KAKEK berusia 60 tahun itu terdampar di depan sebuah rumah makan
di Tanjungpriok. Ia ditolong mobil ambulans PMI yang kebetulan
lewat di situ, tengah malam tanggal 12 Februari yang lalu. Dalam
keadaan sakit parah, ia lantas dilarikan ke RS UKI di Cawang.
Sesampainya di situ kakek yang malang itu tak langsung mendapat
pertolongan. Tapi dianjurkan agar dibawa saja ke RS Cipto
Mangunkusumo.
Apa mau dikata ia mati secara tragis. "Akibat ditolak oleh
petugas RSCM untuk dirawat di rumah-sakit pemerintah itu. Alasan
penolakan karena kakek itu gelandangan," tulis Harian Suara
Karya.
Aneh juga kejadian itu bisa terjadi di sebuah rumah-sakit
pemerintah yang sudah diinstruksikan oleh Menteri Kesehatan
untuk memberikan perawatan kepada pasien tanpa mempersoalkan
penderita mampu atau tidak. Pihak RSCM ketika dihubungi
mengatakan belum memperoleh laporan mengenai kasus kematian
kakek itu. Staf Hubungan Masyarakat tak bisa memberikan
penjelasan, sebab kepala mereka, Artawijaya, sedang mengikuti
penataran P4.
Panggilan Bertubi-tubi
Belakangan ini pusat-pusat pelayanan kesehatan sering muncul
dalam berita-berita yang cukup memancing. Di Binjai, Sumatera
Utara pertengahan Januari yang lalu Syahrudin, 25 tahun,
menyampaikan pengaduan ke DPRD Tingkat II Kotamadya Binjai.
Tukang becak dari Desa Bandarsinembah itu minta uluran tangan
para wakil rakyat. Istrinya, Salamah, bersama bayi yang baru
lahir, sudah setengah bulan disandera di Klinik Bersalin Serasi
Malem.
Reaksi anggota DPRD bermunculan di koran-koran Medan. Korban
kabarnya bukan hanya Salamah sendiri. Di klinik itu Suryani, 32
tahun tak bisa pulang gara-gara rekening Rp 485.000. Wanita itu
dikabarkan dipaksa jadi babu di klinik itu untuk melunasi
utangnya.
Karo Beru Sitepu, pemilik klinik bersalin itu membantah semua
tuduhan. Dia mengaku telah cukup menimbang rasa kepada Salamah.
"Rekening yang semula Rp 135.000 sudah saya turunkan menjadi Rp
110.000," kata wanita Batak Karo itu.
Syahrudin mengaku Serasi Malem adalah klinik bersalin swasta dan
mahal. Jadi mengapa ke situ juga? Katanya dia terpaksa membawa
istrinya ke situ karena didesak sanak famili. "Istri saya gawat.
Klinik itu satu-satunya yang lengkap dan punya kamar bedah di
kota ini," katanya terus-terang. Rumah Sakit Umum memang ada di
kota Binjai, tapi bagian kebidanannya belum memiliki kamar bedah
termasuk peralatannya.
Ramai-ramai di koran mengenai Salamah dan bayinya yang disandera
Serasi Malem, rupanya membawa berkah juga buat si pasien dan
pemilik klinik. Setelah "terkurung" selama 1 bulan 1 minggu
Salamah dan bayinya bisa pulang berkat sikap dermawan seorang
pegawai kantor Kotamadya Binjai. Rekeningnya dibayar lunas.
Tentang Suryani yang juga masih punya "ikatan" di klinik milik
wanita Karo itu, ternyata menjalani nasib yang berbeda dengan
yang ditiup-tiupkan koran. "Saya datang sendiri ke mari kok
dikatakan disandera. Kasihan Ibu Sitepu dituduh begitu," ucapnya
sengit.
Wanita keturunan Cina itu 20 Desember 1980 mengalami pendarahan.
Kabarnya bayi yang dikandungnya sudah meninggal dalam perut.
Akhirnya dia putuskan berangkat ke Serasi Malem. Ia tertolong
berkat operasi. Tapi begitu rekening datang, suaminya yang
berdarah Jawa, Salimin, malah kabur. Diberitakan pula dia
disandera.
Menurut Suryani penyakitnya seperti mau kumat lagi, karena
bertubi-tubi menghadapi panggilan polisi dan jaksa yang mengusut
apa yang dikatakan penyanderaan itu. "Sakit saya rasanya
bertambah karena harus naik turun kantor terus-menerus,"
katanya.
Suryani bertekad membayar utangnya kepada Karo Beru Sitepu
dengan cara apa pun. Padahal yang punya piutang sudah rela untuk
tidak menagihnya lagi. "Nyawa saya sudah diselamatkannya. Masa
dia kita tipu. Nanti kita tak selamat. Dikutuk Tuhan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini