BAGI orang Kristen, pengobatan gaib, dalam arti cara
pengobatan yang tidak dapat diterangkan melalui ilmu kedokteran
modern, bukan hal yang aneh. Kekuatan penyembuhan yang
ditunjukkan Yesus, seperti yang diungkapkan dalam Injil,
menunjukkan bahwa pengobatan gaib itu memang mungkin terjadi.
Bagi banyak dokter, apa yang disebut sebagai pengobatan
gaib di era post-Jesus ini lebih ditafsirkan sebagai salah satu
bentuk psikoterapi seperti yang dilakukan oleh para ahli ilmu
jiwa dan dokter jiwa. Kisah pengalaman Ibnu Sina yang berhasil
mengobati seorang gadis yang menderita depresi karena jatuh
cinta, hanya dengan meraba nadi gadis tersebut merupakan contoh
klasik dari psikoterapi di awal ilmu kedokteran modern.
E. Fuller Torrey, seorang psikiater dari National Institute
of Mental Health, Amerika Serikat, daqam bukunya The Mind Game
mencoba menunjukkan perbedaan dan persamaan antara psikoterapi
modern dengan cara pengobatan gaib yang dilakukan oleh
dukun-dukun di berbagai negara. Ia telah melakukan penyelidikan
di berbagai pelosok dunia termasuk Eskimo, sliku Iban di
Kalimantan, dan juga balidn di Bali.
Menurut Torrey, k ekuatan para ahli pengobatan gaib ada lah
pada adanya pengharapan pada penderita, kemampuan pengobatan
untuk membangkitkan harapan, dan reputasi pengobat itu sendiri.
Pengharapan itu sendiri mempunyai kekuatan magis yang
mengagumkan. Tidak jarang terjadi bahwa apa yang diinginkan oleh
seseorang untuk terjadi, benar-benar terjadi apabila keinginan
itu cukup kuat. Menurut Torrey, inilah yang dinamakan "sel
fulflling prophecy." Pengharapan adalah determinan yang utama
dalam perilaku manusia.
Faktor pengharapan ini dapat membuat seorang sehat atau
sakit. Bahkan mati. Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan
di Afrika dan Amerika Latin, faktor pengharapan ini pula yang
berperanan dalam kematian karena ilmu "voodoo" atau guna-guna.
Kalau seseorang yakin bahwa ada orang yang akan membunuhnya
melalui "voodoo", maka dalam kenyataan ia akan mengalami sakit
dan benar-benar meninggal. Keyakinan bahwa ia akan diguna-guna
itu dapat tumbuh dari dirinya sendiri, atau sengaja
"ditanamkan" oleh orang lain dengan berbagai cara secara
terus menerus.
Keberhasilan pengobat gaib, menurut Torrey, salah satu
sebabnya adalah adanya pengharapan yang kuat bahwa dengan
pengobatan gaib itu ia akan sembuh. Apalagi kalau si pengobat
gaib memiliki dua faktor: kemampuan membangkitkan harapan dan
reputasi sebagai pengobat gaib yang ampuh.
Dengan kata lain, Torrey beranggapan unsur-unsur utama
dalam penyembuhan seseorang adalah dalam diri orang itu sendiri.
Cara-cara yang serba misterius, seperti diamatinya pada
dukun-dukun Indian dan juga manang di suku Iban, hanyalah
sebagai sarana untuk meyakinkan penderita akan keampuhannya,
serta membangkitkan harapan akan terusirnya roh-roh jahat yang
meng ganggu.
Oleh karena itu faktor kepercayaan kepada pengobat menjadi
salah satu faktor penentu yang utama. Suatu hal yang oleh
dokter-dokter modern sudah mulai kurang diperhatikan. Cara
berfikir yang secara analitik modern, dan melihat manusia
sebagai kumpulan organ-organ yang dipandang secara terpecah
belah, membuat para dokter itu semacam komputer.
Di Indonesia perhatian para sarjana nampaknya belum tumbuh
untuk meneliti pengobatan-pengohatan gaib yang tumbuh dalam
masyarakat. Sedangkan Departemen Kesehatan sendiri menganjurkan
tidak, melarang juga belum pernah. Cuma seperti yang dikatakan
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr l.G.M. Brata Ranuh MPH
"pemerintah menjaga agar pengobatan gaib itu jangan sampai
berbahaya dan memgikan masyarakat."
Secara sendiri-sendiri beberapa dokter nampaknya sudah
mendekati masalah ini. Malahan ikut serta mempraktekkannya.
Misalnya dr Raden Soesilo yang menjabat sebagai dokter kabupaten
di Kulon Progo. Di rumahsakit ia dinas sebagai dokter. Di rumah
dia praktek kedokteran dicampur kebatinan.
Menarik juga untuk dicatat Brigjen (Pur) dr S. Harnopidjati.
Lulusan FKUI tahun 1953, sekarang dia Kepala Kesellatan Badan
Koordinator KontraktorKontraktor Asing, Pertamina. Antara tahun
19O7 sampai I970 menjabat Rektor Universitas Sumatra Utara.
JIKA dia tak berhasil mengobatti pasien dengan ilmu
kedokteran. maka dia menyerahkan diri kepa—la Tuhan. Penyerahan
ini memberikan petunjuk gaib. Ismail Marahimin, dosen di
Fakultas Sastra Universitas Indonesia pernah minta pengobatan
kepadanya.
Soalnya Ismail menderita penyakitkeringat berdarah.
Kulitnya sudah dipcriksa di laboratorium, tapi hasilnya
menunjukkan dia sehat. "Saya sendiri tidak menderita dengan
keadaan itu. Tapi warna keringat saya itu bertambah merah saja,
seperti saga," ceritanya.
Berdasarkan keterangan dari berbagai pihak akhirnya dia
berangkat menemui dr Harnopidjati yang ketika tahun 1968 itu
masih rektor USU. Harnopidjati meminta supaya disediakan
kembang kantil. Kembang itu kemudian diletakkan di atas lemari.
Di samping kembang itu disediakan pula segelas air bersih. Kalau
sampai waktu maghrib, kembang itu supaya dibuang ke pagar.
"Tapi alangkah kagetnya begitu saya melihat kembang kantil
itu sudah terpotong-potong," kata Ismail mengenang. Langsung dia
berangkat mencari dr. Harno. Jam 9 malam sang rektor datang ke
rumahnya. Dia mengelilingi rumah tinggal Ismail. Dan berhenb di
bawah pohon waru yang ada di pekarang an rumah itu. Dia
kedengarannya mengatakan sesuatu kepada pohon itu.
Kepada Ismail da kemudian berpesan agar membeli buah
kolang-kaling. Taruh di dalam piring dan letakkan di bawah pohon
waru di pekarangan rumah. Kemudian sorenya buah kolang kaling
itu dilemparkan ke bawah pohon waru tadi. Sedang piringnya
dibawa pulang. Begitulah akhir dari penyakit keringat darah yang
ajaib itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini