Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Naomi Osburn, 25 tahun, kini menjalani hidup dengan penuh percaya diri. Hanya dalam waktu 15 bulan, wanita asal Denver, Colorado, Amerika Serikat, ini menjadi jauh lebih langsing. Ia berhasil menurunkan berat badannya dari 127,6 kilogram jadi 67,2 kilogram. "Orang kini menyapa saya dengan ramah, membukakan pintu. Pokoknya, semua tindakan yang menyenangkan," katanya.
Sebelumnya, jangan harap. Tak jarang Naomi dicemooh atau menjadi obyek gunjingan orang. Dengan tinggi badan hanya 168 sentimeter, ia memang mengalami morbid obesity, sebutan untuk mereka yang mengalami kegemukan luar biasa hingga berisiko mengalami gangguan kesehatan.
Tapi semua sudah berlalu. Sementara dulu Naomi hanya berani menggunakan celana panjang besar dan rambut panjang untuk menutupi kegemukannya, kini ia sudah berubah gaya. Wanita ini telah berani tampil dengan gaun yang indah dan rambut pendek yang menampilkan wajah mungilnya.
Sebuah keajaiban? Bukan. Rupanya, Naomi telah menjalani operasi gastric bypass, atau bypass pencernaan, untuk mendapatkan tubuh ideal. Operasi ini memang sedang populer kembali di Amerika. Caranya dengan menciutkan lambung. Gudang makanan ini dibuat lebih kecil dengan menyekat bagian atas lambung hingga menyerupai kantong. Dengan begitu, pasien bisa merasa cukup kenyang dengan jumlah makan yang lebih kecil dari porsinya yang biasa.
Menurut Dr Arnold Simanjuntak, ahli bedah dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gastric bypass sebenarnya bukan teknik baru. Ahli bedah kita sudah pernah mempraktekkannya, misalnya pada pelawak kondang almarhum Jalal. Kendati begitu, Arnold mengatakan, cukup sulit menghitung berapa orang Indonesia yang pernah menjalani operasi semacam itu. "Masalahnya, amat jarang penderita obesitas di masyarakat Indonesia yang mencapai tahap morbid obesity alias kegemukan luar biasa," ujarnya.
Orang baru bisa disebut mengalami morbid obesity jika memiliki indeks massa tubuh 40 poin. Bisa juga lebih rendah dari itu, misalnya 35-39,9 poin, tapi ia sudah mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti tekanan darah tinggi, masalah pembuluh darah, atau pernapasan. Indeks massa tubuh diukur dengan rumus membagi angka berat badan (dalam ukuran kilogram) dengan tinggi badan (dalam ukuran meter) yang dikuadratkan. Jika indeks massa tubuh mencapai 30, seseorang bisa disebut kegemukan. Pada saat mencapai angka 35, sudah seharusnya ia mulai berhati-hati.
Sejumlah ahli gizi memang menyarankan agar penurunan berat badan selalu dilakukan dengan hati-hati. Ada empat unsur yang harus dipenuhi dalam program penurunan berat badan. "Pengaturan pola makan, perubahan perilaku, aktivitas fisik, dan obat penunjang," kata Dr Samuel Oetoro, MS, ahli gizi dari Klinik Nutrifit di Jakarta Barat.
Hanya, orang yang mengalami kegemukan luar biasa umumnya tidak mempan lagi diatasi dengan cara-cara penurunan berat badan yang biasa. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan aktivitas fisik jika kegiatan sehari-hari saja sudah terhambat? Contohnya Charlie Fabrikant, 15 tahun, dari Amerika, yang memiliki bobot 131 kilogram dengan tinggi badan 150 senti. Dia terpaksa menggunakan alat bantu hanya untuk menopangnya saat berjalan. Tiada pilihan lain, akhirnya orang tuanya memutuskan agar Charlie menjalani operasi penciutan lambung, dan akhirnya ia berhasil melangsingkan badannya.
Lain lagi kesulitan yang dialami Naomi Brown. Tak hanya diledek teman-temannya, ia juga sering merasakan nyeri pada tubuhnya. "Sebelum operasi, saya sering mengalami sakit leher, sakit di lutut, di seluruh sendi," katanya.
Kendati populer di Amerika, gastric bypass kurang disukai para ahli bedah di Eropa. Seperti dilaporkan oleh Dr Markus Weber dari University Hospital, Zurich, di Swiss, para ahli bedah di sana lebih sering menerapkan teknik gastric banding alias ikat lambung. Menurut Weber, ikat lambung lebih mudah dipelajari dan dilakukan karena bukan operasi besar. Tapi metode ini lebih berisiko dalam jangka panjang, seperti kemungkinan melesetnya ikatan atau erosi.
Bersama rekan-rekannya, Weber telah meneliti dua cara itu. Mereka membandingkan 103 pasien yang menjalani gastric bypass dan 103 pasien yang melakoni gastric banding. Hasilnya? Dalam jangka panjang, para pasien yang menjalani ikat lambung lebih sering mengeluh. Mereka mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti gangguan jantung, lever, pecahnya pembuluh darah di paru-paru, infeksi di sekitar area diafragma, perdarahan di lambung dan usus, dan infeksi pada luka atau luka pada limpa.
Meski efektivitasnya sudah dibuktikan, orang yang menjalani bypass perut maupun ikat lambung mesti berhati-hati. Ada satu persen risiko kematian dalam pelaksanaannya, yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di paru-paru. Selain itu, "Pasien harus tahu bahwa operasi ini akan mengubah hidupnya, termasuk kebiasaan-kebiasaan makan," kata Dr Arnold.
Pola makan adalah kebiasaan. Pasien bedah obesitas tak jarang mengalami depresi karena dipaksa makan dengan porsi jauh lebih kecil dari porsi biasanya. Porsi kecil harus diberikan untuk menyesuaikan dengan bentuk lambung yang lebih kecil. Sebagai contoh, Dr Chris Salvino, dokter bedah di Chicago, menyisakan lambung Charlie hanya sebesar bola golf dari yang semula sebesar bola basket. Pada kasus Naomi, Dr Tom Brown dari St. Luke's Hospital, yang menanganinya, hanya menyisakan lambungnya sebesar ibu jari.
Mau tidak mau pasien mesti mengubah kebiasaan makan. Inilah yang dilakukan Naomi. Pada bulan-bulan pertama setelah dioperasi, ia hanya sanggup mengkonsumsi makanan cair. Untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi, ia harus mengkonsumsi vitamin, kalsium, dan zat besi. Kini Naomi sudah mulai mencicipi makanan padat, tapi juga tidak bisa terlalu banyak. "Porsi makan saya sekarang sama dengan makanan untuk anak usia 5-7 tahun," tuturnya.
Utami Widowati (AP, Reuters, Healthdaynews)
Usus Halus pun Dioperasi
Masalah terbesar bagi mereka yang mengalami morbid obesity atau kegemukan luar biasa adalah kesulitan menahan nafsu makan. Mereka terbiasa makan banyak dan sering sehingga lambung melar dan berukuran lebih besar dari seharusnya. Perlu jumlah makanan yang cukup banyak untuk memenuhi lambung hingga si pasien bisa merasakan kenyang.
Jika diet tidak bisa mengatasi masalah ini, bedah obesitas mesti dilakukan. Ada dua organ yang perlu dioperasi, yakni lambung dan usus halus. Tujuannya tentu untuk mengurangi jumlah makanan yang masuk ke tubuh pasien.
Menciutkan lambung bisa dilakukan dengan teknik gastric bypass atau bypass pencernaan, ataupun ikat lambung. Khusus teknik ikat lambung kini sudah semakin berkembang. Selain dengan ikatan permanen, juga bisa dilakukan dengan alat pengikat temporer yang bisa dikencangkan, dikendurkan, dan bisa juga dilepas jika suatu saat pasien sudah terbiasa dengan pola makan yang sehat.
Dalam beberapa kasus, operasi di lambung sering pula disertai dengan operasi pada usus halus. Ini untuk memaksimalkan upaya penurunan berat badan. Intinya, usus halus sebagai tempat penyerapan makanan dibuat lebih pendek.
Utami Widowati (American Obesity Association)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo