DELAPAN tahun yang lalu, Fachrudin lahir cacat. Ia lumpuh. Kerusakan bukannya terjadi pada anggota badannya, melainkan pada otaknya. Ketika ia masih dalam kandungan, seorang dukun telah salah mengurut perut ibunya hingga jaringan otaknya rusak. Dalam dunia kedokteran, Fachrudin dikenal mengalami cerebral palsy (CP). Kisah Fachrudin adalah salah satu kasus yang diungkapkan pada Pertemuan Ilmiah Perhimpunan Cerebral Palsy Pasifik Barat III, di Solo, pekan lalu. Kisah anak yang kini berusia delapan tahun itu dikemukakan oleh dr. Handoyo, Direktur Akademi Fisioterapi Solo, yang bertindak sebagai ketua penyelenggara pertemuan ilmiah itu. Fachrudin, yang tinggal bersama kedua orangtuanya di salah sebuah desa sekitar Solo, terjaring ketika Handoyo dengan tim Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Solo mengadakan perjalanan keliling Jawa Tengah mencari anak-anak cacat. Anak ini beruntung karena ia ditemukan ketika usianya belum lagi setahun. Artinya, kerusakan bisa dicegah, agar tak meluas. YPAC Solo memang punya program mencari anak-anak cacat di desa-desa. Kepada anak-anak yang ditemukan diusahakan rehabilitasi khas, dengan menyertakan puskesmas-puskesmas. Upaya yayasan ini mengundang kekaguman banyak badan kesehatan internasional. Kurang lebih itulah sebabnya mengapa pertemuan ilmiah internasional perihal CP diselenggarakan di Solo. Dr. Carlo Avello, seorang ahli penyakit otak dari Jerman Barat, menyatakan kekagumannya. Yakni bahwa rehabilitasi tidak dilakukan di pusat-pusat rehabilitasi yang biasanya dilengkapi dengan berbagai peralatan. Melainkan, di lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang sederhana. "Pola ini sangat mungkin dikembangkan ke pelosok-pelosok di pedalaman," ujar Avello. Apa sebenarnya CP? Inilah kerusakan pada bagian otak yang mengatur gerak motoris tubuh, kata ahli neurologi terkemuka Priguna Sidharta. "Karena itu, penderita cerebral palsy mengalami kesulitan dalam mengatur gerakan-gerakan tubuhnya," katanya di tengah kesibukannya di Universitas Atmajaya, Jakarta. Lebih jauh Sidharta mengungkapkan, gangguan mekanisme tubuh pada CP punya beberapa varian: congenital diplegia (kelumpuhan di kedua bagian tubuh), congenital hemiplegia (kelumpuhan separuh), dan gerak involuntar (gerak yang tak dapat dikontrol). Dan CP adalah penyakit yang menyerang pada masa kanak-kanak. Dengan kata lain, CP tak pernah menyerang orang dewasa. Menurut Sidharta, masa janin sampai bayi berusia 1 tahun adalah masa rawan, ketika CP gampang terjadi. Pada dasarnya, kerusakan terjadi akibat "pelukaan jaringan otak", yaitu cederanya sel-sel otak yang berhubungan dengan saraf-saraf penggerak. Adapun sebab pelukaan bisa macam-macam. Antara lain akibat tekanan - seperti yang dialami Fachrudin. Lalu infeksi pertumbuhan tidak wajar akibat kekurangan gizi juga kecelakaan ketika persalinan. Sidharta tak berani memberikan kepastian mengenai prevalensi penyakit ini di Indonesia. Namun, diperkirakannya dua di antara 1.000 orang. Angka ini cukup besar. Penyebabnya, diduga, karena banyak persalinan di desa-desa yang tidak memenuhi persyaratan. Celakanya, CP sampai kini tak bisa disembuhkan. Pertolongan yang bisa diberikan cuma rehabilitasi yang dikenal sebagai latihan-latihan fisioterapi. "Ketika kerusakan pada jaringan otak terjadi, dalam banyak kasus, tidak semua sel mengalami cedera," ujar Sidharta. Nah, sel-sel yang masih sehat inilah kemudian yang dilimpahi tanggung jawab menggantikan tugas sel-sel yang rusak. Tapi, pelimpahan ini menurut ahli neurologi itu harus dilakukan sedini-dininya. Sebisanya, ketika penderita masih di bawah satu tahun. Dasarnya: pengalihan masih bisa terjadi selama jaringan otak masih tumbuh. Jaringan otak berhenti berkembang pada usia 6-7 tahun. Handoyo menegaskan, dalam makalahnya A Pilot Project on Community Based Rehabilitation, rehabilitasi bisa dilakukan jika penderita mulai dilatih pada masa usia 1-9 tahun. "Ketika itu, otak bayi masih tumbuh, belum keras," katanya. Prinsip rehabilitasi itu adalah memberikan rangsangan balik dari organ tubuh yang lumpuh ke otak. Inilah yang dimaksudkan Sidharta dengan merangsang sel-sel otak yang masih sehat. Kendati kesembuhan total tak bisa, berbagai kemajuan masih bisa ditargetkan. Seorang anak yang tadinya lumpuh total masih bisa dilatih berjalan walaupun kemampuan berjalannya - dan menggerakkan tangan - mengalami distorsi (gerakan-gerakannya aneh). Dan, masih pula harus dibantu dengan tongkat, misalnya. Dan kemajuan itu yang kini dialami Fachrudin. Ia kini sudah dapat berjalan dengan bantuan tongkat. Di samping itu - suatu hal yang sangat menggembirakan tentunya - anak desa itu sudah lulus taman kanak-kanak. Tahun ini ia memasuki sekolah dasar. Memang, CP yang merusakkan pusat-pusat saraf motorik tidak mengganggu pusat-pusat saraf kecerdasan. Karena itu, bila seorang penderita tidak menghadapi gangguan psikologis dan fisik yang terlampau berat, terbuka peluang bagi mereka untuk mengembangkan kecerdasan seperti orang normal. Peluang inilah yang diburu Handoyo di desa-desa. Tanpa pemburuan itu, penderita CP di pedalaman biasanya dibiarkan saja melingkar seperti ular di ruang yang pengap - tanpa guna menanti ajal. J.S., Laporan Putut (Jakarta) & Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini