Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Ark Galerie, Yogyakarta, perupa Jompet Kuswidananto merefleksikan fenomena unjuk rasa. Menggunakan rongsokan bak truk sampai sepeda motor bekas.
Diobok-obok airnya diobok-obok
Ada ikannya kecil-kecil pada mabok
Lirik lagu berjudul Air itu dilantunkan dengan aksen Jawa Timur yang kental oleh Joshua Suherman pada 1998. Saat itu, ia masih bocah berusia 6 tahun. Dalam klip video lagu yang lebih dikenal dengan Diobok-obok itu, Joshua-kini 21 tahun-mengaduk-aduk tangannya yang mungil di dalam wadah ikan hias. Ia ditemani pelawak Tukul Arwana.
Tahun 1998 itu kita ingat sebagai tahun genting. Serangkaian demonstrasi besar terjadi. Klimaksnya, Jenderal Besar Soeharto akhirnya menyerahkan kursi kepresidenannya kepada Wakil Presiden B.J. ÂHabibie.
Jompet Kuswidananto, 37 tahun, memelesetkan lirik lagu yang dilantunkan ÂJoshua itu:
Diobok-obok rakyatnya
diobok-obok
Sebelum chaos rakyatnya
diobok-obok
Sebelum chaos aparatnya
pada mabok
Jompet masih menambahkannya dengan kata-kata: dipukuli, ditendangi, ditembakin, gas air mata, peluru karet, peluru tajam. Teks itu tercetak pada selembar kain di tengah teks lain yang senada berbau provokasi, dari yang beraroma nasionalistis ("berbaris bersatu menuju Indonesia bersatu"), berbau jihad ("kami pejuang front laa ilaaha illallah"), hingga semangat remaja pendukung klub sepak bola PSS Sleman ("Slemania ayo bergembira").
Teks-teks di atas kain berbagai warna itu terasa riuh dalam pameran tunggal Jompet bertajuk "Order and After" di Ark Galerie, Yogyakarta, 11 Desember 2013-5 Januari 2014. Lewat teks itu, Jompet seperti mendeskripsikan suasana unjuk rasa yang terjadi di mana-mana. Ia menghadirkan sepeda motor rongsok bermerek Yamaha berwarna merah dengan ban kempis, tapi dengan lampu menyala. Tak satu pun sepeda motor rongsok itu memiliki tempat duduk. Ia ingin mengatakan di situlah massa memprotes, berdiri, meneriakkan yel-yel garang.
Jompet memberi judul karya ini Kata-kata dan Pergerakan yang Mungkin. Dia bak memotret secara snapshot euforia berekspresi pasca-perubahan politik yang disebut Reformasi 1998 itu dalam satu kerumunan teks tertulis. Sebagai karya seni visual, karya ini menarik karena sangat mengandalkan kekuatan elemen teks tertulis yang justru mampu menenggelamkan elemen visual. Tapi dari pandangan yang berjarak, ketika teks itu tak lagi terbaca, teks visual menguat, yang memunculkan suasana perayaan yang penuh warna.
Di depan iring-iringan sepeda motor itu, Jompet juga menghadirkan sebuah bak truk rongsokan dengan konstruksi besi dan kayu yang sudah mulai keropos. Di atas bak truk, dia menggantungkan sebo (penutup kepala dan muka). Sebo itu dibentuk dari kaus yang berhiaskan simbol-simbol kampanye politik dari figur dan partai politik. Kehadiran figur pada karya itu dikuatkan dengan elemen kinetik berupa bentuk tangan yang bergerak bak sedang bertepuk tangan dan 14 pasang sepatu olahraga yang sudah kusam. Ia mengundang penonton pameran memainkan imajinasinya menjadi demonstran bayaran.
Jompet menguatkan karya itu dengan tayangan rekaman video berjudul On Asphalt #4. Karya ini berupa rekaman dari belakang mobil bak terbuka yang melaju membawa sekelompok orang yang mengenakan kemeja koko putih dengan songkok putih di kepala seperti kelompok orang (santri) yang akan menghadiri pengajian. Ada juga rekaman dengan mobil bak terbuka berisi kelompok orang mengenakan atribut organisasi kemasyarakatan tertentu.
Jompet ingin mengkritik fenomena jargon-jargon yang muncul dalam berbagai demonstrasi. Tapi, masalahnya, semua itu disajikan dengan semangat terlalu riuh. Jompet terlalu banyak menghadirkan benda temuan itu, tanpa membuat benda tersebut menampilkan makna yang bergerak di luar keriuhan itu sendiri. Akibatnya sebuah tautologi. Ia ingin mengkritik keriuhan dengan cara menampilkan keriuhan. Pameran ini walhasil menjadi seperti pemujaan terhadap benda temuan.
Lihatlah bagaimana Jompet memasukkan berbagai benda temuan, dari susunan alat perkusi yang biasa dipakai prajurit keraton hingga tumpukan perangkat elektronik bekas, ke satu ruangan berukuran 2 x 5 meter seperti gudang. Di luar ruangan dengan dinding bercat hitam ini, ditempelkan kertas kecil dengan teks "Ruang Ganti Hamlet". Alamak.
Raihul Fadjri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo