Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Masyarakat Indonesia Masih Kurang Makan Buah dan Sayur

Kurang makan buah dan sayur membuat tubuh kurang serat sehingga menyebabkan peningkatan angka penyakit tidak menular

1 Agustus 2022 | 18.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,  95,5 persen orang Indonesia masih kurang makan buah dan sayur dengan porsi yang cukup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dari hasil Riskesdas tahun 2018, bahkan dari tiga tahun sebelumnya, masalah kita adalah yang makan sayur dan buah masih relatif rendah, di bawah 10 persen," kata Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan, dr. Imran Agus Nurali, Sp.KO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, kurang mengonsumsi sayur dan buah membuat tubuh kurang serat sehingga menyebabkan peningkatan angka penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, stroke, penyakit jantung, dan obesitas.

"Ini (kurang makan sayur dan buah) menjadi salah satu penyebab dalam meningkatkan angka penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, stroke, jantung, dan menimbulkan obesitas juga karena kurang serat," ujar Imran.

Menurut Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya angka konsumsi buah dan sayur di masyarakat.

"Dari berbagai survei yang dilakukan di berbagai negara, kalau masyarakat kita punya persepsi makan itu kenyang tanpa memperhatikan komposisi, seperti harus ada sayur dan buah, itu kadang-kadang lupa," papar Dodik.

Faktor lain adalah akses masyarakat terhadap ketersediaan buah di sekitar tempat tinggal. Selain itu, menyiapkan buah di meja makan dinilai tidak semudah menyiapkan lauk pauk karena harus segera dihabiskan setelah dikupas. Begitu juga dengan sayur yang sebaiknya segera dihabiskan setelah dimasak. Tak hanya itu, rasa dan tekstur buah yang beraneka ragam tak selalu bisa diterima oleh lidah setiap orang, terutama anak-anak.

"Kalau rasanya asam atau teksturnya kasar, enggak mau makan. Itu permasalahannya mengapa tingkat konsumsinya rendah," imbuh Dodik.

Untuk itu, Dodik menyarankan setiap keluarga perlu meningkatkan kreativitas agar setiap anggota keluarga, terutama anak-anak, bisa lebih semangat makan buah. Misalnya, dengan membuat kreasi seperti salad hingga jus.

"Di Indonesia ini banyak sekali buah sehingga keluarga punya banyak pilihan. Perlu kreativitas, terutama ibu-ibu, agar buah bisa lebih diterima anak, terutama anak yang kurang suka asam dan tekstur yang banyak seratnya," imbuh Dodik.

Sementara itu, Imran mengatakan pemerintah juga terus melakukan upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya makan sayur dan buah melalui program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Salah satu yang digalakkan dalam program tersebut adalah edukasi tentang gizi sehat dan seimbang, termasuk di antaranya makan sayur dan buah yang cukup serta mengurangi garam, gula, dan lemak.

"Kemudian ada Isi Piringku. Karbohidrat seperti nasi dan roti jangan penuh satu piring. Diameter piring maksimal 20 cm, nasinya kurang lebih 1/3 piring. Kemudian banyak buah dan sayur untuk memenuhi vitamin dan mineral, serat juga," tutur Imran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus