Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Seks anal atau hubungan seksual yang dilakukan dengan cara memasukkan penis ke dubur sempat menjadi perbincangan publik. Isu ini sempat mencuat setelah insiden warga Indonesia di Inggris Reynhard Sinaga yang dihukum seumur hidup oleh pengadilan di Inggris karena terjerat kasus kekerasan seksual. Salah satu bukti kasus Reynhard Sinaga adalah sejumlah rekaman hubungan intim Reynhard Sinaga dengan para korbannya yang merupakan pria Inggris melakukan seks anal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Akademisi dan praktisi klinis, dokter Ari Fahrial Syam mengatakan bahwa perilaku seks anal sering dilakukan khususnya oleh para pelaku kekerasan seksual juga pasangan suami istri. Ada tiga hal yang mendasari fenomena ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertama adalah kenikmatan yang bisa didapat pelaku seks anal. Berbagai studi menunjukkan epitelium anus dilapisi oleh ujung-ujung saraf sensorik yang sensitif. “Ini yang menyebabkan munculnya rangsangan dan sensasi nikmat apabila reseptornya tersentuh,” katanya dalam acara Info Sehat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta pada Jumat, 10 Januari 2020.
Penyebab lain dari munculnya perilaku seks anal adalah film porno. Ari menjelaskan bahwa mendapatkan film porno sekarang sangat mudah. "Khususnya di era digital, melalui internet pun bisa diakses. Mereka yang sering menonton biasanya akan mencontoh dan salah satunya adalah seks anal,” katanya.
Ketiga, fantasi yang berlebihan juga menjadi faktor pendorong adanya seks anal. Ditambah dengan tontonan video porno, banyak orang maupun pasangan akan berkhayal tentang posisi-posisi seks. “Akhirnya mereka merealisasikan fantasi seksual mereka ke seks anal,” katanya.