Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepergian Mita Diran, 27 tahun, copywriter di sebuah perusahaan iklan, membuat banyak orang terkejut. Tak ada gejala sakit, Mita diketahui meninggal karena gagal jantung. Tapi Agung Nugroho menyebutkan kematian putrinya akibat perdarahan otak. "Betul, demikian data medisnya," kata Agung lewat pesan pendek.
Pada Ahad, 15 Desember 2013, via jejaring sosial Path, ayah tiri Mita, Yani Sjahrijal, mengabarkan bahwa putrinya pingsan setelah bekerja selama tiga hari. Pernyataan Yani sejalan dengan status terakhir Mita di akun @mitod sehari sebelumnya: "30 hours of working and still going strooong".
Yani, kepada Cornila Desyana dari Tempo yang menemui di rumahnya, mengatakan, seusai lembur, Mita sempat pulang ke apartemennya. Belum sempat beristirahat, dia harus menemui teman yang datang dari Kuala Lumpur, Malaysia. Sang teman telah tiga hari di Jakarta tapi belum sempat dia temui. "Sekitar pukul 01.00, Ahad, kami menerima telepon dari teman Mita. Katanya Mita pingsan dan dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina," ujar Yani.
Di rumah sakit, Mita mendapat bantuan kejut jantung. Kondisi Mita sempat dinyatakan stabil. Namun, tak lama, jantungnya kembali melemah, sementara napasnya sudah harus dibantu alat. "Sekitar pukul 05.55, Mita meninggal. Kami pasrah," kata Yani.
Kematian mendadak seperti dialami Mita dikenal sejak 1970-an sebagai karoshi. Istilah yang diambil dari sebuah novel Jepang itu awalnya tak begitu populer. Kasus karoÂshi pertama kali terjadi pada 1969 di sebuah perusahaan surat kabar di Negeri Sakura. Seorang pekerja lelaki di bagian pengiriman berusia 29 tahun meninggal karena stroke. Pada awal 1980, kematian mendadak tanpa gejala sakit menimpa beberapa eksekutif yang kinerjanya sedang moncer. Mulailah media gencar memberitakan karoshi.
Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang mulai mengatur jam kerja karyawan. Batas waktu seseorang disebut bekerja berlebihan adalah di atas 40 jam sepekan. Di luar itu, jika terjadi kematian mendadak karena waktu kerja yang berlebih bisa dikategorikan sebagai kecelakaan dalam pekerjaan.
Jurnal kesehatan dari Lembaga Saraf Taiwan, Acta Neurologica Taiwanica (2012), dalam tulisan berjudul "Overwork, ÂStroke, and Karoshi-Death from Overwork", menyatakan dua penyebab utama karoshi: kegagalan di jantung dan otak. Pemicunya juga dua: jam kerja yang berlebihan dan terlalu banyak tekanan dalam pekerjaan.
"Kematian mendadak itu kalau tidak karena otak, ya, jantung," kata Budhi Setianto Purwowiyoto, dokter spesialis jantung dari Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Kasus karoshi kebanyakan terjadi karena gagal jantung akut dan perdarahan otak spontan, baik di daerah subarachnoid maupun serebral, dan serangan jantung.
Eka Harmeiwaty, ahli saraf di RS Harapan Kita, menyatakan, di usia muda, perdarahan otak biasa terjadi karena anomali pembuluh darah di otak. Anomali sudah terjadi sejak kecil. Gejalanya tidak kentara, hanya pusing-pusing. Tapi, kalau intensitas dan frekuensinya membesar, bahayanya juga semakin besar. Kelainan pembuluh darah otak ini menimbulkan beberapa penyakit, seperti arteriovenous malformation, aneurisma, dan sagittal sinus thrombosis. Semuanya berujung pada stroke perdarahan atau pecahnya pembuluh darah otak.
Ketika beban tubuh berlebih, menurut Eka, pembuluh darah di otak menyempit sehingga tekanan menjadi tinggi di daerah yang mengalami anomali. Semakin lama dipaksa, semakin besar tekanannya, sehingga kulit pembuluh jadi menipis lalu pecah.
Dari sisi jantung, Menurut Budhi, kematian yang terjadi pada usia di bawah 30 tahun bisa terjadi karena ada kelainan pada otot jantung. Seperti penebalan otot jantung yang kemudian diikuti dengan debaran jantung yang abnormal. Manusia sehat memiliki debaran 60-100 per menit. Tapi, kalau sudah mencapai 200 debaran per menit, risiko terjadinya korsleting sinyal listrik yang membantu kemampuan jantung memompa darah semakin besar. Dampaknya, denyut menjadi cepat dan tidak teratur, atau yang dikenal sebagai fibrilasi ventrikel. "Tiga menit saja sudah meninggal," kata Budhi. Kondisi ini biasanya disebut kematian jantung mendadak.
Penebalan otot jantung terjadi karena jantung dipaksa bekerja lebih dari kemampuannya. "Bisa karena bawaan, bisa karena gaya hidup," ujar Budhi. Penebalan itu tidak selalu berbahaya. Otot jantung olahragawan biasanya menebal karena latihan. Jantung para atlet berdenyut sedikit sudah cukup untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh. "Jantung mereka efisien," katanya. Tapi, pada orang biasa, penambahan ukuran otot tersebut meminta lebih banyak suplai darah. Sedangkan ketersediaan yang ada tetap, sehingga terjadi ketidakseimbangan, yang mencetuskan kematian mendadak.
Stres merupakan salah satu pemicu kinerja jantung berlebihan di kalangan pekerja. Stres, menurut Budhi, terjadi kalau ada perlawanan antara jiwa dan raganya. Di satu sisi ada yang memang bekerja karena mengabdi, tapi ada pula yang karena kecintaan terhadap profesinya. Stres pikiran yang menyeret ke stres jantung itu terlihat ketika dilakukan tes irama jantung atau elektrokardiogram (EKG). "Gambarannya sudah seperti serangan jantung, tapi setelah dicek enzim darahnya normal," ujar Budhi. Penanganannya serupa untuk terapi stres, yakni dengan memperlambat kerja jantung. Bila terjadi penyempitan pembuluh, diberi obat anti-penyempitan.
Untuk mengetahui kemampuan beban kerja terhadap kinerja jantung, ada uji medis berupa jalan di treadmill selama enam menit. Tes ini biasanya digunakan sebagai prediksi apakah ada peluang gagal jantung dan batal toleransi aktivitas apa saja yang bisa dilakukan. "Ada tabelnya, wanita dan pria berbeda," kata Aulia Sani, spesialis jantung dari Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Pada wanita di bawah 30 tahun dengan kondisi normal, angka yang sehat adalah di atas 9,5 metabolic equivalent (METS). Artinya, pengeluaran energi kerja adalah 9,5 kali pengeluaran energi istirahat.
Istirahat yang cukup pada orang dewasa normal sebaiknya enam-delapan jam sehari. "Tidur itu pemulihan," kata Eka. Ketika tidur, terjadi peningkatan hormon pertumbuhan dan perbaikan sekaligus penurunan hormon stres atau hormon kortisol. Maka, ketika bangun, tubuh menjadi lebih segar. Kekurangan waktu tidur, menurut Aulia, akan berpengaruh pada pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Kadar oksigen yang rendah membuat orang mengantuk.
Para penggila kerja biasanya mengatasi rasa kantuk bukan dengan tidur, melainkan dengan asupan kafein, baik dengan menyeruput kopi maupun minuman energi. Kafein, kata Aulia, memacu denyut jantung sehingga berdetak lebih cepat. Pembuluh darah kemudian menyempit karena kebutuhan oksigen jadi meningkat. Penyempitan pembuluh darah menyebabkan pipa saluran napas menyempit, cairan paru bertambah, dan ekskresi cairan bertambah. "Itulah kenapa orang minum kopi sering buang air kecil," ujarnya.
Sayang, pengeluaran cairan tidak diimbangi dengan pemasukan. "Ruangan dengan penyejuk udara membuat dehidrasi tanpa disadari," kata dokter spesialis olahraga Michael Triangto. Aktivitas di depan komputer juga menghabiskan banyak energi dengan berpikir sehingga membuat tekanan darah naik. Mita, menurut Michael, mungkin sudah lama memiliki kebiasaan tidak sehat dalam bekerja. "Kondisi dia drop, tapi memaksakan diri," ujarnya.
Dianing Sari
Kafein Murni Pemacu Jantung
Minuman energi adalah cairan yang diformulasi khusus untuk meningkatkan stamina. "Tujuannya memang supaya orang tidak mengantuk," kata Hardinsyah, ahli gizi Institut Pertanian Bogor. Di dalamnya ada kafein dan vitamin B kompleks, yang berguna meningkatkan metabolisme karbohidrat menjadi energi. Tapi kafein dalam minuman ini adalah kafein terisolasi. "Bukan dari biji kopi, yang lambat larut dalam tubuh," ujarnya. Biji kopi masih menyediakan serat dan antioksidan, sedangkan kafein murni tidak.
Kafein murni lebih cepat memacu jantung. Unsur ini juga ditemukan dalam obat-obatan. "Memang ada hubungan antara isolat kafein dalam obat dan risiko perdarahan otak. Ada penelitiannya," ujar Eka Harmeiwaty, ahli saraf di RS Harapan Kita. Anjuran konsumsi kafein adalah 120 miligram kafein per hari. Kalau disetarakan, kata Hardiansyah, adalah tiga cangkir kopi. Dalam satu botol minuman energi terdapat 50-80 miligram kafein, sehingga konsumsi maksimal hanya dua botol sehari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo