Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Utama SEANUTS II di Indonesia dan Guru Besar di Fakultas Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia Rini Sekartini mengatakan, SEANUTS mempelajari tantangan pemenuhan gizi pada anak-anak yang sangat penting bagi kesehatan dan tumbuh kembang yang optimal. Pada SEANUTS II, kami mempelajari tentang kebiasaan sarapan yang ternyata berperan besar dalam menyediakan nutrisi penting untuk pertumbuhan anak," katanya dalam peluncuran SEANUTS II pada awal November 2024 di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Studi South East Asian Nutrition Surveys II (SEANUTS II) merilis temuan baru yang menunjukkan bahwa konsumsi susu pada saat sarapan meningkatkan asupan mikronutrien esensial bagi anak-anak. SEANUTS II yang dirilis pada tahun 2024 ini merupakan kelanjutan dari SEANUTS I yang dilaksanakan pada tahun 2013 di empat negara di Asia Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rini melanjutkan, hanya 32 persen anak berusia 2 hingga 12 tahun yang mengkonsumsi sarapan yang memadai di Indonesia. Dengan asupan sarapan yang cukup terdiri dari menu yang beragam dan menurut temuan SEANUTS II, ditemukan bahwa konsumsi susu saat sarapan memiliki hubungan erat dengan peningkatan kualitas diet anak-anak. "Secara umum, anak-anak yang mengkonsumsi susu pada saat sarapan memiliki asupan mikronutrien esensial lebih tinggi, terutama untuk Kalsium dan Vitamin D,” kata Rini.
Berdasarkan studi SEANUTS II, anak-anak di Indonesia ditemukan belum memenuhi rekomendasi kebutuhan rata-rata harian untuk Kalsium (78 persen) dan Vitamin D (92 persen), sehingga menimbulkan risiko yang serius bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Studi ini juga menyoroti pentingnya konsumsi susu pada saat sarapan yang dapat memenuhi asupan harian Vitamin D 4.4x dan Kalsium 2.6x lebih tinggi bagi anak-anak Indonesia.
Secara keseluruhan, SEANUTS II menunjukkan bahwa stunting dan anemia masih terjadi di Asia Tenggara, terutama di kalangan anak-anak yang lebih muda. Namun, di antara anak-anak yang lebih tua, terdapat prevalensi yang lebih tinggi untuk kelebihan berat badan dan obesitas. Selain itu, sebanyak 27 persen anak-anak mengalami kekurangan Vitamin D, dengan 46 persen di antaranya terjadi di kelompok usia yang lebih tua. 'Tiga beban' malnutrisi ini menyoroti perlunya intervensi gizi yang ditargetkan dan program pendidikan. Temuan tambahan dari SEANUTS II juga menunjukkan bahwa sarapan dengan produk susu dapat berperan dalam meningkatkan asupan mikronutrien harian anak-anak.
Isu tiga beban malnutrisi pada anak menjadi perhatian serius FrieslandCampina, penyelenggara SEANUTS. Bersama akademisi dan pakar gizi di empat negara tempat berlangsungnya penelitian, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, FrieslandCampina mempelajari tantangan pemenuhan gizi pada anak-anak.
Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia Andrew F Saputro mengatakan bahwa studi lanjutan dari SEANUTS II menekankan pentingnya konsumsi susu saat sarapan. “Temuan SEANUTS II menunjukkan bahwa anak-anak yang mengkonsumsi produk susu saat sarapan memiliki asupan mikronutrien harian yang lebih tinggi secara signifikan untuk vitamin A, B12, dan D, serta Kalsium, dibandingkan anak-anak yang tidak mengkonsumsi susu saat sarapan. Hal ini kemudian mengukuhkan kebaikan susu untuk membantu mengurangi beban gizi yang dihadapi anak-anak Indonesia,” katanya.
Produk susu bernutrisi mengandung mikronutrien yang dibutuhkan untuk perkembangan otak dan sumber energi untuk anak-anak belajar dan beraktivitas. “Saya percaya bahwa temuan studi ini menunjukkan peluang susu untuk meningkatkan status gizi anak-anak Indonesia, dimulai dari rumah. SEANUTS II dan temuannya memperkuat komitmen kami yaitu nourishing Indonesia to progress, mewujudkan tujuan kami untuk menyediakan gizi lebih baik, sehingga membantu anak-anak Indonesia membangun kekuatan untuk menang,” kata Andrew.
SEANUTS II yang diprakarsai oleh FrieslandCampina bekerja sama dengan Universitas Indonesia menyoroti persoalan tiga beban malnutrisi yang dialami oleh anak-anak Indonesia, yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan kekurangan mikronutrien. Penelitian yang melibatkan 3,456 anak berusia 0,5 tahun hingga 12 tahun ini menunjukkan bahwa asupan nutrisi, khususnya vitamin D dan Kalsium di Indonesia belum mencapai target angka yang direkomendasikan. Hasil studi ini juga diharapkan dapat mempromosikan pentingnya diet seimbang dan gaya hidup aktif melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, swasta, dan sekolah.
SEANUTS II juga mendapati bahwa prevalensi stunting pada anak di bawah usia 5 tahun di wilayah Jawa-Sumatera mencapai 28,3 persen. Artinya, 3 dari 10 anak berperawakan pendek. Lebih jauh, adapun prevalensi anemia adalah 17,9 persen. Sementara itu, 16 persen anak usia 7–12 tahun mengalami kelebihan berat badan alias obesitas.
Lebih dalam, SEANUTS II mendefinisikan sarapan sebagai makan pertama setelah tidur semalaman, dikonsumsi setelah bangun tidur dan sebelum pukul 12:00 siang (termasuk semua makanan yang dikonsumsi, kecuali air putih, teh, dan kopi tanpa susu). Sementara produk susu meliputi produk susu hewani (cair dan bubuk), yoghurt, dan keju dengan ketentuan satu porsi per hari.
Temuan SEANUTS II menjadi informasi tentang pentingnya sarapan agar anak mendapat asupan mikronutrien esensial harian yang jauh lebih tinggi. Temuan ini dapat menjadi rekomendasi dan dorongan bagi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, tenaga kesehatan profesional, sekolah-sekolah, industri, dan utamanya untuk keluarga Indonesia, bahwa sarapan dapat membantu pemenuhan nutrisi anak yang penting bagi pertumbuhan.
Pemenuhan gizi pada anak-anak menjadi fokus pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu aspek kunci bagi kemajuan bangsa, melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat meningkatkan prestasi belajar dan produktivitas kerja. Pembangunan sumber daya manusia ini akan memutus siklus kemiskinan dan kesenjangan antargenerasi.
“Melalui SEANUTS, kami bekerja sama dengan akademisi dan pakar gizi untuk mengenali tantangan terbesar dari beban gizi pada anak-anak. Selanjutnya, FFI berkolaborasi dengan berbagai kalangan masyarakat untuk menggelar edukasi dan literasi tentang kebaikan susu dan gaya hidup sehat,” kata Andrew.
Pilihan Editor: Psikolog Bagi Kiat untuk Orang Tua saat Anak Menghadapi Konflik