Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA titik nol pergantian Senin ke Selasa, pekan lalu, Siti Nurjazilah, atau Lisa, memasuki masa pra-operasi di ruang luka bakar Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya. Ja-rum infus sudah tertancap di tangan kirinya.
Di tempat lain, perawat Yetti dan Sugi sibuk menata ruang operasi 609 di lantai 6 GBPT. Matahari beranjak naik. Tim anestesi juga mulai bekerja. Mereka menyiapkan meja operasi, tiang infus, pompa infus, cairan infus, dan 10 kantong darah. Juga obat-obatan.
Pada 06.15, perawat Mei dan Sugi mem-bimbing tubuh ce-king Lisa, yang berbobot 45 kilogram, ke ruang pramedikasi-. Rambutnya yang menyentuh punggung mereka kepang. Kepalanya dibungkus karet. Ia dibimbing ke kamar 609.
Pada 07.00, Lisa dibius. Tim dokter, yang berbaju suci hama warna hijau, mem-bersihkan wajah, dada, paha, dan punggung Lisa. Kateter menancap di sa-luran kencing, termometer bersarang di duburnya. Seluruh proses ini me-nyita dua setengah jam.
Lalu, tim membentengi jazad hidup- Lisa dengan antibiotik-. Mereka kemudian berunding, saling memberikan konfir-masi kesiapan pembedahan. Setidaknya, 55 orang terlibat. Tentu tak se-muanya masuk ruang operasi bersama-an,- me-reka bergantian. Ruang operasi 6 x 8 meter itu maksimal menampung 20 orang.
Pada 09.30, operasi tahap pertama—dari empat tahap—dimulai. Tiga tim simultan membedah kulit wajah, punggung, dan paha Lisa. Ketua teknis ganti wajah, Sjaifuddin Noer, memimpin pengelupasan wajah. David Perdanakusuma, dari Jakarta, menguliti punggung. Lobredia Zarasade mengelupas paha dan tangan.
Sepuluh menit setelah pisau pertama menyayat, Sjaifuddin menemukan pembuluh darah utama wajah kanan. David tak menjumpai kendala mendapatkan pembuluh darah utama punggung kanan. Demikian juga tim bagian paha. Operasi tahap pertama berakhir pada 11.25—65 menit le-bih cepat.
Perawat memiringkan ke kiri tubuh Lisa. Pada 11.55, ope-rasi tahap kedua dimulai. Penyayatan bagian kiri wajah, punggung, dan paha lancar normal. Ada perdarahan, tapi terkendali.
Pada 14.35, kulit wajah kiri telah terangkat. Memasuki 14.44, ketegangan merasuki wajah anggota tim. Suhu tubuh Lisa turun, dari 35 ke 34,9 derajat Celsius.
Ketika itu pula ruangan operasi terasa pengap. Sjaifuddin meminta sejumlah perawat dan dokter keluar. ”Termometer tertarik sehingga presisinya terganggu,” katanya. ”Setelah kembali didorong, suhunya tetap 35 derajat, normal.”
Menurut Agus Santoso Budi, anggota tim, ruang operasi memang tidak ideal. Mestinya, hingga dua meter dari meja operasi tidak boleh ada peralatan apa pun. Dalam operasi itu, jaraknya hanya satu meter. Sekadar catatan, sebagian alat bedah bukan milik RSU Dr Soetomo. Sejumlah anggota tim membawa peralatan operasi miliknya.
Pada 14.53, operasi memasuki tahap- ketiga. Tim menu-tup bekas sayatan pung-gung memakai teknik tanam jaring-an (skin grafting). Tim juga membersihkan lembaran kulit punggung yang telah diangkat, agar bebas dari darah beku, lemak, dan jaringan yang tak diperlukan.
Pada 17.25, operasi memasuki fase pa-ling krusial. Dalam tahap keempat ini, kulit rusak wajah Lisa diangkat, lalu kulit punggung dicangkok menggantikannya. Lima dari enam pembuluh darah sudah tersambung.
Satu gagal karena pembuluh darah vena kanan kulit punggung, yang akan dipasang pada vena kiri wajah, me-ngerut. ”Tidak apa-apa,” kata David. ”Dua arteri dan tiga vena tersambung baik, dan darahnya lancar.”
Tim kemudian membuat lubang di ku-lit cangkokan un-tuk- dua mata, mulut, dan hidung. Ditanam juga silikon di hidung-, yang selain untuk estetika juga karena pasien meng-alami penyempitan lubang hidung sehingga sulit berna-pas.
Pada 24.30, operasi berakhir. Seluruh tim dokter bersalam-an. Sebagian di antaranya mengabadikan momen penting itu menggunakan kamera ponselnya. Per-sis pada 02.00, tim memindahkan Lisa dari kamar operasi ke ruang 203, Unit Perawatan Intensif, di lantai 2.
Hasil operasi 20 jam itu masih berba-lut misteri. Perjalan-an Lisa untuk men-dapatkan wajah mendekati asli masih panjang. David memperkirakan setidaknya butuh lima tahun. Untuk memastikan apakah jaringan kulit cangkokan mampu hidup, butuh waktu enam bulan hingga setahun.
Sunudyantoro (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo