Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mana Saja Yang Sudah Dilanggar ?

Kode etik kedokteran Indonesia berdasarkan musyawarah kerja susila kedokteran nasional thn 1969. Hukuman bagi pelanggaran etik: pukulan moril, kecuali yang menyangkut rahasia pasien, diatur dalam KUHP. (ksh)

29 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA kode etik dijunjung tinggi maka gaya hldup seoran dokter adalah gaya spartan. Sederhana dan keras. Pertolongan yang mereka berikan tidak boleh didasarkan pada pertimbangan untung-rugi. "Dari hasil pekerjaan dokter saja orang tidak akan menjadi kaya-raya, meskipun ia tidak akan tergolong orang miskin. Kalau ia menjadi kaya raya semata-mata dari hasil jabatannya, maka ia tentu tidak mentaati kode etik kedokteran," demikian salah satu fasal kode etik yang disusun dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Nasional tahun 1969. Banyak dokter toh kaya, terutama spesialis yang mashur-mashur. Tentu belum pasti mereka "tidak mentaati kode etik". Namun kehausan sementara dokter akan uang bukan rahasia lagi. Permainan komisi dengan perusahan farmasi seperti yang gencar dikritik dalam media massa akhir-akhir ini, adalah petunjuk: ada pelanggaran. Tetapi di antara kritik terbuka yang semakin memberani, karena tidak takut kena pembalasan dari yang dikritik, di antaranya memang ada juga yang ngawur. Misalnya kecaman seorang pasien yang dimuat dalam sebuah surat kabar beberapa waktu yang lalu, ketika ia ditolak oleh seorang spesialis, tanpa surat pengantar dari dokter umum. Sikap spesialis ini justru tepat. Ia malahan menjadi contoh yang amat sedikit bagi praktek dokter spesialis, yang memang dianjurkan untuk hanya menerima pasien dari dokter umum ketika sang dokter umum sudah tak mampu mengobatinya. "Tidak tepatnya kritik seperti itu karena pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai seluk-beluk dunia kedokteran," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia, dr Utoyo Sukaton. Tapi ahli penyakit kencing manis ini menganggap kritik terhadap dokter sekarang, sebagai peringatan terhadap pelanggaran etik yang dilakukan sebagian dokter. Bagaimana sebenarnya Kode Etik Kedokteran Indonesia? Inilah yang diterbitkan IDI berdasarkan hasil Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Nasional tahun 1969:  Tidak diperkenankan menjual obat di tempat praktek. Kalau perlu, karena apotik tutup atau si sakit harus memakan obat segera, maka kepadanya dapat diberikan obat untuk pertolongan pertama.  Tidak boleh melakukan tindakan hedokteran yang tidak perlu, dengan maksud mendapat imbalan yang tinggi. Misalnya mempergunakan alat sinar tanpa indikasi. Pendeknya tidak boleh mempergunakan alat dan cara pengobatan yang hanya dimaksudkan untuk menipu atau menagih pembayaran yang tidak halal.  Kunjungan ke rumah pasien atau kunjungan pasien ke kamar praktek hendaklah dibatasi supaya jangan menimbulkan kesan seolah-olah dimaksudkan untuk memperbanyak honorarium. Ini perlu diperhatikan terutama oleh dokter perusahaan yang dibayar menurut banyaknya konsultasi.  Tidak diperkenankan meminta lebih dulu sebagai uang-muka sebagian atau seluruh imbalan perawatan, misalnya pada waktu akan melaksanakan pembedahan atau pertolongan untuk melahirkan.  Tidak dibenarkan mencantumkan bermacam-macam keterangan di bawah nama, seperti "praktek umum", "praktek umum, juga untuk anak-anak dan wanita hamil" atau "tersedia pemeriksaan dan pengobatan sinar". Segala penjelasan seperti itu bersifat reklame dan tidak perlu karena pada kata "dokter" telah tersimpul bahwa pemilik gelar itu ahli dalam ilmu kedokteran umumnya. Juga tidak sesuai dengan sifat jabatan kalau papan-nama seorang dokter dipasang di persimpangan jalan menuju ke rumahnya dengan gambar tanda panah menunjuk ke tempat praktek.  Tidak dibenarkan memberikan sebagian dari imbalan kepada teman sejawat yang mengirim pasien buat konsultasi. Atau uang komisi untuk orang yang langsung atau tak langsung menjadi perantara, misalnya pengusaha hotel, bidan, perawat dan sebagainya. Jadi tidak dibenarkan memberikan sebagian dari imbalan kepada calo. Tutur kata seorang dokter dengan pasiennya juga diatur dalam kode etik. Dalam memberikan pengobatan terhadap pasien seorang dokter supaya berusaha mempengaruhi alam rohaniah si pasien supaya tumbuh kepercayaan dalam jiwanya bahwa ia akan lekas sembuh. "Kepercayaan itu memperkuat daya tahannya. Sebaliknya daya tahan dapat berkurang akibat uraian yang menakutkan tentang penyakit yang dialami seseorang, seperti sakit jantung, tekanan darah tinggi dan sebagainya. Sebab itu seorang dokter harus berhati-hati dalam percakapan dengan si sakit. Dipertimbangkan dulu apa yang boleh disampaikan kepadanya Kata-kata yang tepat pada waktu yang tepat merupakan salah satu obat yang paling mujarab." Tentang etis tidaknya seorang dokter yang menulis karangan di media massa juga disinggung dalam kode etik. Beberapa kalangan kedokteran sampai sekarang ada juga yang tetap berpandangan bahwa tulisan yang datang dari seorang dokter dan dimuat dalam media massa sebagai "melanggar etik". Tapi sementara itu kode etik menyebutkan bahwa "setiap dokter yang menulis karangan yang bersifat mendidik adalah berjasa terhadap masyarakat". Tulisan itu baru bertentangan dengan etik kedokteran kalau "dengan sengaja dibubuhi berbagai cerita tentang hasil pengobatan sendiri, yang sudah terang menjadi reklame buat diri sendiri." Semua itu menyangkut kode etik. Artinya, hukuman terhadapnya hanya berupa pukulan moril, yang diperkirakan akan dirasakan seorang dokter, kalau dia sadar telah berbuat salah. Jadi tak ada hukuman. Satu-satu pelanggaran etik yang bisa dijatuhi hukuman hanya yang menyangkut pelanggaran terhadap rahasia pasien. Pasal 322 Kitab UU Hukum Pidana mengancam begini: "Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh kanona jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah." Tapi itu kalau yang dirugikan menyampaikan pengaduan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus