Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang siswi meng-amuk pada sebuah siang yang sentosa. Dan sekolah pun menjadi riuh. Ini terjadi di Sekolah Mene-ngah Pertama 29 Surabaya, Selasa dua pekan lalu. Rizky Annisa Mutiara, pelajar kelas tiga, tiba-tiba bertingkah aneh. Tubuhnya meronta-ronta dan kemudian kejang-kejang. Sorot matanya nanar menatap orang-orang di sekeliling, sambil mulutnya melontarkan kalimat-kalimat tak bermakna.
Perilaku gadis manis yang pernah mengikuti kontes cak dan ning Surabaya itu tentu saja membuat cemas para guru di sekolah itu. Rizky agaknya bukan satu-satunya murid yang tiba-tiba berperilaku aneh. Empat hari sebelumnya, Riza Normandia mengalami hal ser-upa pada saat jam pelajaran. Malah ketika itu, dalam hitungan menit, beberapa murid lain ikut-ikutan bertingkah tak w-ajar. Maka, sekolah pun menjadi gem-par. Pengelola sekolah akhir-nya terpaksa mendatangkan pa-ra-nor-mal karena menduga murid-murid kemasukan roh, atau le-bih dikenal dengan istilah ke-surupan.
Miftah, Kepala Sekolah SMP 29, menduga kesurupan yang dialami anak didiknya itu berkaitan dengan pohon-pohon tua di lingkungan sekolah. Sebab, hanya beberapa hari setelah pohon itu di tebang, puluhan muridnya mulai bertingkah tak wajar.
Dugaan Miftah ini ditepis psikiater Arya Hasanuddin. Fenomena semacam itu menurut dia sudah masuk dalam kajian kedokteran, khususnya psikiatri. Dalam buku panduan psikiatri Diagnostic and Statistical Mental Disorder, kondisi hilang kesadaran itu dikenal de-ngan istilah trans pemilikan (possession trance). Trans pemilikan ini merupakan suatu perubahan kesadaran yang ditandai dengan penggantian rasa identitas pri-badi dengan identitas baru.
Namun, kasus yang dialami siswa SMP 29 tersebut tidak bisa dikategorikan trans pemilikan. ”Possession trance itu sangat terkontrol,” kata Arya. Trans pemilikan bisa dilihat dalam pertunjuk-an kuda lumping. Aktor yang memeran-kan penunggang kuda lumping tidak per-nah ingat apa yang ia lakukan ketika sedang trans. Tingkah lakunya di-kendalikan oleh sang dalang yang memegang cemeti.
Sedangkan trans yang dialami murid-murid tadi masuk kategori trans disosia-tif. Ini sesuai dengan ciri-ciri dalam Diagnostic and Statistical Mental Disorder. Orang yang mengalami kond-isi trans disosiatif akan kejang-kejang, me-nangis, berteriak, atau mengeluarkan caci-maki semaunya. Bahkan tidak jarang menyakiti dirinya sendiri atau me-mukul orang lain. ”Jadi, lebih banyak fenomena yang bersifat gerak motorik,” kata Arya.
Sebuah penelitian di Meksiko menunjukkan bahwa trans disosiatif paling banyak dialami wanita muda dengan rentang usia 12-45 tahun. Hampir semua yang mengalami trans disosiatif ini memiliki riwayat depresi, gangguan cemas, gangguan panik, agorafobia (takut keramaian), dan gangguan stres pascatrauma.
Sebenarnya trans disosi-atif itu sendiri bersifat personal dan tidak menular. Namun, ketika sebuah komunitas memiliki ke-takutan yang sama—terhadap hantu, jin, atau makhluk gaib—itu akan mempermudah terjadi-nya trans massal. ”Ini sekaligus menjawab kenapa yang meng-alami trans di sekolah itu kebanyakan murid perempuan. Se-bab, anak laki-laki cenderung lebih berani,” kata Arya.
Trans massal seperti ini ber-kaitan dengan budaya. Tidak se-dikit masyarakat Indonesia yang mempercayai keberadaan roh-roh gentayangan yang bisa merasuki jiwa manusia. Apalagi televisi sering menayangkan acara-acara mistik tentang setan dan hantu. Tayangan ini seolah memberi legitimasi terhadap keyakinan masyarakat itu.
Dalam dunia kedokteran, fe-nomena semacam ini sebenar-nya tidak sulit diatasi. ”Kuncinya, jangan panik,” kata Arya. Jika ada seseorang mengal-ami gejala trans—entah itu posses-sion atau disosiatif—segera pi-sah-kan dari kelompoknya. Ini dilakukan agar tidak membuat takut teman-temannya dan bisa memicu trans massal.
Setelah dipisahkan dari kelompok, berikan obat tidur kepada orang yang trans tadi. Obat tidur yang murah dan beredar di pasaran secara bebas adalah obat antialergi CTM (chlorpheniramine makeate), 4 mg per tablet. ”Bisa diberikan 1-2 tablet,” kata dia. Namun, jika langkah ini belum berhasil, segera bawa ke rumah sakit terdekat untuk diberi obat penenang. ”Dokter tahu apa yang harus dihadapi. Biasanya dokter memberi valium,” ujarnya lagi.
Suseno, Rohman Taufiq (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo