Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pertambahan pemain baru golf sejak masa pandemi Covid-19 mencapai 16 persen per tahun.
Para pemain golf baru biasanya akan kehilangan minat kalau tak serius berlatih.
Anya Geraldine dan sejumlah artis lain ikut bermain golf bersama sejumlah artis.
STIK iron set TaylorMade P770 jenis pitching wedge mengayun dan menghantam keras sebuah bola golf pada salah satu driving mat di Palm Springs Golf and Country Club, Karawang, Jawa Barat, 17 September 2021. Bola itu melambung lalu bergulir sejauh 20-30 meter. Ini adalah pukulan pertama pegolf pemula, Dwi Putri Utami, yang berhasil mengenai sasaran secara tepat atau good shot.
“Sebelumnya saya sudah coba memukul sekitar 50 kali dan gagal,” kata perempuan berhijab asal Bekasi, Jawa Barat, tersebut mengenang pengalaman pertamanya bermain golf kepada Tempo, Rabu, 23 November lalu.
Utami mengatakan sebagian besar pukulannya kala itu gagal karena hanya memukul angin atau rumput sintetis pada matras—biasa disebut grounded shot. Beberapa kali dia juga melakukan topping shot—kesalahan dengan memukul bagian atas bola yang membuatnya hanya menggelinding pelan ke depan. Perempuan 32 tahun tersebut mengaku belum memiliki kekuatan pergelangan tangan yang baik.
Alih-alih menyerah, Utami makin serius menekuni olahraga golf. Pada tiga hingga empat bulan pertama, dia bisa berlatih minimal dua kali per pekan di sejumlah driving range—fasilitas yang kerap menjadi tempat berlatih sejumlah teknik dasar sebelum bermain di lapangan golf. Dia pun mulai melengkapi perlengkapan hobi golfnya, dari set stik hingga pakaian.
“Karena stik awal itu punya suami yang untuk pria, jadi saya beli lagi yang khusus perempuan. Satu set isi 10 stik seharga sekitar Rp 14 juta. Pakaian dari brand lokal sekitar Rp 300 ribu. Lalu sepatu yang memang khusus golf,” ujar wirausaha di bidang teknologi informasi tersebut.
Dia menuturkan awal minatnya bermain golf ini memang tumbuh pada pertengahan masa pandemi Covid-19. Dia menjelaskan, suaminya sempat mendapat pinjaman stik dari rekan kerja saat awal menekuni hobi golf. Berbekal video YouTube, Utami kemudian menjadikan stik tersebut sebagai alat latihan awal, seperti posisi tubuh dan cara memukul.
Meski demikian, Utami menambahkan, keputusan membeli perlengkapan golf sendiri baru diambil setelah dia cukup lama bermain. Pada fase awal, dia mencoba melihat apakah dirinya memiliki talenta dan kemampuan bermain golf. Dia tak ingin merogoh kantong lebih dalam hanya untuk olahraga yang bertujuan gengsi atau sekadar coba-coba.
Utami pun tak menafikan warta ihwal banyaknya pemain muda dan perempuan yang mencoba golf pada masa pandemi Covid-19. Hal ini juga yang membuatnya berinisiatif menyebar flyer saat mendatangi sebuah lokasi driving range dan golf course. Isinya ajakan kepada pehobi golf perempuan untuk bergabung dengan komunitas Go Girls Golfer.
“Vibes kalau main dengan pria itu beda, karena mereka kan lebih kuat. Kalau sama-sama perempuan lebih setara. Bisa berbagi dan senang juga,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusiana Sahertian/Dok Pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Utami mengatakan komunitas yang mulai berkumpul pada Juli 2022 tersebut sudah memiliki lebih dari 60 anggota. Sekitar 90 persen di antaranya pegolf amatir yang baru mulai bermain dalam kurun waktu kurang dari dua tahun atau selama pagebluk Covid-19 merebak. Hal ini juga yang membuat komunitas ini menggelar latihan bersama atau coaching clinic satu kali tiap bulan.
Mereka biasanya memberikan pendampingan kepada anggota baru yang masih pemula. Mereka juga meminta bantuan para caddy atau asisten golf untuk memberikan pelatihan dasar. Komunitas yang berisi pegolf dari sejumlah wilayah di Jakarta, Bekasi, dan Bandung ini kerap bermain di kawasan Cilangkap, Rawamangun, dan Halim Perdanakusumah— ketiganya di Jakarta.
Model Yusiana Sahertian juga termasuk anggota komunitas Go Girls Golfer. Dia bahkan belum genap setengah tahun memulai hobi barunya bermain golf. Sebelumnya dia lebih banyak memainkan olahraga tenis dan berlatih kebugaran. Dia mulai berminat pada olahraga golf ketika menemani suaminya bermain di Cilandak Marinir Driving Range, Jakarta Selatan, pada Juni lalu.
Yusiana pun rutin mengikuti semua kegiatan komunitas, termasuk mentoring dan coaching. Sebagai pemula, dia mengaku masih terus menyempurnakan teknik memukul. Salah satunya teknik saat bola golf terjebak di wilayah bunker—titik halangan berbentuk kubangan yang berisi pasir, rumput, atau air.
“Cara mengeluarkan bola bukan hanya dengan tahu kekuatan dan posisi memukul. Tapi juga mempelajari tekstur dari bunker,” dia menjelaskan.
Yusiana menuturkan sampai saat ini belum membeli banyak perlengkapan golf. Dia masih menggunakan satu set stik bekas saudara iparnya. Dia hanya mengeluarkan uang lebih untuk pembelian pakaian dan sepatu. Alih-alih demi bergaya, menurut dia, semua perlengkapannya lebih baik disesuaikan dengan kebutuhan dan kenyamanan.
“Olahraga itu harus nyaman. Bukan soal gaya. Karena kalau nyaman jadi enak,” tutur perempuan 29 tahun tersebut.
•••
PELATIH dan pemain golf profesional, Rinaldi Adiyandono, membenarkan bahwa lonjakan minat pada olahraga golf selama masa pandemi Covid-19 cukup tinggi. Aldi mengimbuhkan, fenomena ini mengikuti peningkatan jumlah pemain golf baru di dunia yang mencapai 16 persen pada 2021.
Hal yang sama juga tampak pada pertumbuhan jumlah muridnya sejak awal masa pandemi sekitar dua tahun lalu. Sebelum 2020, Aldi mengatakan, ia hanya memiliki jadwal melatih sekitar tiga pemain baru per hari. Sejak pagebluk melanda, angka tersebut melonjak hingga puncaknya dia harus mendampingi latihan 10 orang murid per hari pada 2021.
“Sekarang agak turun, tapi masih tinggi. Sehari lima-enam orang,” ujar mantan atlet SEA Games tersebut.
Peningkatan minat tersebut juga berdampak pada ketersediaan lapangan dan fasilitas golf. Dia menerangkan, sebelum masa pandemi, pemain bisa langsung datang ke fasilitas driving range atau lapangan golf untuk berolahraga.
Saat ini, kata Aldi, pemain bahkan harus memesan untuk bermain pada hari kerja. Ini termasuk jadwal lapangan pada waktu paling awal, yaitu pukul enam pagi.
Para pehobi baru, Aldi menambahkan, juga memiliki latar belakang yang lebih bervariasi dibanding generasi pegolf sebelum pandemi. Dulu mayoritas pemain memiliki anggota keluarga yang hobi bermain golf. Beberapa pehobi lain muncul karena pergaulan dan kebutuhan relasi bisnis.
Siti Nurlaili/Dok Pribadi
“Sekarang ada saja yang benar-benar baru tahu dan mencoba golf. Sebagian memang awalnya menilai golf ini olahraga yang aman dari pandemi, karena berjarak dan di luar ruangan,” ucapnya.
Namun, Aldi melanjutkan, fenomena ini biasanya akan menemui titik jenuh ketika masyarakat mulai melirik olahraga lain. Pada saat itu para pemain yang memang tak serius pada olahraga golf akan tumbang dan berpindah hobi. Hanya sedikit pemain baru yang benar-benar menjadi pehobi olahraga yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan berbiaya mahal tersebut.
Hal ini, menurut Aldi, didasari pengamatannya terhadap murid-muridnya dan sejumlah pemain yang ditemui di lapangan. Beberapa dari mereka memang memiliki modal besar sehingga kerap menggunakan pakaian dan peralatan mahal. Fenomena ini juga ditangkap para pebisnis pakaian yang mulai mengeluarkan seri streetwear khusus golf.
“Berarti kan memang ada permintaan. Banyak memang hanya untuk gaya hidup dan pengakuan sosial,” kata Aldi.
Banyak pemain muda juga terlihat terburu-buru untuk memukul bola di driving range dan lapangan. Padahal, menurut dia, semua pemain golf yang serius pasti membutuhkan pendampingan profesional. Hal ini terutama untuk memastikan ketepatan postur tubuh dan sejumlah teknik dasar pukulan.
“Saya sudah bermain golf 24 tahun. Sudah banyak menemui pehobi yang serius tapi menyerah pada olahraga golf. Apalagi kalau yang hanya coba-coba,” katanya.
***
SITI Nurlaila, 25 tahun, juga termasuk generasi muda yang memulai hobi golf pada masa pandemi. Padahal sejak masa sekolah dan kuliah dia sangat aktif dalam berbagai olahraga, seperti softball, sepeda, renang, dan basket. Namun dia membantah penilaian bahwa dia menjalani hobi baru tersebut hanya untuk pamer atau coba-coba.
Dia mengatakan mulai mencoba olahraga golf saat diajak teman kantor pacarnya pada Oktober 2020. Dia mengumbuhkan, saat itu mayoritas fasilitas olahraga memang ditutup karena terkena aturan pembatasan kegiatan masyarakat. Fasilitas driving range menjadi salah satu yang mendapat pelonggaran karena memenuhi syarat protokol kesehatan, terutama social distancing.
Laila—sapaan Siti Nurlaila—kemudian teringat pada sebuah stik golf tua berusia 30-40 tahun peninggalan eyangnya. Dia pun menggunakan stik lama tersebut selama masa awal menggeluti hobi golf. Minatnya pun sempat timbul-tenggelam akibat gonta-ganti kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat.
Pegolf di padang golf Dago Heritage 1917, Bandung, Jawa Barat, Juli 2022/TEMPO/Prima Mulia
Seiring dengan grafik angka kasus corona yang melandai, dia mulai serius mempelajari teknik bermain golf. Salah satunya dengan mengikuti pelatihan pribadi di sebuah fasilitas coaching di kawasan Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat. Sikap tubuh dan kualitas pukulannya pun makin baik.
Laila mulai menyisihkan tabungannya untuk membeli stik dan perlengkapan golf. Dia bercerita memulai hobi tersebut dengan pakaian seadanya. Dia sering menggunakan kemeja atau pakaian lari saat bermain golf. Pada masa awal, dia juga mengenakan sepatu trekking yang punya fungsi mencegah slip pada lahan berumput, licin, dan basah.
“Saya juga beli stik secara ketengan (satuan). Main lalu lihat butuh ganti stik atau enggak, lalu nabung lagi untuk beli,” ucap karyawan swasta di bidang digital agency tersebut.
Laila juga bergabung dengan komunitas pegolf perempuan dan pemula yang menjadi wadah serta kelompok bermain. Selain Go Girls Golfer, sejumlah komunitas pegolf perempuan yang ingin merangkul para pemula makin banyak bermunculan, seperti Main dari Merah dan Hijab Golfer.
•••
SELAIN untuk perempuan, sejumlah wadah aktivitas golf juga terbuka bagi pemain pria. Salah satunya platform yang dibuat I Nyoman Pasek Jiwandana atau Alit Jiwandana, Maingolfyuk.id. Awalnya wadah yang mengusung moto golf “3M” (muda, mudah, meriah) ini menjadi sarana mempertemukan pegolf muda di Bandung. Melalui platform Twitter, dia ingin menggandeng mahasiswa dengan bujet terbatas untuk berani terus bermain golf.
Saat ini Maingolfyuk.id juga giat memberikan edukasi dan informasi bermain golf melalui media sosial Instagram dan YouTube. Pada beberapa unggahan, Alit menunjukkan keseruan bermain golf bersama sejumlah artis dan tokoh. Dia juga memperkenalkan sejumlah lokasi driving range dan lapangan golf sebagai referensi lokasi bermain.
Dia pun tak menafikan munculnya fenomena lonjakan minat bermain golf selama masa pandemi Covid-19. Dia mengaku pernah berbicara dengan seorang pengelola padang golf di kawasan Tangerang, Banten. Mereka menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengunjung dan penyewa hingga tiga kali lipat sejak 2020. Padahal, menurut Alit, hobi golf sempat didera isu akan punah karena penurunan jumlah peminat dan minimnya pemain baru.
“Terlihat dari banyaknya teman atau keluarga di circle terdekat yang sebelumnya tidak bermain golf sekarang sudah menjadi pegolf aktif,” tutur pria 32 tahun tersebut.
Alit Jiwandana (jongkok) bersama Angga Puradireja/Dokumentasi Pribadi
Beberapa pegolf baru tersebut juga berasal dari kalangan artis. Dia mencontohkan komedian Wendy Cagur yang mengajak keluarganya mulai bermain golf. Pada situs IG Main Golf Yuk juga tampak sejumlah artis, seperti Anya Geraldine, Gading Martin, Farah Quinn, Omesh, Surya Insomnia, dan vokalis Maliq n D’essential, Angga Puradireja. “Mereka (Surya dan Angga) pegolf sudah cukup lama,” kata Alit.
Dia pun menyambut positif peningkatan jumlah pegolf baru dalam beberapa tahun terakhir. Sudah lama dia berusaha menghapus stigma lawas pada olahraga golf, seperti anggapan tentang golf sebagai hobi mahal dan eksklusif.
Alit menuturkan mulai berminat bermain golf ketika menemani ayahnya berlatih di driving range pada usia sekitar enam tahun. Meski demikian, dia baru meminta berlatih golf secara serius ketika menginjak usia 11 tahun.
Dia kemudian bergabung dengan Akademi Golf Aspirasi Delapan di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Sejak saat itu, dia pun mulai mengalami adiksi hingga memiliki rutinitas bermain satu kali di lapangan dan tiga kali di driving range per pekan.
“Saya cinta dengan golf begitu saja. Sulit untuk dijelaskan. Maka saya membuat hashtag #KecanduanGolf di akun media sosial MainGolfYuk,” ucap Alit.
FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo