Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Menyandera pasien di Binjai

Pelayanan kesehatan di rumah sakit, seorang kakek mati secara tragis akibat ditolak oleh petugas rscm, di klinik bersalin, binjai dikhabarkan terjadi penyanderaan pasien yang tidak membayar.

28 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAKEK berusia 60 tahun itu terdampar di depan sebuah rumah makan di Tanjungpriok. Ia ditolong mobil ambulans PMI yang kebetulan lewat di situ, tengah malam tanggal 12 Februari yang lalu. Dalam keadaan sakit parah, ia lantas dilarikan ke RS UKI di Cawang. Sesampainya di situ kakek yang malang itu tak langsung mendapat pertolongan. Tapi dianjurkan agar dibawa saja ke RS Cipto Mangunkusumo. Apa mau dikata ia mati secara tragis. "Akibat ditolak oleh petugas RSCM untuk dirawat di rumah-sakit pemerintah itu. Alasan penolakan karena kakek itu gelandangan," tulis Harian Suara Karya. Aneh juga kejadian itu bisa terjadi di sebuah rumah-sakit pemerintah yang sudah diinstruksikan oleh Menteri Kesehatan untuk memberikan perawatan kepada pasien tanpa mempersoalkan penderita mampu atau tidak. Pihak RSCM ketika dihubungi mengatakan belum memperoleh laporan mengenai kasus kematian kakek itu. Staf Hubungan Masyarakat tak bisa memberikan penjelasan, sebab kepala mereka, Artawijaya, sedang mengikuti penataran P4. Panggilan Bertubi-tubi Belakangan ini pusat-pusat pelayanan kesehatan sering muncul dalam berita-berita yang cukup memancing. Di Binjai, Sumatera Utara pertengahan Januari yang lalu Syahrudin, 25 tahun, menyampaikan pengaduan ke DPRD Tingkat II Kotamadya Binjai. Tukang becak dari Desa Bandarsinembah itu minta uluran tangan para wakil rakyat. Istrinya, Salamah, bersama bayi yang baru lahir, sudah setengah bulan disandera di Klinik Bersalin Serasi Malem. Reaksi anggota DPRD bermunculan di koran-koran Medan. Korban kabarnya bukan hanya Salamah sendiri. Di klinik itu Suryani, 32 tahun tak bisa pulang gara-gara rekening Rp 485.000. Wanita itu dikabarkan dipaksa jadi babu di klinik itu untuk melunasi utangnya. Karo Beru Sitepu, pemilik klinik bersalin itu membantah semua tuduhan. Dia mengaku telah cukup menimbang rasa kepada Salamah. "Rekening yang semula Rp 135.000 sudah saya turunkan menjadi Rp 110.000," kata wanita Batak Karo itu. Syahrudin mengaku Serasi Malem adalah klinik bersalin swasta dan mahal. Jadi mengapa ke situ juga? Katanya dia terpaksa membawa istrinya ke situ karena didesak sanak famili. "Istri saya gawat. Klinik itu satu-satunya yang lengkap dan punya kamar bedah di kota ini," katanya terus-terang. Rumah Sakit Umum memang ada di kota Binjai, tapi bagian kebidanannya belum memiliki kamar bedah termasuk peralatannya. Ramai-ramai di koran mengenai Salamah dan bayinya yang disandera Serasi Malem, rupanya membawa berkah juga buat si pasien dan pemilik klinik. Setelah "terkurung" selama 1 bulan 1 minggu Salamah dan bayinya bisa pulang berkat sikap dermawan seorang pegawai kantor Kotamadya Binjai. Rekeningnya dibayar lunas. Tentang Suryani yang juga masih punya "ikatan" di klinik milik wanita Karo itu, ternyata menjalani nasib yang berbeda dengan yang ditiup-tiupkan koran. "Saya datang sendiri ke mari kok dikatakan disandera. Kasihan Ibu Sitepu dituduh begitu," ucapnya sengit. Wanita keturunan Cina itu 20 Desember 1980 mengalami pendarahan. Kabarnya bayi yang dikandungnya sudah meninggal dalam perut. Akhirnya dia putuskan berangkat ke Serasi Malem. Ia tertolong berkat operasi. Tapi begitu rekening datang, suaminya yang berdarah Jawa, Salimin, malah kabur. Diberitakan pula dia disandera. Menurut Suryani penyakitnya seperti mau kumat lagi, karena bertubi-tubi menghadapi panggilan polisi dan jaksa yang mengusut apa yang dikatakan penyanderaan itu. "Sakit saya rasanya bertambah karena harus naik turun kantor terus-menerus," katanya. Suryani bertekad membayar utangnya kepada Karo Beru Sitepu dengan cara apa pun. Padahal yang punya piutang sudah rela untuk tidak menagihnya lagi. "Nyawa saya sudah diselamatkannya. Masa dia kita tipu. Nanti kita tak selamat. Dikutuk Tuhan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus