Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEMUA pertanyaan bermula dari rekaman di YouTube. Dalam durasi sekitar empat menit, artis remaja cantik Andriana Marshanda tampak jingkrak-jingkrak sambil bernyanyi dan mengeluarkan kata-kata kasar tentang teman-teman sekolahnya. Berbagai komentar berhamburan seperti ”mengadili” tingkah polahnya itu. Tak bisa disalahkan, karena YouTube adalah ranah publik.
Rekaman yang dilansir tepat pada ulang tahun Chacha—begitu panggilannya—ke-20, 10 Agustus 2009 itu memang kemudian dicabut dari situs tersebut. Namun keriuhan belum mereda—apalagi ditambah liputan infotainment yang agresif. Hingga keluar penjelasan: ”Memang Marshanda sendiri yang upload, tapi dia tidak menyadarinya. Artinya, dia berada dalam kondisi emosional yang sangat tinggi,” kata manajer Marshanda, Lia, beberapa hari setelah video muncul.
Sayang, tidak ada penjelasan yang lebih memadai tentang kenapa Marshanda ”tidak menyadari” itu. Maka orang pun mengaitkannya dengan perjalanannya sebagai selebritas yang dimulai sejak sangat muda: kelas satu sekolah dasar. Ketika itu, anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Irwan Yusuf dan Riyanti Sofyan itu secara tidak sengaja ditawari ikut berperan dalam iklan sebuah bank swasta. Sejak itu tawaran sebagai bintang iklan mengalir.
Kariernya sebagai ”bintang cilik” bertambah cemerlang setelah pencipta lagu Papa T. Bob menciptakan single Gantungkan Cita-cita untuk dinyanyikan. Marshanda semakin populer dengan membintangi sejumlah sinetron, seperti Bidadari 1 dan Bidadari 2 sebanyak 104 episode, Kisah Sedih di Hari Minggu, Kisah Kasih di Sekolah, dan Solehah. Konfliknya pun ada. Dia bersengketa dengan rumah produksi yang melejitkan namanya, Multivision Plus. Sejak itu Marshanda tak banyak membintangi sinetron, tapi sempat berakting dalam film Kalau Cinta Jangan Cengeng.
Kabar terakhir Marshanda melepas lagu single-nya, Bernapas dengan Cintamu, pada 24 Juni 2009. Setelah itu, alumnus Sekolah Menengah Atas Labschool Jakarta tersebut tak terdengar aktivitasnya di dunia hiburan. Hingga muncul video di YouTube yang mengejutkan itu.
Menambah penjelasan dari manajemen Marshanda, dokter keluarganya ikut memberikan pemahaman tentang si artis muda ini. Menurut dokter yang merawat keluarga Irwan Yusuf sejak Marshanda berusia 10 tahun, Paulus Simadibrata, sejak dua bulan lalu Marshanda mengeluh nyeri di daerah bahu hingga ke lengan.
Tim dokter, termasuk para dokter ahli saraf di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta, pun mengambil tindakan, memindainya dengan magnetic resonance imaging atau MRI. ”Ditemukan pada cervical atau tulang leher belakang Marshanda hernia nukleus pulposus, atau ada bagian bantalan tulang belakang yang meloncat atau melejit keluar sehingga menekan serat-serat saraf tepi. Itu yang menimbulkan nyeri,” kata Dokter Paulus kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Hernia nukleus pulposus, menurut dokter Paulus, bukan penyakit langka. ”Banyak sekali orang yang mengalami, terutama orang yang pernah mengalami trauma atau jatuh yang bisa menyebabkan cedera pada tulang belakang,” katanya.
Dalam kasus Marshanda, dia sudah mengeluh nyeri sejak awal Juni 2009, dan makin lama makin parah. ”Saat kami evaluasi, ternyata itu karena sering membawa tas berat berisi buku dan laptop. Jadi beban berat mengakibatkan gangguan saraf tepi yang makin parah,” ujarnya. Namun yang diderita Marshanda itu masih ringan. Menurut Paulus, untuk menyembuhkan, tidak perlu pengobatan agresif, seperti operasi. ”Hanya cukup terapi dan obat,” katanya.
Tapi adakah hubungan antara hernia nukleus pulposus ini dan depresi sehingga berakibat pada munculnya perilaku yang tidak terkontrol? Itu yang belum jelas.
Penyempitan saraf Marshanda itu terjadi pada saraf tepi. Saraf tepi yang letaknya dari leher ke bawah berhubungan dengan sensorik dan motorik, misalnya rasa nyeri dan kesemutan. Nah, yang berhubungan dengan kesadaran dan emosi di bagian kepala adalah saraf pusat. ”Gangguan saraf pada Marshanda bukan saraf pusat sehingga tidak akan berpengaruh langsung pada otak dan perilaku penderita,” Paulus menjelaskan.
Menurut dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya Jakarta itu, yang diderita Marshanda lebih karena faktor emosi yang labil. Bila ditelusuri riwayat medisnya, selain ada masalah pribadi, Marshanda pernah terkena demam berdarah dua kali pada 2006 dan menderita tifus sekali serta menderita sakit kronis lambung. Penyakitnya masih ditambah nyeri karena saraf kejepit. ”Itu semua saling tumpuk sehingga menyebabkan tekanan psikologi,” ujarnya.
Depresi bukan hanya dipicu gangguan emosi dari pengalaman pribadi buruk, tapi juga terdapat gangguan neurobiologik otak. Gangguan saraf tepi Marshanda diduga meluas ke saraf pusat terdekat, terutama yang berhubungan dengan otak kanan. Tepatnya, di daerah pipi, dekat mata, yang merupakan pusat emosi.
Jadi memang yang perlu diperhatikan adalah masuknya unsur depresi. Gejalanya bisa berupa perasaan sedih, murung, dan iritabilitas. Bila depresi, bisa juga terjadi distorsi kognitif, yang ditandai dengan kritik kepada diri sendiri, timbulnya rasa bersalah, perasaan tidak berharga, turunnya kepercayaan diri, pesimisme, gangguan tidur, retardasi atau kelambatan psikomotor, serta sikap menarik diri dari hubungan sosial dan putus asa. Penurunan kadar seretonin—hormon yang mengatur mood, selera, tidur—dalam otak diduga juga berperan dalam terjadinya depresi.
Depresi sering terjadi bersamaan dengan keluhan pada sistem pencernaan, jantung, sakit kepala atau sakit punggung yang tidak hilang. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memprediksikan depresi menjadi masalah gangguan kesehatan utama pada 2020. Saat ini depresi berada di urutan keempat penyakit dunia. Dua puluh persen perempuan dan 12 persen pria pernah mengalami depresi.
Nah, menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Abdulbar Hamid, depresi otak bisa terjadi akibat gangguan dari dalam diri sendiri atau faktor eksternal. Faktor eksternal mempengaruhi sistem neo cortex—bagian otak yang berfungsi menangkap persepsi sensorik, perintah motorik atau gerak, penalaran, pikiran sadar, dan bahasa. ”Bila mengganggu afeksi atau perasaan, akan timbul depresi. Penyebabnya bisa kecapean atau yang lainnya,” ujarnya.
Gejala seperti Marshanda dalam dunia kedokteran saraf pernah terjadi pada Phineas Gage (1823-1860) di Amerika Serikat. Seorang yang baik, rajin, bertanggung jawab, dan menjadi teladan itu, gara-gara cedera otak dalam kecelakaan kerja, perilakunya berubah menjadi kekanak-kanakan. ”Saya juga pernah punya pasien seorang dokter bedah, yang karena kecelakaan lalu lintas, berubah sikap dari yang sopan menjadi suka ngomong jorok,” ujar Abdulbar.
Awal pekan lalu, Marshanda diperbolehkan pulang ke rumah, setelah dirawat selama hampir dua pekan di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Menurut Dokter Paulus, pasiennya diterapi dengan latihan gerak sendi, terutama di bagian leher untuk memperkuat otot leher. ”Tujuannya untuk mengurangi beban di tulang belakang,” katanya.
Selain itu, dokter ahli saraf, menurut Paulus, memberikan obat-obat pereda nyeri saraf, di samping obat maag. Karena sakit Marshanda masih ringan, keadaannya mulai berangsur pulih. ”Tapi secara anatomis mungkin tidak bisa sempurna seperti semula. Namun secara simtomatis, nyerinya bisa disembuhkan,” ujarnya.
Ahmad Taufik, Agung Sedayu
Gejala Depresi dalam Otak
Berhubungan dengan Tubuh (Somatik):
- Tak bisa tidur (insomnia)
- Tak ada nafsu makan
- Gangguan seksual
- Kehilangan berat badan
- Keinginan bunuh diri
Berhubungan dengan Pemahaman (Kognitif):
- Pesimistis
- Gangguan konsentrasi
- Tak bisa memutuskan sesuatu
- Peka terhadap rangsangan
- Perasaan bersalah
Berhubungan dengan Perasaan (Afeksi):
- Penurunan mood
- Sikap tak peduli
- Hilangnya kapasitas memperoleh kesenangan
- Kelelahan
- Hilangnya keinginan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo