Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Joss Wibisono*)
Empat kata yang menjadi judul ini sekadar contoh kata Prancis yang telah kita serap ke dalam bahasa Indonesia. Dua kata di tengah, yakni toilet dan trotoar, masih mirip aslinya karena orang Prancis mengeja keduanya sebagai toilettes dan Âtrottoir dan melafalkan oi sebagai oa. Dua kata yang lain sudah menyerap dalam ejaan bahasa Indonesia karena sopir dalam bahasa Prancis adalah chauffeur dan mereka mengeja bangkrut sebagai banqueroute.
Bagaimana mungkin kita bisa menyerap bahasa ini? Bukankah, lain dengan Vietnam, Laos, atau Kamboja, Indonesia tidak pernah dijajah Prancis? Penyerapan bahasa Portugis ke dalam bahasa Indonesia bisa dipahami karena Indonesia pernah dijajah demikian lama. Demikian juga proses penyerapan bahasa Belanda. Tapi bagaimana bisa bahasa Prancis menyerap ke dalam bahasa Indonesia? Ternyata penyerapan bahasa Prancis melalui dua proses: kita menyerap kata-kata Prancis melalui bahasa Belanda.
Tanpa kita sadari, ketika menyerap kata-kata bahasa Belanda (antara lain kata kantor, atret, dan dosen), kita ternyata juga menyerap kata-kata Prancis. Proses ini bisa dianalogikan seperti berbelanja di pasar loak, menyerap bahasa dari sumber kedua, bukan dari sumber aslinya. Akibatnya, kita tidak tahu lagi bahwa kata sopir berasal dari bahasa Prancis. Siapa menduga kata sopir berasal dari kata Prancis, chauffeur?
Selama paling sedikit tiga abad, bahasa Prancis merupakan bahasa pengantar kalangan elite Eropa. Maklum, pada abad ke-17, ke-18, dan ke-19, pengaruh Prancis lumayan besar. Bahkan selama tiga tahun (1811-1813) Prancis sempat menjajah Belanda. Walhasil, sampai sekarang, pengadilan Belanda tetap dibagi dalam sistem arrondissement Prancis. Moto Negara Belanda juga tertera dalam bahasa Prancis: Je maintiendrai ("akan saya pertahankan").
Merdeka dari jajahan Prancis, Belanda-yang sebelumnya berbentuk republik-berubah jadi kerajaan. Selain berbahasa Prancis sehari-hari, tiga raja pertamanya, yaitu Willem I, Willem II, dan Willem III, menulis buku harian dalam bahasa Prancis, sehingga tak mengherankan kalau bahasa Belanda menyerap banyak kata Prancis. Pada gilirannya, ketika kita menyerap bahasa Belanda, terserap pula kata-kata Prancis. Tentu saja jumlah serapan Prancis kita tidak sebanyak bahasa Belanda menyerapnya.
Walau begitu, tetap harus diakui, sebagai bahasa diplomasi internasional, bahasa Prancis memang punya pengaruh tidak kecil. Kosakata banyak bahasa di dunia berasal dari kata Prancis, misalnya coup-d'état, yang kita eja sebagai kudeta. Selain itu, ada istilah vis-à -vis (berhadap-hadapan), crème de la crème (terbaik dari yang terbaik), tête-à -tête (pembicaraan empat mata), dan déjà -vu (merasa pernah menyaksikan), yang sering digunakan dalam kalimat bahasa Inggris, Indonesia, atau banyak bahasa lain di dunia.
Di luar itu, lumayan juga kata sehari-hari bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Prancis. Bagasi dari bagage, garasi dari garage, jaket dari jaquette, koran dari courant, ambulans dari ambulance, kado dari cadeau, karoseri dari carrosserie, gratis dari gratuit, kontan dari contant, populer dari populair, juga prestise dari prestige. Tak ketinggalan kata losmen dari logement.
Di bidang politik, selain kudeta, kita kenal parlemen, berasal dari parlement. Kemudian masih ada departemen (sekarang diganti jadi kementerian) yang berasal dari département. Istilah militer seperti batalion berasal dari bataillon, sedangkan peleton aslinya peloton. Resimen berasal dari régiment. Perlengkapan angkatan udara parasut berasal dari parachut.
Tentu saja kata-kata Prancis itu lebih dulu terserap ke dalam bahasa Belanda. Kata-kata itu jelas tidak diambil dari bahasa Inggris, karena jelas serapan bahasa Belanda lebih dulu masuk ke bahasa Indonesia. Yang terakhir ini baru terjadi pada akhir abad ke-20, ketika pengaruh bahasa Belanda mengering, seiring dengan menipisnya generasi didikan Belanda yang fasih berbahasa bekas penjajah.
Karena Indonesia tidak pernah dijajah Prancis, tak ada kata bahasa Indonesia yang mereka serap. Di Eropa, tampaknya, memang hanya bahasa Belanda yang menyerap kata-kata bahasa Indonesia. Tapi ada sebuah ungkapan Prancis yang menggunakan kata "Jawa". Itulah faire la java (berbuat Jawa). Definisi terlengkap tercantum pada Wiktionnaire Prancis; faire la java berarti "ikut serta dalam pesta malam dengan musik dan alkohol sampai larut malam". Tampaknya, faire la java berarti pesta-pora gila-gilaan.
Paling sedikit ada dua kemungkinan kenapa orang Prancis menggunakan "Jawa". Pertama, Jawa (la java) adalah tarian yang lebih bebas daripada wals dan populer pada 1920-an. Kedua, tak kalah pentingnya, Jawa sempat populer di Prancis pada abad ke-19. Pada 1832, terbit Voyage de Paris à Java ("Perjalanan dari Paris ke Jawa"), novel khayalan karya Honoré de Balzac. Pada 1889, publik Prancis (khususnya Paris) berbondong-bondong menyaksikan Le village javanais (Desa Jawa). Itulah paviliun Belanda pada Exhibition Universelle (pameran semesta) yang digelar untuk memperingati seabad Revolusi Prancis.
Entah mengapa serapan Prancis berhenti di situ, sehingga ketika Indonesia lahir pada 1940-an, bahasa Prancis tidak lagi menyerap bahasanya. l
*) Penulis dan peneliti lepas, menetap di Amsterdam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo