dan merokok. Jim Supangkat, Sugrahetty Dyan K.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini