KABAR duka ini dimulai tanggal Mei yang baru lalu, ketika
Moerilarso sepulang kantor menemukan badan anaknya itu panas.
Yang agak mencemaskan lagi dia mencret-mencret sampai lima kali
hari itu. Semula, keluarga Moerdiarso mengira anak mereka,
Rossie, akan "bertambah kepintaran", seperti kepercayaan orang
Jawa.
Namun Moerdiarso tetap membawa anaknya itu ke dr. Rochani yang
praktek di Jalan Guntur, Jakarta, dokter langganannya. Kepada
ayah si pasien Rochani menyebutkan anak perempuan yang belum
berumur setahun itu akan kena tanpnk. Lagi pula ada sedikit
radang di tenggorokannya.
Rochani kemudian menulis resep yang terdiri dari puyer racikan
untuk menurunkan demam. Satu obat antibiotika merek Kaomycin dan
satu lagi obat puyer racikan untuk menghentikan mencret.
Seorang pembantu dikirim ke apotik Setia Budhi, tak jauh dari
tempat tinggal Moerdiarso untuk menukarkan resep tadi. Begitu
bungkusan obat tiba, Moerdiarso terperangah. Karena dia
menemukan 15 bungkus Eltolit yang berisi garam oralit dengan
rasa jeruk pemampat mencret. Padahal menurut pesan dokter dia
hanya akan menerima 5 bungkus racikan garam oralit yang harus
dihabiskan dalam 24 jam. Tiap bungkus diseduh dengan air 200 cc.
Ia menjadi bimbang mengapa apotik menyuruh Rossie meminum 3
bungkus garam oralit merk Eltolit sekaligus. Apakah ini benar
Untuk menghilangkan keraguan Moerdiarso menyuruh lagi
pembantunya menanyakan ke apotik.
Lampu Merah
Asisten apoteker Rosyati dari apotik Setia Budhi yang menukar
resep tadi, malah mengirim keterangan tertulis yang ditujukan
kepada Nyonya Roslina (istri Moerdiarso). "Bila Nyonya Roslina
ragu-ragu, boleh juga menyeduh 1 bungkus dengan 1 gelas air,
asalkan dintinum sebanyak mungkin," tulisnya mantap.
Dengan surat susulan dari asisten apoteker itu apalagi yang
perlu diragukan. Sekitar jam 20.00 Rossie Virnavati meminum 3
bungkus bubuk Eltolit yang diaduk dengan air 200 cc. Menyedot
cairan itu lewat dot, Rossie cuma bisa menghabiskan 150 cc. Ia
pun muntah.
Suhu tubuh si Rqssie bukann turull. Mencret-mencrethya juga tak
mampat. Sekarang ia malahan jadi gelisah. Tak bisa tidur. Jam 3
pagi, sisa larutan garam oralit dengan merk Eltolit yang 50 cc
dijejalkan kembali ke mulut Rossie.
Ya Tuhan, kesem,uhan yang diharapkan bencana yang datang. Sejam
setelah regukan terakhir, Rossie mengerang. Keningnya panas
berkeringat. Kakinya yang mungil dingin. Wajahnya kaku. Matanya
diam kosong dan dari mulutnya terdengar uara seperti orang
ngorok. Di perutnya keluar bercakbercak merah. "Tampaknya mulai
keluar," pikir sang ayah.
Tapi ketika dari mulut Rossie keluar semacam busa ia pun
bingung seribu keliling Akhirnya ia putuskan berangkat di pagi
buta itu mencari rumah dr. Rochani di daerah Kramat. Sambil
mengemudikan mobil ia masih mendengar dengkur Rossie.
Sesampainya di rumah dr. Rochani, Moerdiarso diminta supaya
langsung membawa anaknya itu ke Rumah Sakit Cipta Mangunkusumo.
Di persimpangan menuju RSCM keluarga yang kemalangan itu
terhenti karena lampu lalu lintas merah menyala. Rossie ketika
itu tak ngorok lagi. Mungkin sudah tertidur, pikir ayahnya. Tapi
ternyata itulah akhir hidupnya yang singkat. Sebab begitu sampai
di RSCM dokter jaga Abidin menyatakan Rossie telah meninggal.
Rossie, yang baru berusia 8 bulan itu dimakamkan di pekuburan
Karct esoknya, 9 Mei. Sedangkan si ayah tak habis curiganya
terhadap 3 bungkus Eltolit yang harus diminum sekaligus. Tiga
hari kemudian dia ceritakan nasib malang anaknya itu kepada dr.
Rochani. Dari pertemuan itu pula Moerdiarso mendapat keterangan
yang bisa mendukung kecurigaannya bahwa anaknya itu mati karena
ulah apotik.
Resep yang diberikan dokter dibongkar lagi. Obat-obatan yang
diminum Rossie dikumpulkan. Ternyata ada perbedaan yang cukup
besar antara racikan garam oralit yang diberikan dokter dengan
obat jadi yang diberikan apotik.
Resep untuk racikan itu tertulis: NaCL 0,200 g, KCL 0,075 g
serta bahan tambahan Bic Nat 0,150 g, Glukosa 1,00 g. Sebanyak 5
bungkus, diminum 1 bungkus dengan air 200 cc. Sedangkan garam
oralit dengan merk Eltolit mengandung NaCI 0,66 g dan KCL 0,24 g
sebanyak 15 bungkus. Aturan pakai minum 3 bungkus sekaligus
dengan air 200 cc.
Merusak Jantung
Dengan mengikuti anjuran apotik itu terang dosis garam oralit
meningkat jadi 9 kali lebih besar. Ini bisa menyebabkan
keracunan. Kata sementara dokter bisa merusak jantung dan
melumpuhkan ginjal.
Dengan bukti-bukti berupa resep asli dan obat yang diberikan
apotik, Moerdiarso kemudian mengadu ke LBH, juga kepolisian.
"Saya tidak menuntut apa-apa dari kematian anak saya. Saya hanya
minta agar supaya diambil tindakan hukum atas kecerobohan apotik
yang mengganti resep," katanya.
Belum ada yang ditindak tegas dalan salah obat yang
mengakibatkan matinya seorang bayi ini. Apotik Setia Budhi
dengan setia masih melayani tamu. Kepala Dinas Kesehatan DKI,
dr. Soedarso baru memberi peringatan keras kepada apotik. Dan
menskors asisten apoteker Rosyati selama 3 bulan. Rosyati dan
apoteker Kolonel Drs. Surastomo sampai akhir pekan lalu belum
berhasil ditemui TEMPO.
Moerdiarso sendiri masih harus makan hati untuk meneruskan
tuntutannya terhadap apotik yang dianggapnya ceroboh. Pihak
kepolisian minta autopsi, tapi ia keberatan. "Setidaknya dari
kesimpulan secara medis, farmakologis, 'kan bisa ditentukan
bahwa dengan dosis tinggi itu mengakibatkan kematian," katanya
kepada A. Muthalib dari TEMPO "Secara teoritis bisa diketahui.
walaupun kami biasanya menganjurkan autopsi," sambut dr. Rochani
pula.
Berbagai kalangan, dokter maupun bukan menganggap kematian yang
melibatkan kecerobohan apotik sudah sepantasnya naik ke
pengadilan. Dan praktek-praktek penukaran resep yang bukan
karena kekhilafan pun seharusnya mendapat pengawasan yang cukup.
Belum sampai setahun pemudi Maisaroh gila karena kealpaan. Dan
seka Rossie si cilik meninggal dibuatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini