Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai calon ibu, Mifta selalu ingin memberikan yang terbaik untuk buah hati yang sedang dikandungnya. Sejak tahu dirinya hamil enam bulan lalu, ia mengubah banyak asupan makannya. "Misalnya, kalau dulu enggak terlalu sering makan ikan karena males buang durinya, sekarang jadi rajin," kata perempuan 27 tahun ini, Kamis pekan lalu.
Mifta menyingkirkan jauh-jauh camilan dalam kemasan, yang sebelumnya ia makan tiap hari. Sebagai gantinya, ia rajin mengkonsumsi buah-buahan. "Kata dokter, ini bagus," ujar perempuan yang tinggal di Kota Depok, Jawa Barat, ini.
Pola makan barunya ini, kata Mifta, akan berlanjut sampai menyusui nanti. Harapannya, dengan mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi, bayinya jadi sehat. Sebab, menurut dokter langganannya, apa yang ia makan juga akan dimakan oleh bayinya.
Mifta tak keliru. Apa yang dimakan oleh ibu memang akan sampai ke bayinya, termasuk bakteri baik yang dikonsumsi oleh ibu. Menurut hasil penelitian disertasi dokter spesialis anak Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, bakteri baik alias probiotik yang dikonsumsi ibu ternyata bisa sampai ke saluran cerna bayi. Disertasi berjudul "Pengaruh Pemberian Bifidobacterium Animals Lactis HNO 9 (DR10) pada Ibu Hamil dan Menyusui terhadap Kandungan DR0, IL-8 dalam ASI dan Integritas Mukosa Usus Bayi" ini mengantarkan Naomi menyabet gelar doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada September lalu.Â
Naomi, yang menjadi anggota Satuan Tugas ASI, awalnya penasaran apakah probiotik yang dikonsumsi ibu akan sampai ke saluran cerna bayi yang diberi ASI. Sebab, selama ini belum ada penelitian di Indonesia yang membahasnya. Satgas ASI dibentuk oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tugasnya mengkampanyekan pemberian ASI eksklusif.
Probiotik sangat bermanfaat bagi bayi, terutama untuk perlindungan saluran cerna. Saat dilahirkan, pertumbuhan saluran cerna bayi belum sempurna. Usus bayi akan terus tumbuh dan berkembang sampai usianya dua tahun, sehingga kejadian infeksi dan diare banyak menyerang bayi di bawah usia dua tahun.
Beruntung ada ASI, yang banyak memberikan perlindungan untuk saluran cerna bayi. ASI dan kolostrum antara lain mengandung sel-sel kekebalan, antimikroba, imunoglobulin, dan glikoprotein, yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menimbulkan penyakit.
Naomi mengatakan dalam ASI juga ditemukan prebiotik dan probiotik. Prebiotik adalah senyawa natural dalam makanan yang berfungsi sebagai suplemen untuk mendorong pertumbuhan mikroorganisme baik dalam sistem pencernaan. Sedangkan probiotik merupakan mikroorganisme hidup atau bakteri baik. "Probiotik bakterinya, sedangkan prebiotik adalah makanan yang mendorong pertumbuhan bakteri tersebut," kata dokter purnawaktu Siloam Hospitals Kebon Jeruk dan Siloam Hospitals Lippo Cikarang ini.
Tapi belum diketahui pasti apakah probiotik memang terkandung dalam ASI atau hasil kontaminasi dari luar. Untuk mengetahuinya, Naomi melakukan penelitian di Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Jakarta, mulai Desember 2014 hingga Desember 2015. Sasarannya adalah ibu hamil dengan usia kandungan 32-34 pekan yang sehat, berencana melahirkan normal, dan memberikan air susu ibu eksklusif. Penelitian itu juga untuk mengetahui apakah pemberian probiotik akan meningkatkan bakteri baik lain dalam ASI dan manfaatnya untuk saluran cerna bayi.
Ada 110 ibu yang mengikuti penelitian ini. Mereka dibagi dalam dua kelompok, satu kelompok diberi prebiotik dan kelompok yang lain diberi plasebo sebagai pembanding. Untuk memastikan apakah probiotiknya berasal dari konsumsi ibu atau bukan, Naomi memberikan probiotik dengan strain khusus yang tak terdapat di tubuh manusia. Probiotik yang disebut Bifidobacterium animals lactis HNO 19 (DR10) tersebut ia impor langsung dari Auckland, Selandia Baru.
Para peserta penelitian dimonitor sampai melahirkan dan bayinya berusia tiga bulan. Responden harus meminum probiotik setiap hari. Makanan para ibu juga dipantau. Mereka dilarang mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung probiotik, seperti yoghurt, selama penelitian.
Naomi mengakui tak gampang melakukan penelitian ini. Ia mesti mengeluarkan beberapa peserta karena tak memenuhi persyaratan, seperti persalinannya dengan operasi caesar dan memberikan susu formula kepada bayinya. Sekali memberikan susu formula, mereka didrop dari penelitian. Ini untuk menjaga agar bakteri tak banyak terkontaminasi. Karena itu, sampai akhir penelitian, hanya 70 ibu yang bertahan.
Keberadaan probiotik mulai diteliti setelah bayi lahir. Feses dan urinenya diambil untuk mengetahui kesehatan usus bayi. ASI yang keluar juga diteliti untuk mengetahui keberadaan probiotik tadi. Agar lebih meyakinkan bahwa probiotik yang ada di ASI adalah hasil konsumsi, kulit payudara ibu diusap dengan bahan tertentu dan hasil usapannya dibawa ke laboratorium. Ini untuk mengetahui bahwa kuman baik tersebut bukan berasal dari kulit di sekitar puting ibu.
Hasilnya, probiotik yang diberikan ditemukan pada kolostrum dan ASI. Probiotik yang diberikan kepada ibu juga membuat saluran cerna bayi lebih matang, meski secara angka tak terlihat perbedaan signifikan antara bayi dari ibu yang diberi plasebo dan probiotik. Pada 20 persen bayi juga ditemukan probiotik yang sama di fesesnya. "Probiotik yang diberikan kepada ibu ditemukan pada anaknya. Ternyata mengalir, kan?" ujar Naomi.
Sedangkan pada 80 persen sisanya, keberadaan probiotik tersebut tak diketahui. Menurut Naomi, ini bisa terjadi karena pencernaan manusia kompleks. Meski hasilnya sedikit, ia mengatakan ini hasil yang patut diperhitungkan.
Dari kesimpulan ini, Naomi menyarankan para ibu menjaga asupan makanannya sejak mereka mengandung, sehingga nutrisi yang diberikan kepada bayi juga maksimal—termasuk probiotik. Banyak manfaat yang diberikan oleh kuman baik ini. Selain menjadi pasukan pelawan kuman jahat yang masuk, probiotik sudah terbukti bisa mengurangi alergi atopi pada bayi, meningkatkan sistem imun, dan mengurangi gejala alergi intoleransi laktosa. Buat para ibu, probiotik juga bermanfaat menjaga kesehatan saluran kemih dan vagina.
Ahli gizi Saptawati Bardosono mengatakan bayi sudah memperoleh probiotik dari ibunya sejak dalam kandungan, saat lahir normal, dan dari ASI. Karena itu, ibu yang menyusui wajib menjaga pola makan yang baik, termasuk asupan seratnya. Kandungan serat makanan yang merupakan prebiotik akan menjaga jumlah dan kehidupan probiotik dalam usus.
Apalagi bila ibu yang menyusui rajin mengkonsumsi produk makanan yang kaya kandungan probiotik, misal produk susu yang mengalami fermentasi, seperti yoghurt dan kefir. "Sehingga tidak perlu ada pemberian probiotik khusus pada keduanya," katanya.
Menurut Tati, setelah berusia enam bulan, selain tetap diberi ASI, secara bertahap bayi mulai diperkenalkan pada berbagai jenis bahan makanan. Maka, saat usia satu tahun, anak sudah bisa makan makanan orang dewasa yang kaya serat prebiotik dan produk makanan yang diperkaya probiotik.
Perihal penelitian Naomi, Tati mengatakan baru kali ini ada penelitian yang ingin membuktikan adanya transfer mikrobiota ibu selama hamil dan menyusui ke bayi melalui ASI. Penelitian tersebut perlu dilanjutkan, tapi dengan subyek berbeda.
Menurut dia, perlu ada perbandingan pada bayi yang diberi ASI dan bayi yang tidak diberi ASI. Sebab, kata dia, dalam penelitian Naomi tersebut, kualitas ASI pada dua kelompok sama baiknya untuk mendukung proses pematangan saluran cerna bayi. "Sehingga perlu adanya penelitian pada kelompok bayi pembanding yang tidak mendapat ASI," ujar penguji disertasi Naomi itu.
Nur Alfiyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo