PENYAKIT mata termasuk dalam 10 penyakit terbesar di Indonesia
dan menduduki urutan ketujuh. Atau 2,2 orang di antara 1.000
penduduk. Penyelidikan yang dilakukan (1977-1979) di Jakarta,
membuktikan sebagian besar (38,6%) penyakit mata disebabkan oleh
virus Herpes simplex. Demikian diungkapkan oleh drs. Sardjito,
seorang ahli mikrobiologi dari Universitas Indonesia.
Tapi kemudian diakuinya pula kesimpulan itu lahir karena 140
orang penderita sakit mata yang ditelitinya itu memang dipilih
di antara mereka yang oleh ahli mata didiagnosa sebagai
menderita penyakit mata karena virus herpes. Hingga sudah
selayaknya bila dalam pemeriksaan mikrobiologi banyak ditemukan
virus tersebut. Dibandingkan dengan hasil pemeriksaan yang
dilakukannya tahun 1971, yaitu ketika terjadi wabah radang mata
di Jakarta, jumlah virus herpes yang dijumpai jauh lebih kecil.
Hanya 3,2%.
Sardjito mengemukakan hasil penelitian itu dalam suatu ceramah
di Hotel Mandarin, Jakarta akhir September. Acara itu
diprakarsai oleh Parke Davis, pabrik obat terkenal yang ingin
memperkenalkan obat anti virus herpes yang diberi nama Vira-A.
Selain Sardjito tampil pula Dr. Robert Buchanan, ahli riset -ada
induk Parke Davis di Amerika Serikat.
Keracunan
Vira-A adalah nama yang diberikan oleh Parke Davis kepada obat
buatannya tersebut. Nama asli yang diberikan oleh Pemerintah
Amerika adalah vidarabine, atau Ara-A. Dan dibuat secara
sintetik pertama kali tahun 1960. Pada waktu itu penelitian
terhadap Ara-A sebenarnya ditujukan untuk mengeta11ui khasiatnya
dalam melawan kanker.
Sifat Ara-A (adenine arabinoside) yang menghancurkan DNA
(deoxyribonuclec acid), yaitu unsur dasar sel, pada virus tapi
tidak berbahaya bagi sel manusia itulah yang diharapkan akan
melawan virus DNA yang dituduh sebagai penyebab kanker.
Nampak sementara penyelidikan Ara-A sebagai obat kanker belum
menunjukkan hasil yang memberi harapan, Parke Davis melihat segi
komersial lain dan menyelidikinya untuk penyakit mata yang
disebabkan oleh virus herpes karena virus herpes adalah salah
satu jenis virus DNA.
Hasil percobaan Ara-A terhadap penyakit mata itu, memang
menunjukkan keunggulannya terhadap obat-obat terdahulu. Tapi
diakui salep mata Ara-A hanya efektif terhadap infeksi virus
yang ada di permukaan saja. Kalau infeksi itu sudah lebih dalam
dan melibatkan bagian di belakang kornea, Ara-A sudah tidak
begitu ampuh lagi. Karena ia tidak berdaya menembus jaringan
yang lebih dalam itu. "Tapi itupun satu keuntungan," bela
Buchanan, "karena dengan demikian Ara-A juga tidak perlu
dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya keracunan."
Adakah bahaya keracunan dari AraA Pertanyaan semacam itu
dilontarkan salah seorang hadirin. Karena zat yang sanggup
merusak unsur dasar sel virus, mungkin juga dapat merusak unsur
dasar sel manusia, terutama bayi dalam kandungan.
Terhadap kekhawatiran itu Buchanan mengelak dan mengatakan Ara-A
memang menimbulkan cacad pada bayi kelinci dan tikus percobaan.
"Tapi kopi pun dapat berakibat demikian pada tikus-tikus
tersebut," lanjutnya. Meskipun demikian ia toh menganjurkan
untuk berhati-hati mempergunakan obat tersebut untuk ibu yang
mengandung.
Ini dikaitkan dengan kemungkinan penggunaan Ara-A untuk
mengobati bcberapa penyakit virus lain seperti radang otak oleh
virus, cacar air, dan penyakit herpes di luar mata. Sebab
untukpenyakit-penyakit tersebut Ara-A tidak diberikan dalam
bentuk salep seperti halnya untuk mata, namun dalam bentuk
suntikan.
Sebegitu jauh Ara-A hanya berkhasiat terhadap virus DNA.
Terhadap jenis virus RNA (ribonucleic acid) seperti halnya virus
penyebab polio dan influensa, ia tidak berkhasiat.
Ada sebuah pertanyaan yang baik diajukan dr. Mardiono Marsetyo,
ahli mata dari RSCM. Dapatkah Buchanan membuktikan Ara-A sanggup
membunuh virus herpes dalam percobaan laboratorium? "Karena
sebenarnya dengan irigasi (pencucian) mata yang baik dan
teratur, penyakit itu kebanyakan juga dapat disembuhkan,"
katanya memberi alasan. Buchanan mengatakan hal itu masih dalam
penelitian yang kesimpulannya baru akan diumumkan setahun lagi.
Buchanan mungkin lupa dalam suatu simposium tentang Ara-A yang
diselenggarakan di San Fransisco beberapa tahun lalu, Dr.
William M. Shannon dari Birmingham telah mengungkapkan hasil
penelitiannya, bahwa dalam laboratorium Ara-A memang aktif
membunuh virus DNA seperti virus herpes tersebut.
Pertanyaan dr. Mardiono itu menjadi penting karena mungkin harga
obat virus buatan Parke Davis itu akan mahal di Indonesia: obat
itu masih akan diimpor dalam bentuk jadi. Untuk memproduksinya
sendiri di sini, Parke Davis belum sanggup karena memerlukan
mesin-mesin baru yang sangat mahal. Berapa? Pihak Parke Davis
belum dapat menyebutkannya karena izin untuk mengedarkannya di
sini pun belum diperoleh, meskipun sudah setahun diajukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini