JUMAT, 6 Januari 1989. Di kompleks pelacuran Sunan Kuning, Semarang, 150 wanita muda ketawa cekikikan. Mereka kumpul di ruang pendidikan kompleks yang terkenal itu, dengan pipi dan bibir merona merah. Satu-satu mereka dipanggil, dimintai keterangan, dan diambil darahnya. "Saya ndak tahu, kok anak-anak diambil darahnya. Padahal, setiap Rabu kita 'kan selalu disuntik," kata Wiwik, 27 tahun, WTS Sunan Kuning bertubuh sintal asal Jepara. Wiwik dan para WTS itu sebetulnya sedang dijadikan obyek survei tim penanggulangan AIDS. "Kegiatan ini untuk mencari data dasar, barangkali ada di antara mereka yang mengidap AIDS," kata dr. Bing Wibisono, pimpinan tim operasi AIDS Semarang, yang sehari-hari bertugas sebagai Kepala Seksi Pengamatan Penyakit Kelamin dan AIDS, Ditjen PPM & PLP (Penanggulangan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman). Selain memeriksa 150 WTS Sunan Kuning, penelitian yang berlangsung 6-10 Januari itu juga memeriksa 100 WTS liar, 27 bekas pecandu narkotik, 51 karyawati panti pijat, 37 hostes, 20 karyawati steam bath, 75 napi, dan 15 waria. Semuanya berjumlah 475 orang, sesuai dengan target. Seharusnya yang juga jadi sasaran penelitian adalah kelompok homoseks, yang punya risiko tinggi tertulari virus penyebab AIDS. Tapi di Semarang mereka sulit dijaring. Lain halnya di Solo, dari penelitian pada 11-13 Januari lalu, diharapkan bisa terjaring kaum gay, karena di situ terdapat pusat organisasi kaum homo yang populer dengan nama Lamda. Kaum homoseks itu agaknya memang penting, sebagaimana diungkapkan dr. Gunawan Tirtawidjaia, M.P.H.. Koordinator Tim Operasi Pemeriksaan AIDS Bandung. Di Bandung sendiri, penelitian yang berlangsung November tahun lalu berhasil mengumpulkan data dan darah dari 700 responden. Sejauh ini, tak satu pun yang seropositif AIDS. "Tapi hasil ini meragukan, sebab target homoseks belum tercapai. Kita masih memikirkan bagaimana approach untuk para gay itu," kata Gunawan pada Hedy Susanto dari TEMPO. Responden terbanyak di andung adalah 300 WTS, dari 6.000 WTS lebih yang terdaftar. Dirjen PPM & PLP, dr. Gandung Hartono, membenarkan bahwa kaum homoseks memang masuk target survei. Tapi ia merasa perlu menekankan, mereka bukan satu-satunya calon korban AIDS. "AIDS itu bukan 'Akibat Intim Dengan Sejenis'. Tapi 'Akibat Intim Dengan Seks'," kata Gandung. Baiklah. Tapi untuk apa sebenarnya semua kegiatan di berbagai kota tadi? Menurut Gandung, pihaknya memang sedang melakukan sebuah program jangka pendek, Short Term Program (STP), dalam rangka penanggulangan AIDS di delapan kota besar Indonesia: DKI Jakarta, Bandung, DI Yogya, Ujungpandang, Semarang (sekaligus Solo), Surabaya, Denpasar, dan Medan. Dimulai sejak Juni 1988, program yang didukung dana WHO US$ 255 ribu itu akan berlangsung sampai April depan. Di Bandung, Yogya, dan Ujungpandang, program ini malah sudah selesai sejak Desember lalu. Hasilnya: tak satu pun positif AIDS. Di Jakarta, hingga awal tahun ini baru diperiksa 1.634 responden dari target 2.500 orang. Di Ibu Kota pun kita boleh lega, karena tak ada penderita AIDS. Sesungguhnya, penelitian di 8 kota yang melibatkan sekitar 8 ribu responden itu hanya merupakan satu bagian program STP. Menurut Gandung, program STP untuk AIDS menyangkut latihan petugas kesehatan (dokter, perawat, guru sekolah perawat dan petugas laboratorium) di delapan kota tadi melengkapi peralatan 8 laboratorium di sana dan program penyuluhan. Yang terakhir ini menyangkut pula penyebaran leaflet dan buku petunjuk untuk 4 kelompok masyarakat, masing-masing petugas kesehatan, kaum berisiko tinggi (termasuk kelompok dengan peri laku seks menyimpang), calon penumpang pesawat atau kapal laut yang ke luar negeri, dan masyarakat luas. Gandung setuju bahwa laboratorium yang lengkap itu penting. Ini menyangkut kemampuan petugas dalam menentukan positif-tidaknya AIDS dalam diri setiap responden, baik untuk program STP sekarang maupun untuk program sejenis di masa mendatang. "Malah khusus untuk FKUI Jakarta, kita mampu memeriksa Western Blot untuk AIDS. Jadi, bila dicurigai ada HIV positif, harus dikonfirmasikan di Jakarta," kata Gandung. Menjelang usainya STP, menurut Gandung, sebuah tim WHO akan datang ke Indonesia untuk meninjau dan memberikan masukan dalam upaya penanggulangan AIDS. Gandung sendiri sudah ditugasi agar segera menyelesaikan program STP. "Supaya dapat segera memulai program jangka menengah, Medium Term Program (MTP)," katanya menjelaskan. MTP ini kemungkinan besar akan menjadi program Ditjen PPM 8 PLP berikutnya -- juga dengan bantuan dana WHO sebagai motornya. Survei jangka pendek itu sendiri sekarang memang belum selesai. Siapa tahu, penelitian di Surabaya yang baru akan mulai 20 Januari depan, serta Denpasar dan Medan yang baru mulai awal Februari nanti, menemukan kasus AIDS baru. Ya, siapa tahu? Safiq Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini