Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Membawa-Bawa Tuhan, Katanya ...

Praktek pengobatan gaib dari beberapa dukun. diantaranya h.a.asyakar & h. esofyan di kampung sindanglaya talang, pacet. ada yang bisa mengoperasi dengan cara yang aneh, ada yang mengaku kemasukan roh, dst.

27 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA sendiri sudah berusaha untuk merangkul tukang jamu dan dukun-dukun pengobatan tradisional. Ini terlihat dari sebuah simposium obat tradisional yang diselenggarakan Departemen Kesehatan, Desember 1978. Tukang jamu dan dukun berbagai penyakit diundang ke simposium itu. Mereka malahan dipersilakan untuk mendemonstrasikan keahlian mereka di depan para peserta yang sebagian besar adalah dokter. Tak terdengar lagi bagaimana kelanjutan ajakan itu. Sementara di tengah-tengah masyarakat, berkembang subur pengobatan yang berada di luar batas pengobatan tradisional yang hendak dirangkul pemerintah tersebut. Para pelaksana pengobatan jenis ini keberatan kalau disebut dukun. Karena menurut mereka sendiri mereka adalah "perantara Allah" atau suruhan "Mbah Anu". Dan pengobatan ini disebutkan orang awam sebagai pengobatan gaib. Mungkin karena "oraog kuat" yang bisa menyembuhkan itu sendiri "tak tahu mengapa dia bisa mcngobati." Pokoknya ada kekuatan yang masuk ke dalam jasmani mereka dan menuliskan "Resep Obat". "Saya ini kan ibarat kurungan saja. Semuanya yang menentukan Mbah," kata Upik Zuhaniar, 38 tahun, Pemimpin Pusat Pertolongan Pusaka Banten di Daerah Rawasari, Jakarta. Wanita yang berpendidikan SGB dan bersuamikan seorang sarjana ilmu politik lulusan Universitas 17 Agustus itu, mengaku tubuhnya "dimasuki" arwah Syekh Maulana Hasanudin dari Banten. Ia sendiri menurut pengakuannya adalah kaul Kramat Luar Batang. Ceritanya, sudah 18 tahun kedua orang tuanva berumah tangga, tapi belum juga dikaruniai anak. Lantas kedua orang tua berangkat ke makam Habib Husein Alaidrus di Luar Batang, Jakarta. Ketika itu mereka bernazar akan menyumbangkan 9 ekor kambing ke tempat keramat itu begitu mereka dapat anak. Tak lama kemudian Si Upik pun lahirlah. Ketika kedua orang tuanya meninggal, dia sudah berumur 16. Setahun kemudian jalan hidupnya berubah. Ia kesurupandan membikin geger keluarganya di Bengkulu. "Pulangkan anak saya ke Keramat Luar Batang Jakarta karena kalian tidak melaksanakan kaul " hegitu teriaknya tak sadarkan diri dan pingsan sehari suntuk. Ia kesurupan seperti itu beberapa kali. Sanak keluarga bingung. Akhirnya dia dikirimkan ke Jakarta dan menumpang pada salah seorang pamannya di Jalan Paseban. "Rupanya yang masuk ke tubuh saya itu Habib Husein sendiri, menagih kaul. Dan saya disebut sebagai anaknya, diminta kembali olehnya. Karena orang tua saya tak melaksanakan kaul mereka," katanya. Seseorang yang hendak minta pertolongan mula-mula ditemui Upik Zuhaniar di ruangan tamu. Pasien diajak bercakap-cakap seperti orang datang bertandang. Tak boleh langsung mengajukan keluhan-keluhan. Dari situ pasien dibawa ke ruangan praktek. Di situ tersedia sebuah kursi berukir tempat duduk Upik. Di depannya terdapat 2 buah kursi pula. Satu untuk pasien dan satu lagi untuk asistennya, yang tak lain adalah suaminya sendiri. Di atas sebuah bufet tersedia bermacam benda. Ada tungku pedupaan dan jamu-jamuan. Ada kembang yang sudah kering, kunyit, bangle, daun sembung, serei, jahe dan lain-lain. Meskipun dukun ini masih muda, tapi tetamunya memanggilnya Mbah. Kalau pasien sudah duduk, lalu setanggi diasapkan. Upik Zuhaniar kemudian bersemadi, mengaku menghubungi "ayahnya", Habib Husein dari Luar Batang. "Habib akan meneruskannya ke Mbah Syekh Maulana Hasanudin," katanya. Mbah lalu memberikan petunjuk pengobaran lewat Zuhaniar yang menempelkan telapak tangannya ke bagian tubuh pasien yang sakit. Dengan begitu "diagnosa" penyakit selesai sudah. Kemudian ditentukan apa yang harus dilakukan oleh pasien dan apa yang harus disediakan untuk pengobatan. Ada yang ditentukan harus membawa kembang dari makam Sunan anu . TERRKADANG seorang pasien harus menyediakan tumbal berupa kain penutup nisan salahsatu makam keramat. Kain itu kemudian ditulisi Zulhaniar dengan nama-nama sifat Tuhan. "Berapa jumlah sifat Tuhan yang ditulis tergantung pada Mbah. Saya dalam keadaan tertidur, yang menulis itu adalah Mbah," begitu cerita dukun ini. Tumbal itu kemudian dibawanya bersama suaminya ke Luar Batang bersembahyang di situ. Lewat Habib Husein ia memohon agar Tuhan mengabulkan apa yang diinginkan. Pasien juga diberikan jamujamuan. Tergantung apa penyakitnya. "Tapi sesuai dengan pesan Mbah harus jamu yang baru dibuat," katanya kepada A. Muthalib dari TEMPO . Akhirnya pilihan jatuh pada Jamu Bukti Mencos yang pabriknya tak jauh dari rumah dukun itu. Kalau Jamu Air Mancur atau Jago itu 'kan sudah lama, bisa sebulan yang lalu dibuat di pabrik." Drs. Syahruddin, sang suami merangkap asisten menambahkan. Ada pula pcngobatan yang diselenggarakan di suatu tempat yang secara resmi adalah pusat pengajian Islam. Penyelenggaranya Bhakti Tawakal yang lebih dikenal dengan nama Wisma Tawakal di naerah Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta. Pusat pengajian itu dimiliki dan dipimpin oleh Haji Permana Sastrarogawa, 60 tahun. Perawakannya tinggi besar. berkulit bersih dan kalau berbicara tenang. Dia bersama anak istrinya tinggal di kompleks pengajian itu. Katanya untuki memperoleh kesembuhan orang harus berpasrah. Ketika berpasrah itulah katanya Allah akan memberikan petunjuk. Dan proses berpasrah diri itu taksulit. Pasien yangdatang ke situ terlebih dulu harus mengisi formulir yang disebut Formulir Calon Ikhwan Tawakal. Di situ pasien harus menuliskan data tentang dirinya, termasuk golongan darah, pendidikan, keahlian khusus dan agama. Ada ongkos administrasi dengan tarif Rp 500. Uang itu sudah termasuk biaya pengobatan untuk penyakit dan kcluhan apa saja. Setelah formulir diisi, ditentukan kapan pasien harus hadir dalam pengajian. Untuk melakukan pasrah diri kepada Tuhan, di situ tersedia belasan asisten Permana yang akan membimbing. Kemudian si pasien diminta melakukan amalan-amalan tertentu. Juga menghafalkan beberapa ayat Al Quran. Ini berlaku untuk mereka yang beragama di luar Islam. Latihan berpasrah diri itu terkadang berlangsung berhari-hari di aula yang terletak di tengah pusat pengajian tersebut. "Allah . . . Allah . . . Ya Karim." Begitulah sifat Tuhan disebutkan berulang-ulang, dikumandangkan oleh asisten-asisten Permana. Sementara pasien sendiri diminta mengikuti dalam hati. "Saking khusuknya kita berserah diri, makin datang kekuatan pada diri. Kalau iman kuat badaniah akan siap menghadapi musibah," begitulah Permana Sastrarogawa menjelaskan metode pengobatannya. Dan ke pusat pengajian yang terletak di daerah penghasil buah-buahan di Pasar Minggu itu, telah datang mempasrahkan diri aktor dan sutradara Wahab Abdi pertengahan 1978. Ketika sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan film Pahitnya Cinta Manisnya Dosa tiba-tiba batu ginjalnya mengamuk. Dia diangkut ke RS DGI Cikini. Ahli penyakit ginjal dr. R.P. Sidabutar ketika itu memutuskan supaya ginjal sebelah kanannya diangkat. Tak ada jalan lain. Mendengar keputusan itu Wahab semaput. Setengah bulan dia dirawat di rumah sakit itu. Lalu ia minta izin pulang untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Ia rupanya ngeri sekali menyerahkan diri ke meja operasi. Di tengah-tengah ketakutannya itu seorang kenalan menganjurkan agar dia mencoba berobat ke Wisma Tawakal. Tengah malam dia sampai ke pusat pengajian itu. Langsung mendapat pengarahan bagaiamana berpasrah diri.kepada Tuhan. Rasa nyeri dari batu ginjal itu ternyata bisa diredakan dengan berzikir. Selama 3 bulan dia menjadi penekun di pusat pengajian itu. Dengan bimbingan asisten dia melakukan latihan berpasrah diri. Duduk bersila di lantai, mengikuti apa yang diucapkan asisten dalam hati. Sambil menekuni program pasrah diri di Wisma Tawakal, Wahab Abdi juga mendatangi pula dukun yang disebutkan orang bisa menyembuhkan batu ginjal. Ia pernah datang kepada seorang dukun di Haurgeulis, Jawa Barat. "Di situ saya sempat dioperasi. Tangan sang ahli itu masuk ke perut saya mengambil batu yang ada di ginjal, tanpa rasa sakit," katanya bercerita. Wahab mengaku merasakan betul bagaimana tangan sang dukun mengaduk aduk perutnya. "Terasa batu itu diambilnya, tapi beberapa hari kemudian saya roentgen, ternyata batu itu masih ada," katanya. Tapi anehnya dia tak merasa pinggangnya perih lagi. Batu ginjal itu akhirnya terpaksa dikeluarkan juga lewat operasi yang dia jalani di Taiwan, Juni yang baru lalu. Sebenarnya dia ke Taiwan untuk menemani ibunya yang menjalani operasikanker peranakan. Ketika itu ibunya mengajak Wahab untuk sekalian menjalani operasi untuk menyembuhkan batu ginJalnya. Kalau dulu dia sempat semaput mendengar rencana operasi, di Taiwan itu malahan tumbuh keberaniannya. Katanya, "karena penyerahan diri. Karena tawakal." Operasi ginjal itu berhasil, sekalipun dia sempat koma 2 hari 2 malam, karena mendapat serangan jantung begitu operasi selesai dilakukan. Sekarang Wahab sudah' sehat. Ia sudah kapok. Tak pernah ke night-club lagi. "Nggak ke sana saya nggak kehilangan. Sakit tempo hari bagi saya merupakan peringatan dari Allah. Dan saya merasa telah diselamatkan, bukan oleh Tawakal, tapi karena seringnya saya berzikir. Karena dekat pada Tuhan." katanya. TAPI Wisma Tawakal tetap membekas di hatinya. Terutama pada saat yang disebutkan praktek "disujudkan". Semacam usaha untuk mendesentralisasikan diri. Katanya, kalau dilakukan dengan baik orang yang melaksanakannya akan bertingkah-laku menurut tuntunan kekuatan gaib. "Waktu disujudkan saya nangis. Sedangkan Syuman waktu itu berajojing," ungkap Wahab Abdi. Syuman yang dia maksud adalah teman seprofesi. Sutradara film ini merana selama 2 bulan di paviliun Astra, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Levernya (hati) terserang penyakit. Ia hampir saja lumpuh kehabisan tenaga gara-gara penyakit itu. Sama dengan orang lain yang datang minta pertolongan ke pusat pengajian itu, Syuman mendapat pengantar dakwah dari Haji Permana Sastrarogawa. Ia lalu dibawa ke aula dan dituntun untul berzikir. "Saya duduk dan disuruh berzikir. Malam pertama ada yang ganjilganjil. Yaitu pengalaman batin yang individual sifatnya. Sewaktu berzikir itu terasa ada proses yang menuntut agar saya bersih menghadap Dia," cerita Syuman . Dia berulang-ulang datang ke Wisma Tawakal itu. Sampai satu ketika selagi melaksanakan zikir itu terasa ada udara hangat dalam tubuhnya. Dalam keadaan sadar dan tidak, katanya, tanpa perintah dari otak, tubuhnya bergerak seolah hendak "membuang yang buruk dari dalam tubuh." la lalu menari-nari. Berajojing selama 2 jam. Ditambah satu jam lagi melakukan gerak-gerakan jurus silat perguruan Bangau Putih yang memang pernah diikutinya setahun sebelumnya di Bogor. "Aneh 'kan saya lumpuh tapi di situ saya bisa ajojing," ujar sang sutradara. Nyonya Fatmawati dan bekas Menteri PUTL Ir. Sutami juga pernah mempasrahkan diri di pusat pengajian itu sebelum mereka meninggal. Pejabat dan istri mereka banyak yang mencoba ke sana. Termasuk istri menteri yang diketahui tidak memeluk agama Islam. Di Malang pusat pengajian yang juga berfungsi sebagai pusat penyembuhdn juga ada. Terletak sekikar 10 km dari kota Malang, Ja-Tim. Kira-kira setengah kilo dari Pasar Singosari. Darussalam Health Centre Singosari ini milik seorang kiai yang berasal dari Madura. Kiai ini keberatan disebutkan namanya. Karena katanya penyebutan nama lewat media massa bertentangan dengan sifat ikhlas seorang penolong. Sang kiai melakukan pemeriksaan terhadap pasien yang menurut pengakuannya menderita gangguan saraf karena sihir, maupun karena ulah jin, di dalam ruangan 3 x 5 meter. Setelah mengoles jari kanan pada piring yang berisi garam dan tangkai bawang merah serta mengucapkan bismillahirrobmanirohim, ia memegang beberapa bagian tubuh si pasien sambil memberikan semburan air dari mulutnya. Bila pasien meronta, menjerit atau merasa sakit pada bagian yang dipegang, tak salah lagi di sanalah penyakitnya. Pasien kemudian disuruh membuka mata lebar-lebar sambil mengucapkan dua kalimah syahadat. Sehabis diperiksa, pasien kemudian dirawat oleh perawat lelaki untuk pasien yang lelaki dan perawat perempuan untuk pasien perempuan. Perawat itu akan memandikan pasien dengan air hangat yang dicampur dengan garam. Lantas kedua belah kaki direndam pula dengan air garam. Yang namanya pengajian dilaksanakan malam hari, sehabis sembahyang Isya. Surat yang dibaca adalah surat Yasin. Ada sekitar 10 sampai 25 orang yang mengaji saban malam. Bersamaan dengan pembacaan surat Yasin itu di tengah-tengah para pembaca ada baskom besar berisi garam. Baskom itu diganti lagi dengan baskom lain setelah dibcakav Yasin 4 kali. "Penggantian itu dilakukan sampai 5 kali. Sehingga setiap malam ada sekitar 60 kg garam yang sudah dibacakan Yasin sejumlah 205 kali," tulis Koresponden TEMPO, Ibrahim Husni yang berkunjung ke sana haru-baru ini. Istri salah satu bekas Ketua DPR RI pernah dirawat di sini. Kabarnya, mcnurut dokter, bagian perutnya terserang kanker. Selama Z0 hari dia dirawat di Singosari dan sudah merasa sembuh menurut keluarga terdekat. Singosari juga mengenal pasien J.F.W Wilke. Orang Jerman yang menjadi direktur dari sebuah perusahaan penyalur pompa dan penyaringan air di Jakara. Dia sakit asma dan jantung. Begitu dekatnya orang Jerman ini dengan kiai sampai-sampai dia menyumbangkan sebuah masjid untuk pusat pengajian Singosa ri . Tapi Wilke tak tertolong dan meninggal November lalu. Anak angkat Wilke, Ida Iswandari, yang menderita lemah jantung juga pcrnah berobat ke sana. Atas ajakan ayah angkatnya juga. "Tapi mungkin karena saya tak yakin, tak ada pengaruhnya," kata Ida. Keyakinan memang inilah yang menjadi syarat bagi pengobatan gaib di mana-mana. Begitu juga buat Pak Kiran yang terkenal dari Sukosewu, Ja-Tim. "Keyakinan dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan syarat mutlak. Itulah sebabnya apapun sakit dan permintaan seseorang, Jamunya hanya satu cairan kunhlg ini," begitu kata dukun itu kepada Koresponden TEMPO Slamet Oerip Prihadi yang pernah setahun dalam perawatannya. Jamu cair berwarna kuning yang ditunjukkan Pak Kiran itu merupakan ramuan dari air, jeruk, kunyit dan kuning telur. Cairan ini nampaknya diperlakukan orang nyaris seperti mukjizat. Ia menjadi santapan bagi sekitar 300 pasien yang menempati 30 rumah penampungan di kompleks Pak Kiran. Belum lagi dihitung mereka yang datang berobat jalan dari berbagai penjuru Pulau Jawa. Pencari kesembuhan ini datang menampung cairan kuning itu dengan membawa jeriken plastik berukuran 2 sampai 20 liter. Jeriken ini akan diisi sendiri oleh Pak Kiran. Hari Sabtu Minggu dan terutama Kamis malam Jumat jeriken itu bisa berjumlah ribuan. Pak Kiran juga menunjukkan keistimewaannya dalam mengisi jeriken-jeriken kosong itu. Dengan ciduk plastik ukuran 1 liter dia bisa mengisi jeriken yang totai berkapasitas 200 liter dalam satu jam. DALAM menghadapi ribuan tamu saban hari, . dukun cairan kuning itu dibantu oleh pasien pasiennya yang telah sembuh atau hampir waras. Sunoto misalnya penderita kulit bersisik seperti ular yang setiap malam sisiknya mengelupas, setelah sembuh membantu Pak Kiran. Penyanyi Arie Kusmiran yang sudah membeli rumah seharga Rp 2,4 juta dekat kompleks Pak Kiran, juga ikut membantu. Arie sembuh dari kerusakan selaput Suara. Joice Erna juga tampak di situ. Karena Pak Kiran, katanya sakit levernya bisa sembuh. Gadis-gadis cantik itu tak segan-segan membantu sang penyembuh, misalnya dengan menjaga lalu-lintas gelas atau mengangkat jeriken jamu . Ribuan orang yang menunggu keampuhan pengobatannya terlayani semuanya dalam sehari. Ini berkat teknik "diagnosa" kilat. Tiap tamu yang masing-masing sudah membawa kembang telon (mawar, kenanga,dan kuncup kantil) begitu menghadap sambil berlutut, rangkuman bunga itu langsung dibuka. Pak Kiran segera menyebutkan pantangan makanan dan minuman, diberi 1 atau 3 gelas jamu selesailah sudah. Atau kalau si pasien membawa telur ayam, Pak Kiran ccpat nlemegangnya. Telur itu dibawa pulang oleh pasien untuk disantap. Macam-macam keluhan dan permohonan disampaikan kepada Pak Kiran, konon mereka yang tak bisa tertolong bisa dilihat pada kembang telon (tiga) yang jadi syarat. Sang dukun menyehutkan ini sebagai "tanda-tanda dari Tuhan." Kalau begitu dibuka Pak Kiran, bunga mawar (sekalipun yang segar) kelopaknya lepas semua, lantas kuncup kantil hancur berkeping, bisa ditebak Pak Kiran enggan menerimanya. Mawar hancur kata Pak Kiran berarti usia si pasien menjelang tamat. Misalnya Dts Lohot, sekretaris DPRD Blitar. Ia menderita kanker paru-paru. Rumah sakit angkat tangan. Dibawa ke Pak Kiran, orang yang diandalkan ini malahan menyuruh bahwa kembali ke rumah sakit. Lohot dibekali jamu dan pulang. Kabarnya setelah minum cairan kuning, pasien yang semula tak bisa bicara itu sudah mulai berkata-kata. Tapi seming gu kemudian dia meninggal. Sekalipun kembang telon itu menjadi syarat, Pak Kiran bisa pula menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting. Tanpa bunga dia juga memberikan "diagnosa". "Bunga sebetulnya saya perlukan untuk memberi penghasilan bagi pedagang burjga saja," katanya tenang seraya menepulkan asap rokok Gudang Garam. Pada kotak rokoknya kelihatan tulisan: Istana Presiden. Kalau Pak Kiran tak lepas dari cairan kuningnya, dua bersaudara H.A. Asyhar dan H.E. Sofyan di Kampung Sindanglaya Talang, Kecamatan Pacet, Cianjur Ja-Bar tak pernah lepas dari plester dan kapas. Mereka praktek dalam sebuah ruangan yang bisa menampung sekaligus 3 atau 4 orang. Suasana agak riuh kare na para pengantar diperkenankan masuk ke ruanan itu. Yang lain. Seorang laki-laki mengeluh sakit ginjal. Si pasien dibaringkan dan sekarang tangan H.A. Asyhar berada di pinggang kiri pasien. Siap untuk mengeluarkan batu ginjal dari situ. "Silakan kalau dipotret," ujarnya kepada wartawan TEMPO yang datang berkunjung. Seorang pembantu sudah siap dengan plester yang terbuka. "Auh..." keluh si pasien. Pinggangnya sekelebat tampak berdarah. Di tangan Asyhar segera terlihat batu karang kecil sebesar ujung kelingking. Luka kemudian ditutup kapasdan plester. Beginilah caranya dua bersaudara ini mengobati macam-macam penyakit dalam dan tumor. Sehari pasiennya ratarata 150 orang. "Dengan izin Allah penyakit apa saja bisa kami sembuhkan, termasuk juga teluh," kata H.E. Sofyan, 32 tahun. Daerah Kabupaten Deli Serdang, Sum-Ut juga mengenal dukun yang bisa melakukan pembedahan aneh begitu. Di Desa Tandem Hilir, Kecamatan Hamparan Perak berdiamlah Sudarsono, orang yang mengaku berisi roh Walisongo. Itulah makanya dia sering mondar-mandir ke Jakarta untuk menjumpai Masagung, pengusaha yang gandrung berhubungan dengan Walisongo. Salah seorang pasiennya, Miswari, mengeluh belum punya anak dari perkawinan dengan seorang dokter. Untuk keluhan begini diperlukan pembedahan. Tanggal 8 Juli yang lalu dia dibaringkan Sudarsono di atas bale-bale beralas plastik warna merah. Mula-mula dia "dibius". Caranya sang dukun menghembus perlahan kedua daun telinganya. Juga ubun-ubunnya. Miswari langsung seperti tak sadarkan diri. Dukun yang mengaku titisan roh Walisongo itu menyayat perut sebelah kirinya dengan alat mirip pisau silet. Tak terasa sakit. Padahal dia bisa melihat darah bercucuran ke lantai . ISI perutnya di kotak-katik. Kemudian ditutup lagi. Tak jelas dijahit dengan apa. Cuma yang terlihat Miswari luka itu hanya ditutup dengan kedua tangan sang dukun. Lamanya operasi setengah jam. Kemudian jempol kakinya diisap pula.Dan Miswari siuman kembali Ia merasa lemah dan diberi air garam segelas. Anehnya menurut wanita yang merindukan anak itu, sesampainya di rumah bekas pembedahan itu sudah sembuh. Yang tinggal hanya parut sepanjang 5 cm. Seminggu sekali dia berkunjung ke dukun Sudarsono. Membawa bunga untuk dimanterai. Dibawa pulang untuk dicampur ke dalam air mandi. "Sekarang saya sudah ada tandatanda hamil," kata Miswari. Banyak yang tak percaya, tapi semua harus menunggu, membuktikan kandungan wanita itu. Pembedahan gaib mirip-mirip dua bersaudara dari Sindanglaya ini pernah juga dikenal di Kampung Gemblakan Bawah, Yogyakarta. Adalah seorang istri Sersan Mayor Mujiyono di situ. Dia im bikin gempat di kampung itu . Kisahnya dimulai dari seorang anak sakit amandel. Tak jelas karena dorongan apa, orang tua anak itu minta Bu Mujiyo supaya mengobatinya. Anak itu lalu didudukkan di sebuah kursi. Telapak tangan anak itu ditumpukan di atas sebuah gelas berisi air putih. Lalu telapak tangan berikut gelas tadi ditutup secarik kain putih. Jari jemari tangan kanan Bu Mujiyo memiJat-mijat bagian tenggorokan anak itu dengan segumpal kapas. Berulang kali bagian leher itu digosok. Ketika kapas diangkat tampak darah. Setelah kapas dibuang tangan Bu Mujiyo mengusap leher si anak. Lalu usapan tangannya itu turun mengikuti telapak tangan si anak yang ditutup kain putih tadi. Berulang gerakan itu dilakukannya. Ketika kain putih diangkat puah . . . di dalam gelas umpak daging menjijikkan dan berbau busuk. Sejak saat itu ramailah orang yang sakit kencing batu, bisul, darah tinggi,kencing manis dan macam-macam, minta pertolongan pada Bu Mujoyo. Sampaisampai untuk menemuinya orang harus mengambil karcis untuk antre. Tak lama kemudian kampung itu gempar lagi. Seorang ibu yang bernama Nanik mendadak punya keahlian persis seperti Bu Mujiyo. Pada saat bersamaan diam-diam tim dokter dari Universitas Gajah Mada meneliti gumpalan daging amandel seorang pasien. Setelah diteliti, kabarnya gumpalan daging itu tak lain dari daging sapi busuk. Dengan suatu alasan tak jelas Bu Mujiyo meninggalkan kampung halamannya hijrah ke Cirebon. Kabarnya mau memperdalam ilmu. Tapi belakangan terdengar ia buka praktek di daerah Indramayu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus